Insiden

Setelah hujan mulai mereda, barulah Afzal dan kelompoknya kembali mejanjutkan perjalanan. Medan yang dilalui sangatlah licin, hingga mengharuskan seluruh anggota kelompok harus hati-hati mengambil langkah agar tidak terpeleset dan masuk ke dalam jurang. Akhirnya setelah satu jam perjalanan, kelompok yang diketuai oleh Afzal sampai juga di pos pertama, dari sana mendapatkan satu bendera. Setelah selesai mengistirahatkan kaki, kemudian melanjutkan kembali perjalanan agar tidak terlalu malam sampai ke tenda.

"Sayang kamu kenapa?" tanya Afzal yang melihat Jinan berjongkok memegangi kakinya.

"Nan lo nggak pa-pa?" tanya Metta menghampri Jinan.

"Lebih baik kita istirahat aja dulu sebentar," usul Berta.

"Nggak bisa!" bantah Afzal tegas. "Kalau sebentar-sebentar istirahat, mau sampai kapan kita finishnya? Ingat di sini semakin malam, semakin dingin," ucap Afzal.

"Zal, lo jangan egois dong, kasian Jinan kakinya udah bengkak," ujar Metta tak terima dengan keputusan Afzal yang tetap kukuh ingin melanjutkan perjalanan.

"Jangan manja, gua yakin Jinan masih kuat jalan." Dengan teganya Afzal meninggalkan Jinan yang masih menahan sakit di area kakinya.

Di tengah jalan, Jinan sempat tergelincir karena jalanan licin dan sempat tersandung juga akibat akar pepohinan yang sudah timbul kepermukaan tanah, namun Jinan tetap melanjutkan perjalanan dan tidak menghiraukan kakinya yang berdenyut karena tidak ingin membuat sahabat dan pacarnya khawatir. Akan tetapi, Jinan harus menahan perih di hatinya ketika Afzal nampak tidak peduli dengan kondisinya bahkan lelaki itu tega meninggalkan Jinan dan ke dua sahabatnya.

"Kurang ajar, dasar cowok egois, nggak punya hati," maki Mitta lantaran kesal dengan tingkah Afzal yang seperti anak kecil.

"Mit, udah ya, nanti kalo dia marah bisa panjang urusannya, lebih baik kita lanjutin perjalannya, gua nggak pa-pa kok, masih kuat jalan," lerai Jinan. Gadis itu hendak bangun namun lagi-lagi kakinya terasa nyeri untuk menopang tubuhnya.

"Nan, jangan dipaksain," ucap Berta sembari menahan tubuh Jinan agar tidak limbung.

"Ber, bener apa yang dibilang Afzal, nanti kalau kita nggak jalan cepet bisa kejebak di sini dan kedinginan." Setelah berucap, Jinan berjalan terlebih dahulu menyusaul Afzal.

"Ngeyel banget sih dibilangin," geram Mitta.

"Kita nggak boleh lengah, di sini cuma kita yang peduli sama keadaan Jinan," ucap Berta lalu di angguki oleh Mitta.

Ke dua gadis itu jalan tepat di belakang Jinan, sesekali Mitta meringis melihat cara jalan Jinan yang pincang bahkan sesekali Jinan berhenti untuk meredakan nyeri di kakinya.

"Met, gua nggak tega liat Jinan begitu. Gua telepon ketua aja ya," bisik Berta memberi usul.

Metta menggeleng, "Jangan, gua pengen tahu seberapa pedulinya Afzal sama Jinan."

Berta akhirnya mengalah dan kembali melanjutkan perjalanan. Hari sudah semakin larut, udara dingin pun semakin menusuk, bahkan telapak tangan pun sudah mati rasa. Keadaan Jinan semakin memburuk, kakinya bengkak hingga membiru. Sudah berkali-kali Mitta dan Berta menasehati Jinan untuk istirahat, namun Jinan dengan keras kepalanya. Sedangkan Afzal, lelaki itu tetap melangkah membelah jalan setapak tanpa memikirkan Jinan yang tengah menahan sakit. Sedari pemberhentian terakhir, Afzal tidak menoleh ke belakang sedikit pun untuk memastikan keadaan Jinan.

Jinan kembali berhenti, gadis itu mengurut kakinya sendiri untuk meredakan nyerinya. Berta dan Mitta yang melihat itu begitu iba, tidak ada yang bisa mereka lakukan di tengah hutan seperti ini selain memberikan pertolongan seadanya.

"Nan, udah ya jangan dipaksain lagi. Gua takut kaki lo semakin parah," ucap Mitta.

Jinan tetap menggeleng, "Nggak Met, kita harus sampai finish," ucap Jinan gigih tidak bisa terbantahkan.

Berta yang sedang mengoleskan minyak di kaki Jinan pun mendongak, "Lo keras kepala banget sih Nan, lo nggak mikirin kita-kita ya kalau nantinya bokap sama nyokap lo nuduh kita yang nggak-nggak gimana? lo mau kaya gitu?" Berta sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi, secara terang-terangan Berta meluapkan emosinya.

Jinan terkekeh, "Nggak akan, nanti gua yang jelasin ke mama sama papa."

Mitta berdecak kesal, "Udah deh Ber, nggak usah bujuk-bujuk dia lagi, yang namannya keras kepala tetep aja keras kepala. Jinan sama Afzal itu nggak ada bedanya, sama-sama susah kalo dibilangin," ucap Metta lalu melenggang pergi meninggalkan Jinan dan Berta.

Jinan menatap nanar punggung Metta yang semakin menghilang di balik kabut tebal itu. Hingga tetes air mata Jinan luruh membasahi pipinya.

"Lo mau ninggalin gua juga Ber?" tanya Jinan sembari menatap Berta dengan air mata yang mengalir.

Berta menggeleng tegas, "Gua nggak akan ninggalin lo di sini sendirian Nan, maafin Metta ya, mungkin dia lagi capek aja sama lagi kesel sama Afzal."

Jinan tersenyum setelah mendengar ucapan Berta. Meski pun Berta anak yang manja, namun di balik sisi manjanya Berta juga gadis yang sabat dan setia. Jinan mengambil napas dalam-dalam lalu mengembuskannya secara perlahan, setelah itu bangkit dengan semangat.

"Jinan hati-hati," peringat Berta.

Jinan terkekeh, "Udah gua nggak pa-pa, ayo kita lanjut perjalanannya."

Jinan dan Berta kembali melanjutlan perjalanan. Meski pun Jinan berjalan sangat pelan, namun Berta begitu sabar menunggu dan menuntun Jinan.

Sementara itu di tempat Metta dan Afzan. Ke dua insan berbeda jenis itu tengah berdebat sengit di tengah hutan yang dingin ini.

"Eh, lo punya otak 'kan? Kenapa lo ninggalin Jinan dengan keadaan kakinya yang lagi sakit?" tanya Metta yang berapi-api.

Afzal bersidekap dada, "Urusan lo apa sih? Dia udah gede, gua yakin dia baik-baik aja, dasarnya manja aja makannya dia ngeluh terus," ucap Afzal dengan gaya tengilnya.

Metta menggelengkan kepalanya, tidak percaya jika Afzan dengan teganya berbicara seperti itu. "Lo egois Zal, percuma lo pinter tapi otak lu nggak berfungsi dengan baik. Gua rasa hati lu udah mati."

"Udah deh Mett, lo emang sepupu gua, tapi bukan berarti lo ngatur-ngatur hidup gua. Ini hidup gua jadi tolong berhenti urusin urusan gua." Setelah Afzal meluapkan emosinya, lelaki itu memilih pergi dan kembali melanjutkan perjalanan.

"Afzal!" Metta berteriak memanggil sepupunya itu, namun Afzal tidak sedikit pun menghiraukannya. Lelaki itu terus saja berjalan mengikuti petunjuk arah yang telah disediakan.

Metta dan Afzal memang saudara sepupu, namun tidak ada yang mengetahuinya termasuk Jinan dan Berta. Metta memang sengaja menyembunyikannya karena Metta tidak ingin dikejar oleh gadis-gadis yang terpikat oleh Afzal hanya untuk sekedar mengorek informasi. Alsan Metta meninggalkan Jinan adalah, gadis itu ingin menceramahi Afzal habis-habisam karena sikapnya yang terlalu egois dan seolah keadaan Jinan itu baik-baik saja. Namun, apa yang Metta dapatkan? Gadis itu malah mendapat jawaban yang mengejutkan dari Afzal yang seharusnya tidak lelaki itu ucapkan. Metta pun memilih bungkam, rasanya sudah lelah menghadapi sikap Afzal yang tidak pernah berubah.

Metta kembali melanjutkan perjalanannya seorang diri dengan membawa segala beban amarah yang dibawanya.

Sementara itu di tempat Jinan dan Berta, ke dua gadis itu masih berjuang bersama melewati jalanan setapak yang licin.

"Nan, bentar ya gua mau benerin tali sepatu gua yang copot." Merta berjongkok membenarkan tali sepatunya.

Jinan pun mengangguk, namun ketika Berta tengah membenarkan tali sepatunya tidak sengaja Jinan menginjak tanah yang begitu licin sehingga membuatnya tidak seimbang dan tergelincir ke bawah.

"JINAN!" teriak Berta hingga membuat Metta yang lumayan jauh jaraknya pun menbdengar suara teriakan itu. Tanpa berpikir lagi, Metta langusung berlari menuju sumber suara.


Budayakan Vote dan mampir ke kolom komentar ya :)

kalo ada typo tolong tandain :) 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top