Pagi yang berbeda

Pagi-pagi sekali Ervin sudah disuguhkan pemandangan menggiurkan di depan matanya yaitu segelas susu hangat dan sepiring nasi goreng yang sudah tertata rapih di atas meja makan. Seketika senyum lelaki itu mengembang ketika melihat istri kecilnya tengah mencuci piring di wastafel. Perlahan kaki Ervin berjalan mendekat ke arah Jinan, satu kecupan lelaki itu berikan untuk Jinan yang berada dalam dekapannya.

"Apaan sih, minggir nggak!," Jinan mencoba mendorong tubuh Ervin untuk menjauh, namun lelaki itu malah kian mengeratkan pelukannya.

"Emang kenapa sih, salah ya kalo mau peluk istri sendiri?" tanya Ervin semakin membenamkan wajahnya di ceruk leher Jinan.

Jinan memutar bola matanya malas lalu berdecak kesal. "Minggir sana, nggak usah bikin mood gua hancur." Jinan mengendus baju Ervin. "Bau banget gila, mandi sana!" Jinan mendorong tubuh Ervin hingga pelukannya terlepas.

"Ok, baiklah. Jangan kemana-mana ya." Ervin mengedipkan sebelah matanya genit membuat tawa Jinan pecah.

Setelah kepergian Ervin, Jinan memegangi dadanya akibat berdetak kencang. Gadis itu mencoba menetralkan degupannya dengan mengatur napasnya akibat menahan emosinya. Jinan benar-benar kesal dengan Ervin, entah mengapa lelaki itu semakin berani menyentuhnya tanpa meminta persetujuannya terlebih dahulu.

***

Matahari sudah menampakkan sinarnya, sedangkan Jinan masih saja membereskan peralatan masaknya. Jinan berdecak kesal, ketika melihat penampilan Ervin yang tidak seperti biasanya.

"Kamu kenapa sih?" tanya Ervin menautkan alisnya.

"Lama banget sih, nggak tahu apa kalo gua udah telat. Ini lagi, kenapa pake baju sana celanannya pendek? Mau godain gadis-gadis yang ada di kampus gua?" protes Jinan kesal, gadis itu meneliti penampilan Ervin dari atas sampai bawah dengan tatapan sinis.

"Memangnya kenapa? Bukankah biasanya seperti ini?" Ervin menunjukkan penampilannya dari atas sampai bawah, yang menurutnya tidak ada sama sekali, namun tidak untuk Jinan. Penampilan Ervin saqngat menganggu pemandangan Jinan.

Jinan berdecak kesal, lalu memilih diam tanpa ingin mengomentari penampilan Ervin lagi.

"Hey, kamu kenapa? Cerita sama mas dong kalau ada masalah." Ervin membalik tubuh Jinan hingga menghadap dirinya, awalnya Jinan enggan untuk menatap suaminya, namun Ervin langsung mengangkat dagu Jinan hingga sekarang gadis itu menatap Ervin dengan lekat. "Kenapa?" tanya Ervin berbisik.

Jinan menepis tangan Ervin pelan, lalu kemudian mundur satu langkah untuk menjauh. "Nggak usah deket-deket bisa? Napas lo bau!"

Ervin terkekeh nyaris tertawa setelah mendengar curhatan hati istri kecilnya yang tengah cemburu, namun malu untuk mengungkapkannya. "Kamu cemburu?" goda Ervin.

"Enggak," Jawab Jinan cuek.

"Kalau tidak cemburu, kenapa bibirnya manyun seperti itu? Tidak baik loh cemberut di depan suami." Ervin mengulurkan tangannya meraih pipi Jinan, lalu detik berikutnya Ervin menarik pipi itu dengan gemas hingga menimbulkan rona merah. "Jika seperti ini setiap hari, kamu makin cantik," puji Ervin, hingga mampu membuat pipi Jinan merona.

"Apaan sih om, nggak jelas banget." Lagi-lagi Jinan menepis tangan Ervin lembut. Jinan begitu malu karena tertangkap basah tengah merona.

"Jadi, kamu mau mas ganti baju lagi? Kalau itu yang kamu mau, mas akan turuti. Tapi mas berharap sih tidak disuruh ganti," ucap Ervin yang nemapilkan senyum jailnya.

Lagi-lagi Jinan berdecak kesal, "Mau ganti kek, mau enggak kek, terserah lo. Sebenernya lo itu mau nganterin gua nggak sih? Kalo nggak mau lebih baik gua cari ojek!"

"Sabar sayang, kan kamunya lagi marah-marah, masa iya main aku tinggalin aja, nanti kamu semakin marah. Lagian aku juga belum sarapan loh."

Jinan mengela napasnya kasar, "Udah sana sarapan, jangan lama." Ketika Jinan ingin melangkah, Ervin langsung mencekal pergelangan tangan gadis itu. "Kenapa lagi sih?" tanya Jinan berdecak kesal.

Ervin hanya menampilkan senyum polosnya dan tidak menjawab pertanyaan Jinan dan itu membuat gadis itu semakin gemas.

"Nggak usah senyum-senyum, minta gua timpuk pake tas apa gimana itu muka lo?" Jinan sudah siap-siap ingin memukul wajah Ervin menggunakan tasnya, namun dengan cepat Ervin menahannya.

"Jangan galak-galak dong sama suaminya. Aku cuma minta dicium kok," ucap Ervin sembari memajukan bibirnya.

"Dalam mimpi lo!" Jinan mendorong tubuh Ervin hingga lelaki itu mundur beberapa langkah kebelakang lalu memukul wajah Ervin menggunakan tas ranselnya hingga membuat Ervin menggaduh kesakitan. Bahkan wajahnya merah akibat pukulan mentah yang diberikan istri kecilnya itu.

"Sayang, kok aku dipukul sih?!" tanya Ervin sedikit berteriak.

"Bodo amat!" Jinan pergi meninggalkan Ervin yang tengah menahan kesakitan.

***

Kini Jinan dan Ervin sudah sampai di depan kampusnya, walau begitu ke duanya masih di dalam mobil dan tengah asyik bercanda bahkan sesekali Jinan memukul gemas Ervin, lantaran tingkah konyol lelaki itu.

"Jijik gua." Di balik nada suara Jinan yang ketus, sebenarnya Jinan menahan malu sekuat tenagannya, akibat Ervin yang memujinya 'cantik.'

"Mas serius sayang, kamu emang cantik." senyum yang dipancarkan Ervin mampu membuat Jinan kembali melayangkan pukulan keras hingga membuat Ervin meringis kesakitan. "Kok pipinya merah sih?" goda Ervin tanpa lelah.

"Lama-lama lo gila ya, sekarang buka pintu mobilnya sebentar lagi gua telat!" teriak Jinan hingga membuat telinga Ervin berdengung.

"Iya sayang, tapi jangan teriak dong, kan bisa dengan suara yang lembut dan panggilan kasih sayang," ucap Ervin dengan senyum manisnya.

Jinan keluar dari mobil tanpa berpamitan dengan Ervin. Ketika keluar dari mobil, wajah Jinan begitu masam, namun ketika melihat lelaki yang dicintainya berada di depan mata, wajah Jinan kembali bersinar cerah.

"Aku rindu banget sama kamu, sayang," Afzal memeluk tubuh Jinan begitu erat, begitu pun dengan gadis itu.

"Aku juga, padahal kita selalu tukar kabar." Jinan melepas pelukan lelaki itu lalu menoleh kebelakang mkencoba mencari keberadaan Ervin, namun gadis itu hanya mendapati tempat yang kosong.

'Kemana dia? Cepet banget ngilangnya, tapi bodo amat lah, nggak ada dia hidup gua tenang,' ucap Jinan dalam hati.

"Hey, kenapa? Ada yang tertinggal?" pertanyaan Afrzal mampu membuat Jinan kembali ke dunia nyata.

"Ah, nggak ada kok. Ya udah yuk masuk ke kelas."

Jinan dan Afzal bergandengan tangan menyusuri koridor kampus menuju kelas masing-masing. Semala berjalan, keduanya tidak berhenti tersenyum dan tertawa lepas bahkan Jinan tidak sadar jika ada hati yang tersakiti saat ini.

"Jinan!" teriakan heboh itu berasal dari ke dua sahabatnya, siapa lagi kalau bukan Metta dan Berta. Ke dua gadis itu begitu antusias ketika menyambut Jinan itu berarti ada sebuah gossip besar yang akan mereka bahas.

"Ada apa nih? Bau-baunya pasti ada gosip lagi." Jinan menatap ke dua sahabatnya penuh selidik.

Meta dan berta tersenyum menampakkan gigi putihnya, "Kok lo bisa tau sih Jin," ucap Metta, bibirnya mengerucul lucu lantaran kejutannya sudah tercium duluan oleh Jinan.

"Gua udah hapal sama tingkah kalian berdua. Oh ya, jangan panggil gua Jin, nama lengkap gua itu Jinan!" Jian melenggang pergi begitu saja meminggalakan Meta dan Berta.

"Ehh tunggu!" teriak Berta sembari berlari menyusul langkah Jinan.

Sedari tadi Jinan nampak melamun, bahkan ke dua sahabatnya yang bercerita dengan suara cempreng pun Jinan tidak menghiraukannya. Gadis itu tengah memikirkan Ervin, entah mengapa bayang-bayang kekecewaan lelaki itu kembali terlintas di otaknya.

Berta dan Metta saling pandang, seolah saling bertanya 'Jinan kenapa?' namun sama-sama menggedikkan bahunya tanda tidak tahu.

"Lagi ada masalah ya Nan?" tanya Berta sembari memegang pundak Jinan.

"Kalo ada masalah cerita ke kita berdua, tetang mulut kita nggak ember kok," sambung Metta.

Jinan tersenyum, "Gua nggak ada apa-apa kok," alibi Jinan.

'Maafin gua, ada saatnya nanti gua bakalan jujur sama kalian,' batin Jinan.


Budayakan Vote dan mampir di kolom komentar

jika ada typo tolong tandain ya :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top