Gunung Salak

Semua tenda sudah berhasil didirikan, kini kegiatannya hanya bersantai menunggu instruksi dari ketua untuk agenda selanjutnya. Jinan tengah mengobrol bersama ke dua sahabatnya, ketiganya nampak asyik membicarakan sesuatu hingga sesekali terdengar gelak tawanya.

"Berta mah jangan ditanya lagi, pasti mami sama papinya ngasih wejagan banyak sama dia," ucap Metta lalu disusul dengan gelak tawa.

"Maklum, 'kan anak mami, papi jadi nggak boleh sembarangan keluar rumah apa lagi tanpa pengawasan," ucap Jinan dengan gelak tawanya pula.

Berta yang menjadi objek sasaran tawa Jinan dan Matta hanya bisa mencebikkan bibirnya kesal. Berta memilih untuk abai dan fukus pada ponselnya mencoba tidak menghiraukan ucapan Metta dan Jinan.

"Ciee marah."Metta mencolek dagu Berta agar gadis itu tidak marah lagi.

"Tau nih Berta nggak asik, kitakan cuma bercanda," sambung Jinan.

"Kalian berdua bikin gua kesel tau nggak," ucap Berta dengan nada ketus bibirnya pun masih mengerucut.

"Ya Allah Ber, bibir lo pengenh gua timpuk," ucap Jinan.

"Jin, jangan kaya gitu," rengek Berta, gadis itu benar-benar jengah dengan sikap ke dua sahabatnya yang selalu menggodanya.

"Nama gua Jinan, tolong manggilnya yang lengkap," ujar Jinan wajahnya kesal.

Ketika Jinan, Metta dan Berta tengah asyik bercanda, tiba-tiba Afzal datang menghampiri dengan senyum manis yang tak lepas lelaki itu pancarkan untuk sang kekasih.

"Jinan," Metta menyukut perut Jinan agar gadis itu menoleh kebelakang.

"Apaan?" tanya Jinan berbisik.

"Itu." Berta menunjuk kea rah belakang dan Jinan pun menoleh.

"Afzal," panggil Jinan sedikit canggung.

"Enak ya yang punya pacar, nasip orang jomblo mah cuma bisa jadi obat nyamuk," ucap Berta menyindir.

"Iri? Bilang bos." Jinan berucap sembari mengedipkan sebelah matanya genit ke arah Berta.

Melihat respon Jinan, Berta mendengus kesal. "Awas lo, gua anti juga bakalan dapet pacar.

"Emang dibolehin pacaran sama mami, papi lo?" sahut Metta cepat.

"Kalian berdua emang benber-bener ngeselin." Berta beranjak dari duduknya dengan perasaan kesal. Meta yang melihat tingkah Berta yang sedang merajuk hanya bisa tertawa sampai perutnya sakit.

"Jinan, Afzal, gua tinggal dulu ya," ucap Metta sebelum pergi meninggalkan tempat. Jinan dan Afzal menganggukkan kepalanya.

"Kamu kok nggak bilang sih mau ikutan kemah," protes Jinan menatap Afzal kesal.

Afzal terkekeh pelan, "Maaf, kan niatnya mau bikin kejutan," jelas Afzal mampu membuat hati Jinan menghangat.

Jinan menghela napasnya pelan, "Udah makan?" tanya Jinan.

"belum," jawab Afraz menggelengkan kepalanya.

"Kenapa belum makan? Nanti perut kamu sakit baru tahu rasa," omel Jinan. Afraz memang kerap kali mengeluh perutnya sakit jika terlambat makan dan Jinan tidak ingin itu terjadi untuk saat ini.

"Iya, nanti aku makan." Afraz mengajak puncak kepala Jinan hingga membuat rambutnya berantakan.

"Kamu ini kebiasaan deh, kaya mas ..." ucapan Jinan terhenti ketika gadis itu menyadari akan ke mana arah pembicaraanya nanti.

"Mas siapa?" tanya Afzal penuh selidik.

"Maksud aku, kaya saudara aku, kebetulan aku manggilnya mas," jelas Jinan mencoba meyakinkan Afzal.

"Oh, aku kira mas siapa."

Jinan bernapas lega ketika Afzal percaya dengan ucapannya, Jinan menyandarkan kepalanya pada bahu Afzal yang lebar nan kokoh, rasanya begitu nyaman ketika tangan besar lelaki itu mengusap kepalanya dengan sayang.

"Gimana kabar mama sama papa kamu?" tanya Afzal memecah keheningan ketika keheningan tercipta beberapa saat.

"Baik, gimana kabar mama dan papa kamu?" tanya Jinan mendongak menatap Afzal.

"Mama sama papa aku baik juga kok," jawab Afzal dengan senyum manis di wajahnya.

Tiba-tiba ponsel Afzal berdering, entah mengapa lelaki itu buru-buru berdiri dan menjauh dari Jinan. Jinan yang melihat ke anehan Afzal hanya bisa menerka-nerka.

"Ada apa?" tanya Jinan setelah Afzal kembali.

"Tadi mama aku telepon," jawab Afzal.

Entah mengapa Jinan masih tidak percaya, gadis itu masih saja menatap curiga pada ponsel yang sedari tadi Afzal genggam erat.

"Udah sayang, aku nggak bohong kok," ucap Afzal mencoba menghilangkan kecurigaan Jinan.

Jinan mengangguk percaya lalu tersenyum. Gadis itu kembali bersadar pada bahu Afzal yang mampu membuatnya tenang. Afzal menggengem mesra jemari Jinan, Afzal terkekeh pelan ketika melihat tangan Jinan yang terlihat kecil di genggamannya.

"Kenapa?" tanya Jinan mendongak menatap Afzal dengan kening mengerut.

"Tangan kamu mini banget," canda Afzal, lelaki itu menggaduh kesakitan ketika menerima cubitan panas dari Jinan.

"Sakit, sayang," ucap Afzal sembari mengusap bekas cubitan yang terasa berdenyut.

"Abisnya kamu ngeselin." Jinan memajukan bibirnya hingga mirip seperti bebek.

"Jangan cemberut gitu ih, nanti nambah cantik," godak Afzal sembari mencolek dagu Jinan hingga membuat gadis itu merona.

"Afzal, jangan bikin aku malu," ucap Jinan menundukkan wajahnya, gadis itu tidak ingin menunjukkan pipinya yang memerah seperti kepiting rebus.

Jinan dan Afzal bercanda hingga tidak terasa matahari telah tenggelam, agenda kegiatan malam ini hanya mengobrol dan bercanda bersama api unggun kecil yang menyala. Afzal memetik gitarnya di samping Jinan, gadis itu menggoyangkan badannya mengikuti alunan musik gitar yang sengaja Afzal petik untuknya.

Sedangkan Metta dan Berta, ke dua gadis itu hanya menatap iri ke arah Jinan yang begitu mesra, hingga tanpa keduanya sadari, Metta dan Berta sudah berpelukan.

"Kapan sih nasip jomblo kita hilang?" tanya Berta sembari menggigit bajunya sendiri.

Metta mengangguk sedih, "Iya, capek gua pelukan sama lo terus," ucap Metta.

Sontak Berta tersadar akan tindakkanya yang memeluk Metta, gadis itu bergidik ngeri.

"Kenapa lo? Kesetanan ya?" tanya Metta sinis ketika melihat Berta bergidik ngeri menatapnya.

"Gua takut aja sama lo," ucap Berta membuat Metta semakin kesal.

"Eh, lo kira gua ini nenek lampir apa?" tanya Metta menaikkan nada suaranya.

"Teriakan lo aja udah bisa menjawab semuanya," ujar Metta secara tidak langsung mengejek suara Metta yang cempreng.

"Suara kita nggak ada bedanya ya, Ber. Sama-sama cempreng."

Berta mendengus kesal ketika Metta memilih untuk memunggunginya, Berta mencoba mebujuk sahabatnya itu dengan menggoyangkan badannya dan sesekali mencolek lengannya agar Metta teusik dan mau menatapnya lagi.

"Met, jangan marah dong. Iya deh gua salah, gua minta maaf," ucap Berta nadanya penuh penyesalan.

Perlahan tubuh Metta berbalik kembali menatap Berta, tawa Metta hampir saja pecah ketika melihat bibir sahabatnya itu mencebik.

"Iya deh gua maafin."

Berta tersenyum cerah, bahkan deretan giginya hampir terlihat keseluruhan.

"Mingkem woy, hati-hati ada lalet masuk bisa panjang nanti urusannya," ucap Metta, Berta langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

Sementara itu di tempat Jinan dan Afzal, ke dua pasangan sejoli yang tengah dimabuk asmara itu masih asyik bergelayut manja satu sama lain, sesekali Jinan mencubuit lengan Afzal untuk menyalurkan kekesalannya.

"Cubitan kamu itu sakit tau," protes Afzal namun wajahnya tidak menampakkan kekesalan.

Jinan menatap Afzal, "Kamunya sih negselin."

Afzal mencubit hidung Jinan dengan gemas hingga menibulkan rona merah di sana. "Jangan ditarik hidungnya, sakit tau," rengek Jinan manja sembari mengusap hidungnya yang berdenyut.

"Abisnya kamu gemesin."

Keduanya saling tertawa bahagia bersama hingga melupakan Metta dan Berta yang juga berada di tempat yang sama. Bahkan dengan tegannya Jinan tidak memberikan kabar apa pun kepada Ervin. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top