Lo Marah Ya?

Siang ini seperti biasanya, Jinan pulang kuliah dijemput oleh Ervin. Namun, entah mengapa sikap Ervin berbeda. Jinan mencoba bertanya, namun gadis itu mengurungkan niatnya lantaran tidak berani ketika melihat wajah Ervin yang menakutkan.

Sesampainya di rumah pun Ervin masih tetap diam, bahkan keduanya memilih jalur yang berbeda. Jinan menuju kamarnya sedangkan Ervin memilih pergi entah kemana.

"Mau kemana lo?" tanya Jinan ketika melihat Ervin yang akan pergi lagi. Jinan mengikuti langkah Ervin hingga ke depan, Jinan mencoba mencekal pergelangan tangan Ervin, namun lelaki itu menepisnya pelan. Jinan diam di depan pintu menyaksikan Ervin yang masuk ke dalam mobil.

Ervin masih tetap diam, tidak menjawab pertanyaan Jinan. Lagi-lagi Jinan hanya bisa diam menatap nanar mobil yang dikendarai Ervin semakin menjauh.

"Om, mau kemana sih?" tanya Jinan pada kesunyian.

Rasanya Jinan akan mati dalam kebosenan yang sedari tadi melanda. Gadis itu hanya merubah posisinya yang terlentang menjadi miring kesamping, begitu seterusnya hingga Jinan benar-benar merasakan bosan.

"Gua punya salah apa ya samasi om?" gadis itu masih saja mengulangi pertanyaan yang sama, karena otaknya masih dipenuhi oleh Ervin.

Jinan memilih untuk membereskan rumah untuk mengobati kejenuhannya, pertama-tama Jinan memberihkan dulu halaman rumahnya, mulai dari mencabuti rumput dan menyapu halaman yang dipenuhi dedaunan yang jatuh. Gadis itu terlihat sangat cantik ketika wajahnya di penuhi keringat dan wajah yang memerah akibat panasnya terik matahari. Jinan mengela napsnya mengibaskan tangannya tepat di depan wajah guna mengusir panas yang melanda, gadis itu tersenym merasa puas dengan hasil karyanya, halaman rumah yang awalnya kotor dan penuh rumput kini sudah bersih nyaris tidak tersisa.

"Loh om, sejak kapan lo di situ!" Jinan terlonjak kaget ketika mendapati Ervin tengah berdiri tepat di belakang Jinan dengan tangan bersidekap dada. "Kalo ditanya itu jawab, nggak diem aja," ucap Jinan kesal lantaran Ervin mengabaikan pertanyaanya.

"Yang kamu lihat saya sedang apa?" tanya Ervin dengan wajah yang membuat Jinan semakin kesal.

"Tidur kali," jawab Jinan sekenannya, lalu gadis itu melenggang masuk ke dalam rumah.

Ervin terkekeh pelan ketika melihat istrinya kembali merajuk dengan ekspresi yang menggemaskan, setelah itu Ervin kembali menyusul Jinan.

"Tadi lo abis dari mana? Lo marah ya sama gua?" tanya Jinan yang tengah sibuk mengaduk kopinya.

"Tidak kok, tadi saya main," jawab Ervin singkat.

Jinan mendongakkan kepalanya menatap suaminya yang berada tak jauh darinya. Lelaki itu terlihat tengah mengunyah kerupuk dalam toples yang baru saja Jinan goreng.

Jinan berdecak kesal, "Mainya kemana, makannya jelasin dong," protes Jinan kesal.

Ervin mengentikan kunyahannya, lalu menatap istrinya yang masih memasang wajah cemberut, "Ya main, kamu tau kan definisi 'main' itu apa?"

"Main cewek?" tanya Jinan cepat bahkan Ervin belum menutup bibirnya.

"Tidak main cewek juga, tadi mas main ke depan sama bapak-bapak," jelas Ervin.

"Nah gitu kek, kan jelas." Jinan menghampiri Ervin dengan segelas kopi di tangannya. "Nih, mumpung gua lagi baik hati, gua bikini kopi." Ketika Jinan ingin pergi, Ervin mencekal pergelangan tangannya.

"Kenapa lagi sih? Kalo kopinya pahit tinggal tambahin gula."

"Saya minta maaf atas kelakukan saya," ucap Ervin penuh sesal.

"Maaf buat apaan?" tanya Jinan yang memang benar-benar tidak tahu.

Ervin terlihat gugup, terbukti lelaki itu tengah memilin kaus bagian bawahnya. "Intinya saya minta maaf."

Jinan semakin bingung, gadis itu masih menautkan alisnya. "Iya deh gua maafin, Walaupun gua nggak tau kesalahan lo di mana."

Ervin nampak tersenyum cerah, secerah bulan purnama. "Terima kasih," ucap Ervin tulus.

Jinan pergi meninggalkan Ervin karena gadis itu takut dengan sikap lelaki itu yang tiba-tiba berubah. Ervin masih mempertahankan senyum manisnya saat Jinan sudah tidak ada di hadapannya.

Setelah Ervin mengantarkan Jinan sampai ke rumah dengan selamat, lelaki itu kembali pergi ke rumah mertunya karena ada panggilan mendadak. Sebenarnya Ervin tidak tega mendiami Jinan, apalagi melihat wajah gadis itu terlihat sedih ketika lelaki itu mencuekinya.

Ervin sudah sampai di depan rumah mertunya dan sudah di sambut hangat oleh Adinata.

"Assalamualaikum, pah." Ervin mencium tangan mertuanya.

"Waalaikumsalam, ayo masuk kita ngopi dulu."

Ervin mengangguk, lalu mengikuti langkah Adinata menuju taman belakang.

"Bagaimana dengan Jinan?" tanya Adinata sembari meminum kopinya.

"Baik pah," jawab Ervin.

"Apa sudah ada perubahan?"

"Alhamdulillah sudah pah, beberapa hari ini sikap Jinan baik kepada saya, sudah tidak seperti dulu lagi," jelas Ervin membuat Adinata mengangguk.

"Syukurlah, papa selalu berpesan sama kamu, janga Jinan sebaik mungkin karena dia adalah anak papa satu-satunya dan jika kamu ada salah minta maaflah segera. Maaf papa selalu membuatmu susah Vin."

Ervin terkekeh, "Sudah menjadi kewajiban saya untuk menjaga Jinan saat kata 'sah' itu terucap, jika Jinan terluka maka saya akan lebih terluka dan tersiksa," ucap Ervin penuh ketulusan.

Adinata tersenyum, lalu menepuk pundak Ervin. Adinata tidak salah menjadikan Ervin sebagai menantunya, Ervin begitu meyanyagi Jinan setulus hati.

"Papa percaya sama kamu."

***

Lamunan Ervin terbuyarkan ketika mendengar teriakan Jinan dari dalam kamar, tanpa berpikir panjang lagi Ervin langsung lari menuju istrinya.

"Kenapa?" tanya Ervin dengan napas yang tereengah.

Jinan hanya menampakkan giginya dan mengangkat ke dua jari kanannya membentuk huruf 'V' Ervin menghampiri Jinan dengan dahi yang mengerut.

"Kenapa?" tanya Ervin lagi sembari mengguncangkan tubuh Jinan, lelaki itu takut jika ada sosok halus yang memasuki istrinya. "Ini siapa?!" tanya Ervin dengan nada naik, tatapan Ervin penuh selidik membuat Jinan menurunkan tangannya.

"Kenapa sih? Lo lupa sama gua?" tanya Jinan dengan wajah yang galak.

Ervin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, Ervin malu karena dugaanya salah.

"Jawab dong jangan memasang tampang memelas gitu," ucap Jinan tanpa merubah ekspresi wajahnya.

"Mas kira kamu ... kesurupan," ucap Ervin berbisik di akhir kalimat.

Jinan sontak membulatkan matanya lebar bahkan mulutnya pun sedikit mengaga, "Apa?! Coba ulangi sekali lagi," pinta Jinan dengan bersidekap dada wajah gadis itu berkali-kali lipat lebih mengerikan.

Ervin memilih untuk mengangkat dua jari tangan kanannya berbentuk V sembari menyengir kuda. "Maafin mas sayang, mas terlalu panik. Kamu sih tiba-tiba teriak."

"Ya maaf, tadi ada lebah masuk jadi gua reflex ngejerit," jelas Jinan ekspresi wajahnya sudah kembali normal.

Ervin membuang napasnya lega, "Tau begitu mas tidak lari-lari."

"Apa?! Jadi lo lebih memilih gua disengat lebah, betul seperti itu?" tanya Jinan wajahnya kembali menyeramkan.

Ervin memukul bibirnya sendiri lantaran telah salah berucap. "Bukan seperti itu, untung mas tadi tidak terpeleset gara-gara berlari," jelas Ervin.

"Ya kalo lo jatuh, itu salah lo lah, siapa suruh nggak hati-hati.

"Mas maafin kok," ucap Ervin dengan senyum manisnya

Jinan menatap Ervin dengan mengangkat satu alisnya. "Nggak nyambung!"


Budayakan Vote dan mampir ke kolom komentar:)

kalo ada typo tolong tandain ya :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top