Meminta Izin
Malam harinya, seperti biasa Jinan mengerjakan tugas dari dosennya diiringi dengan lagu kesukaanya. Kepalanya mengangguk-angguk dan menjentikkan jarinya mengikuti alunan musiknya. Jinan menghentikan aktivitasnya ketika mendengar suara gaduh dari arah dapur, Jinan meletakkan pulpennya lalu beranjak dari tempat tidur, gadis itu membuka sedikit pintu kamarnya sehingga menimbulkan celah untuk dirinya mengintip. Rumahnya namapak kosong dan sepi. Jinan semakin takut ketika suara itu kembali muncul, Jinan mengambil tongkat baseball yang berada di sebelah lemari lalu gadis itu keluar dari kamarnya dengan langkah yang pelan. Jinan melirik ke sana ke mari guna memastikan keadaan aman. Namun, tiba-tiba pundak Jinan dipegang oleh seseorang. Gadis itu mengangkat tongkatnya dan siap-siap untuk memukul seseorang itu.
"Ini saya!" teriak Ervin ketika tongkat itu hampir mengenai kepalanya.
"Astaghfirullah, lo ngapain sih?" tanya Jinan kemudian menurunkan tongkatnya.
"Seharusnya mas yang nanya, kamu kenapa bawa-bawa tongkat baseball segala?" tanya Ervin.
"Gua kira ada maling, makannya gua bawa tongkat buat jaga-jaga kalau ada maling beneran," jelas Jinan napasnya masih memburu akibat terkejut.
Ervin menghembuskan napasnya secara perlahan, lalu kembali menatap istrinya yang saat ini juga tengah menatapnya dengan napas yang masih memburu. "Ya sudah tidak pa-pa. kamu lanjut belajar gih."
Jinan mengangguk lalu melenggang pergi meninggalkan Ervin. Lelaki itu memegang tongkat baseball yang Jinan bawa tadi, lalu Ervin terkekeh melihatnya. "Ternyata penakut juga," gumam Ervin.
Jinan menutup pintu kamarnya rapat-rapat, gadis itu memukuli kepalanya sendiri lantaran kesal dengan kebodohan yang baru saja dirinya buat.
"Malu banget gua," ucap Jinan dengan nada pelan. "Pasti gua dicap parnoan nih sama om Ervin."
Jinan kembali ke kasur, namun tidak untuk melanjutkan belajarnya, malainkan untuk meneggelamkan wajahnya di atas bantal. Rasa malunya tetap saja melekat, walau Jinan berusaha melupakannya.
"Ternyata kamu penakut juga ya," goda Ervin yang tiba-tiba sudah berada di dalam kamar Jinan.
Jinan menatap Ervin dan pintu kamarnya secara bergantian. 'apa mungkin om Ervin bisa tembus ke dinding?' tanya Jinan dalam hati.
Lagi-lagi Ervin terkekeh ketika melihat tingkah konyol yang Jinan buat secara terang-terangan. "Saya tadi lewat pintu kok, lagian kamu asyik bergumam tidak jelas," jelas Ervin.
Mulut Jinan mengaga lebar, "Dari mana lo tau kalo gua lagi ngomong dalam hati? Atau jangan-jangan lo itu ... punya kodam ya?" tanya Jinan dengan tatapan penuh selidik.
Ervin tidak terkekeh lagi, melainkan lelaki itu tertawa terbahak ketika mendengar nada penuh telisik dari Jinan. "Sepertinya kamu kurang istirahat, cepatlah tidur agar besok tidak oleng," perintah Ervin.
"Apaan sih, bisa nggak jangan ketawa, ketawa lo itu mirip nenek lampir" celetuk Jinan.
"Lagian kamu ngatain saya punja kodam, mana ada saya begituan."
"Lagian masuk kamar tanpa ketuk, tanpa permisi ya wajar kalo gua curiga."
"Tadi saya sudah ketuk pintu, tapi kamunya saja yang tidak dengar. Lagian kamu tadi bergumam apa sih? Seperti orang kesurupan saja," ejek Ervin.
Jinan hanya diam karena menahan malu, lagi-lagi Jinan merutuki kebodohannya di dalam hati.
"Gua mau tidur." Gadis itu langsung membaringkan tubuhnya membelakangi Ervin.
Ervin hanya bisa menggeleng-nggelengkan kapalanya heran lalu lelaki itu juga mengambil tempat di sebelah Jinan dan ikut tidur bersama dengan pembatas guling di tengahnya.
***
Pagi harinya, Jinan nampak terburu-buru keluar dari kamar sembari membawa tas serta buku tebal yang gadis itu bawa. Ervin yang tengah mengoleskan selai pada roti tawar untuk mereka sarapan, Ervin sampai mendongak menatap Jinan dengan kening mengerut.
"Kenapa buru-buru?" tanya Ervin.
"Ayo cepetan, gua ada rapat nih." Jinan berjalan terlebih dulu ke depan, meninggalkan Ervin ang masih bertanya-tanya di tempat.
"Ayo om!" teriak gadis itu dari depan.
"Iya sebentar!" balas Ervin tak kalah kencangnya. Ervin langsung memasukkan roti buatannya ke dalam wadah bekal dan tak lupa memasukkan susu ke dalam botol minum.
"Cepetan!" teriak Jinan lagi dengan sura yang lebih menggelegar.
"Iya sabar."
Ervin langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Kenapa sih? Kamu belum sarapan loh," ucap Ervin.
"bodo amat, gua udah telat banget ini," ucap Jinan dengan napas yang terengah.
"Tadi mas sempat bawain kamu roti, makan gih buat mengganjal perut." Ervin membererikan kotak bekal berwarna biru itu, lalu Jinan menerimanya dengan binary di matanya.
"Makasih," ucap Jinan, suaranya tidak terlalu jelas karena mulutnya penuh dengan roti.
"Makannya pelan-pelan nanti kamu tersedak," ucap Ervin lalu mendapat anggukan dari Jinan.
"Minum," ucap Jinan.
Ervin memberikan botol minum berisikan susu yang masih hangat. "Makasih," ucap Jinan sebelum meminum susu yang Ervin berikan.
"Sama-sama."
Mobil Ervin sudah sampai di depan gerbang kampus Jinan, sebelum keluar dari mobil seperti biasa Jinan mencium tangan suaminya terlebih dahulu.
"Jangan bandel ya." Ervin menyentuh kepala Jinan lalu mengacak rambut gadis itu hingga terlihat sedikit kusut.
"Nggak usah pegang-pegang, rambut gua kusut," protes Jinan ketus.
Ervin hanya tersenyum tanpa dosa. "Maaf sayang, ya sudah sana gih temen-temen kamu udah pada nunggun tuh." Ervin menunjuk kearah gerbang yang terdapat Berta dan Metta yang sudah berdiri di sana.
"Ya udah, Assalamualikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah memastikan bahwa Jinan benar-benar aman bersama teman-temannya, barulah Ervin melajukan mobilnya.
"Jinan, kita tungguin dari tadi lama banget," omel Metta yang sudah memegang kipas bergambar Doraemon di tangannya guna mengusir hawa panas yang melanda.
"Maaf tadi pagi gua kesiangan," cicit Jinan.
"Kita udah ditunggin sama anggota yang lain, yuk ah." Mertta jalan mendahuui Jinan dan Berta.
Jinan memang mengikuti salah satu organisasi yang ada di kampusnya yaitu UKM atau Unit Kegiatan Mahasiswa tempat atau wadahnya mahasiswa atau mahasiswi yang mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan, dan mengembangkan kegiatan ekstrakulikuler kemahasiswaan yang bersifat penalaran, minat dan kegemaran, kesejahteraan, dan minat khusus sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. salah satunya adalah Jinan gadis itu suka sekali dengan alam. Jinan tidak berminat untuk menjadi ketua atau semacamnya, gadis itu memilih sebagai anggota yang hanya diam menunggu instruksi lalu menjalankan tugasnya.
Aula kampus sudah dipenuhi oleh anggota lain dari jurusan lain pula tanpa berpikir panjang Jinan, Metta dan Berta ikut bergabung.
"Untuk yang baru datang, kalian bisa bertanya pada teman kalian yang sudah bergabung," ucap ketua UKM.
Metta mendengus kesal, "Apa susahnya sih dijealisn ulang," protes Metta kesal.
"Udah Met, jangan ngomel terus," celetuk Berta berbisik.
"Disuruh ngapain sih?" tanya Jinan pada teman yang di sebelahnya.
"Kita akan melakukan kemah di gunung salak dan berangkatnya besok," jelasnya.
Jinan, Metta dan Berta dibuat tercengang. "Terima kasih," ucap Jinan.
Seluruh anggota keluar dari aula setelah pembahasan kemah di gunung salak itu selesai.
"Gila aja besok, gua 'kan belum ada persiapan," omel Metta.
"Iya dan gua juga belum izin ke mami sama papi, sebelum berangkat pasti gua disuruh izin dulu sama eyang kakung dan eyang putri, tau sendiri eyang kalau membuat keputusan itu harus memerlukan waktu berhari-hari," ucap Berta yang menuangkan segala keluh kesahnya.
'Bener juga yang dibilang Berta, gua juga harus izin sama om Ervin, kira-kira diizinin nggak ya?' monolog Jinan dalam hati.
"Nan, lo kok diem aja sih, biasanya lo paling rempong kalo dadakan begini, melebihi Metta," ucap Berta.
"Gua juga lagi mikir," ucap Jinan menopang dagunya seolah benar tengah berpikir.
Ervin telah sampai di kampus Jinan sejak beberapa menit yang lalu sebelum makan siang, bibir lelaki itu membentuk bulan sabit ketika melihat istri kecilnya berjalan menghampirinya seorang diri.
"Assalamualaikum, mas." Jinan mencium tangan suaminya ketika sudah di dalam mobil.
"Waalaikumsalam, istriku."
"Apaan sih." Pipi Jinan merona ketika mendengar ucapan Ervin.
"Ihh merah," goda Ervin.
Jinan memukul lengan suaminya pelan, tidak sampai membuat Ervin kesakitan. "Terus aja lo godain gua, dasar om-om hidung belang!"
Ervin terbahak," maaf sayang."
Keduanya kembali diam, diam-diam Jinan tengah memikirkan bagaimana caranya meminta izin pada Ervin.
"Om," panggil Jinan sembari menatap suaminya.
"Iya kenapa?"
"Besok organisai yang gua ikutin mau ngadain kemah ke gunung Salak, gua boleh ikut ya," ucap Jinan penuh kehati-hatian.
Budayakan Vote dan mampir ke kolom komentar :)
Kalo ada typo tolong tandain :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top