Diamnya Ervin

Pagi ini nampak tidak ada yang berbeda, seperti biasa Jinan berangkat kuliah dan Ervin mengantarkan Jinan. Namun, bedanya kali ini di meja makan tidak ada sarapan sama sekali, padahal Jinan sudah berharap akan ada segelas susu dan sepiring nasi goreng. Jinan menatap meja makan itu nanar, gadis itu memilih duduk, sesekali tangannya mengusap perutnya yang sedari tadi minta diisi. Ketika Jinan tengah asyik melamun, tiba-tiba Ervin datang.

"Om, nggak ada makanan apa?" tanya Jinan dengan wajah yang memelas.

Ervin berlalu begitu saja, tanpa berhenti dan menoleh. Jinan mengerutkan dahinya bingung, lalu kembali cuek.

"Kurang jamu apa gimana sih tuh orang?" gumam Jinan dalam keheningan. Karena lelah hanya diam saja di meja makan, Jinan memilih untuk mandi lalu bersiap untuk ke kampus.

Jinan melihat Ervin tengah mencuci mobil, hanya dengan memakai kaus ketat serta celana di bawah lutut.

"Lo nggak nganterin gua kuliah?" tanya Jinan terlihat mendekat ke arah suaminya.

Ervin masih saja bungkam, lelaki itu semakin sibuk membersihkan mobilnya. Jinan berdecak kesal, 'emangnya mobil itu lebih menarik ya dari pada gua?' batin Jinan dengan wajah kesal.

"Ojol kan ada, Afzal juga ada 'kan?" tanya Ervin, sama sekali tanpa menatap Jinan.

"Kok jadi bawa-bawa Afzal sih?" protes Jinan tidak terima lantaran kekasih hatinya di bawa-bawa dalam pembicaraan keduanya.

"Kenapa marah? Letak kesalahan saya di mana ya?" kali ini Ervin menatap Jinan, namun tatapannya beda, kali ini lebih dingin dan tanpa ekspresi seperti biasanya.

"Tau lah, kalo nggak mau nganterin gua ya bilang aja, nggak usah bawa-bawa pacar gua!" Jinan meninggalkan Ervin dengan suasana hati yang dongkol. Jinan memutuskan untuk naik ojek online saja, tidak berselang lama pesanan ojek pun datang.

Ervin hanya menatap istri kecilnya dari kejauhan, bukannya Ervin tega membiarkan Jinan naik ojek online, tapi Ervin hanya ingin memberi pelajaran bahwa dirinya juga sangat berarti di kehidupan Jinan.

Tiba-tiba ponsel Ervin berdering saat lelaki itu tengah mencuci mobil. Ternyata sang ibu yang menelpon.

Assalamualaikum, bu. Enten nopo?" tanya Ervin, lelaki itu meletakkan selangnya lalu mematikan kerannya.

"Kamu itu kapan pulang to le? Ibu sama bapak sudah kangen sama kamu," ucap sang ibu, nada suaranya begitu sedih lantaran memikirkan anak lelakinya yang tengah merantau.

"Njeh bu, nanti kalau Ervin sudah mendapat izin akan segera pulang. Bapak sama ibu sehat-sehat to?"

"Ibu sama bapakmu sehat le, jaga kesehatan di sana ya, jangan lupa kewajiban kamu dan jangan telat makan kamu itu punya sakit lambung le."

Ervin terkekeh, rasanya sudah lama tidak diceramahi oleh ibunya. "Njeh bu."

"Yowis le, ibu tutup dulu. Jangan lupa sama pesan ibu tadi. wassalamualaikum"

"Njeh bu. Waalaikumsalam."

Ervin menghela napsnya kasar, rasa bersalahnya tiba-tiba muncul ketika sang ibu menelepon. Pernikahannya memang belum diketahui oleh pihak keluarga, bukannya Ervin durhaka, hanya saja Ervin tidak ingin ibu dan bapaknya berpikiran negative terhadapnya karena memang pernikahannya begitu mendadak takutnya ibu dan bapak mengira Ervin telah menghamili anak orang. Walaupun keluarganya dari kalangan sederhana, bapak dan ibunya sangat memegang teguh sebuah kehormatan.

Setelah menyelesaikan segala pekerjaan rumah, Ervin mumutuskan untuk menjemput istri kecilnya. Sudah pasti Jinan sudah selesai kelasnya, karena jam menunjukan pukul dua belas tepat.

Ervin setia menunggu istrinya keluar dari gerbang, sekilas bila dilihat penampilan Ervin bukanlah seperti supir melainkan seperti pria yang mempunyai karir, bagaimana tidak, penampilannya sungguh menawan walaupun badannya tidak atletis namun jika dipandang kegagahannya sangat terpancar. Lelaki itu mengenakan celana di atas lulut dipadukan dengan baju lengan pendek, terlihat tampan dan menggiurkan.

"Nan, itu supir lo 'kan?" tanya Berta si tukang kepo.

"Seriusan?" Metta memandang Ervin penuh minat.

Jinan melihat reaksi ke dua sahabatnya sangat tidak suka, Jinan hanya acuh lalu memilih pergi meminggalkan ke dua sahabatnya yang tengah mematung takjub.

"Ngapain sih lo pake baju itu?" tanya Jinan sinis menilai penampilan Ervin.

"Memang ada yang salah dengan pakaian saya? Saya 'kan bukan supir lagi," jelas Ervin.

"Lo emang bukan supir kalo di rumah, tapi kalo di luar lo tetep jadi supir gua," ucap Jinan lansgung masuk ke dalam mobil.

Ervin menatap ke dua sahabat Jinan melambaikan tangan kearahnya, Ervin pun membalasnya dengan senyuman lalu lelaki itu ikut masuk ke dalam mobil dan tak lama kemudian mobil itu melaju membelah jalanan Jakarta yang begitu padat.

Di dalam mobil keduanya sama-sama diam, Ervin yang fokus menyetir sedangkan Jinan tengah fokus pada jalanan.

"Lapar tidak?" tanya Ervin memecah keheningan. Lelaki itu menatap Jinan dengan kerutan di keningnya, pasalnya istri kecilnya itu tidak pernah melamun tidak jelas seperti sekarang ini.

"Kalo gua makan angin, mana mungkin bisa laper," jawab Jinan tanpa mengubah posisinya.

"Tidak ada hubungannya sama angin."

"Jelas ada. Udah tau gua baru pulang kuliah, otomatis nggak makan apa-apa 'dari pagi' dan lo masih nanya gua laper atau nggak?" Jinan menatap Ervin tajam. Mengingat pagi tadi tidak ada sarapan sama sekali di atas meja membuat amarah Jinan melonjak.

"Ya sudah nanti makan di rumah, saya juga sudah masak," jelas Ervin menarik bibirnya tersenyum tipis.

"Gua kira mau makan di resto mahal, tau gitu nggak usah nawarin kali. Nanti juga gua pulang ke rumah kok."

Ervin baru menyadari, istrinya memang mempunyai sifat yang menyebalkan dan selalu saja mencari-cari kesalahan orang. Tidak ada salahnya menawari makan, siapa tahu Jinan ingin makan sesuatu.

"Maaf," ucap Ervin, setelah itu keduanya tidak membuka suara hingga mobil yang dinaiki keduanya masuk ke dalam garasi.

Jinan keluar begitu saja tanpa mengucapkan apa-apa. Ervin hanya bisa menatap punggung Jinan dengan helaan napas.

"Sabar, harus sabar," setelah emosi Ervin benar-benar reda, barulah lelaki itu menyusul istrinya ke dalam rumah.

Ervin tersenyum tipis ketika melihat Jinan dengan lahapnya memakan masakannya. Dengan tenang Ervin menghampiri Jinan.

"Masakan saya enak 'kan?" tanya Ervin sembari menaik turunkan alisnya.

"Biasa aja," jawab Jinan cuek, namun tangannya terus saja menyuapkan nasi kedalam mulutnya.

Ervin mengembuskan napasnya kasar, "Ok, kalau begitu besok-besok saya tidak akan masak lagi." Setelah berucap demikian, Ervin melenggang pergi begitu saja.

Jinan terdiam setelah mendengar ucapan Ervin. "Nanti kalo dia nggak masak, gua makan apa dong? Ya kali makan angin, bukannya kenyang yang ada malah kembung," gumam Jinan.

Jinan kembali ke kamarnya setelah menyelesaikan makan siangnya. Ervin tidak terlihat sedari percakapan di meja makan tadi, Jinan pun tidak peduli. Sebelum tidur siang, Jinan membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Setelah ritualnya selesai, barulah gadis itu terlelap dalam tidur siangnya.


Budayakan Vote dan mampir ke kolom komentar ya :)

Kalo ada Typo tolong tandain juga ya :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top