satu

Ini adalah hotel pertama yang lobinya bernuansa remang-remang yang pernah Razan masuki.
Tapi tentu saja ini bukan hotel ecek-ecek, tujuannya pasti untuk menjaga privasi para tamu yang sangat butuh area santai tanpa perlu takut terganggu.
Jadi siapapun yang keluar masuk hotel ini dimalam hari takkan bisa dikenali orang lain yang ada di lobi, kecuali mereka memang sudah janjian.
Karena itukah Sloan menyuruhnya datang ke sini?

Ya tentu saja!
Sloan pasti tidak mau ada yang tahu kalau dia akan bertemu Razan di sini.
Apakah serendah dan sehina itu Razan di mata Sloan?

Sekali lagi jawabannya adalah ya!
Jika ada orang yang paling membenci dan jijik pada Razan maka jawabannya adalah Sloan!
Meski dulu mereka pernah jadi teman baik.

Sloan
Nama itu tak berhenti bergema di benak Razan semenjak papa menyebut nya seminggu yang lalu yang langsung Razan yakini sebagai Sloan nya.
Getaran di hati Sloan mengatakan kalau pria tersebut masih bertahta disana.
Sepuluh tahun yang sudah berlalu tidak merubah apapun!

Wajah Sloan yang keras dan matang menempel kuat dibenak Razan.
Bahkan setelah pertemuan dua hari yang lalu, sosok tersebut selalu muncul jika Razan hanya sekedar memejamkan mata dan menjajah mimpinya.

Razan menghela napas, menggigit bibirnya dan dengan mantap melangkah kebagian concierge
"Maaf bisakah anda menyampaikan pada tuan Sloan Motzi kalau Razan Amtef sudah datang"
Pintanya pada orang-orang yang duduk disana.

Salah satu dari mereka menganggukkan dan melakukan kontak telpon hanya dalam beberap detik telpon sudah diletakan dan Razan di suruh naik ke lantai 56 kamar no.1
Razan mengangguk sebagai ucapan terimakasih lalu berbalik menuju ke arah Lift khusus setelah diberi card.

Penjaga Lift menanyakan tujuan Razan dan terlihat kaget mendengar jawabannya.
Meski berusaha tak kentara tapi tentu saja Razan sadar kalau pria tersebut diam-diam memperhatikannya dari atas ke bawah.
Razan tahu kalau dari lantai lima  puluh sampai lantai lima lima hanya ada suite room dan presidential suite, sepuluh kamar setiap lantainya.
tapi dilantai lima puluh enam hanya terdapat empat cabana suite yang artinya setiap kamar punya kolam renang private!
Tentu saja dengan penampilannya, sulit membayangkan Razan kenal salah satu orang-orang tersebut.
Kenapa Razan bisa tahu sedetil itu?

LIMA tahun yang lalu saat hotel ini diresmikan, nama Sloan lah yang dinyatakan sebagai pemiliknya, memicu Razan diam-diam mulai penasaran, membuat nya mencari tahu segalanya tentang hotel tersebut dan juga Sloan yang baru muncul lagi setelah menghilang begitu lama setelah lulus sekolah.
Meski tahu tak ada hubungan dengannya tapi tetap saja Razan senang dan bangga dengan keberhasilan Sloan.
Meski tidak sekalipun Razan pernah mengharapkan pertemuan dengan Sloan.
Razan justru berdoa agar seumur hidup dia tidak pernah bertemu Sloan lagi, malu dan sedih mengingat bagaimana hubungan mereka dulu.

Namin Sayangnya Doa nya tidak terkabul, seminggu yang lalu papa yang terbaring lemah mulai menyebut nama Sloan dan dua hari yang lalu papa meminta Razan menemui Sloan di kantornya.
Pertemuan yang membuat Razan ingin mati saja saat itu.

Gedung kantor Sloan tidak tinggi hanya sepuluh lantai tapi luas dan mewah, disana semua bisnis atau usaha jasa milik Sloan dikendalikan, dengan Sloan sendiri yang bertindak sebagai pemimpin utama dan satu-satunya hingga tak mungkin bagi para penghianat bisa menggulingkannya.

Ketika jam pertemuan diatur setelah jam kantor, Razan langsung tahu kalau Sloan tak ingin orang membicarakan kehadirannya disana.
Razan datang sesuai dengan jam yang sudah disepakati oleh Sloan dan papanya.
sekretaris pribadi Sloan seorang pria tua yang harusnya sudah pensiun diumurnya saat ini, langsung mengenalinya dan menyuruh Razan masuk sedangkan dia hanya menunggu di depan pintu, memberi kesempatan Razan bicara empat mata dengan Sloan.

Jantung Razan lemas saat melihat kursi yang membelakanginya, tahu Sloan duduk disana menunggunya dalam diam, dengan segala kebencian dan amarah, sambil memperhatikan langit merah di luar sana.

Apakah harusnya Razan berdehem, bersuara atau pura-pura batuk agar Sloan tahu kalau dia sudah disini?
Tapi tidak mungkin juga Sloan tidak mendengar suara pintu yang terbuka lalu ditutup bukan?

"Jadi nona besar sudah datang! "

Suara yang dingin tersebut membuat Razan yang masih sibuk berpikir terperanjat, keringat dingin mengalir dipunggung, padahal AC sudah diatur untuk membuat penghuni ruangan ini merasa sejuk dan nyaman.

Sloan berdiri tanpa memutar kursinya terlebih dahulu. perlahan barulah dia berbalik menghadap Razan.
detik itu juga jantung Razam bagai di bom Atom.
Meledak oleh sesuatu yang selama ini berusaha dia pendam dan ingkari, yaitu cintanya pada pria tersebut.
Pada usahanya untuk tidak mencintai pria ini.

Razan menelan ludah, membasahi tengggorokannya yang sekering amplas.
Mata nya perih saat dia menahan kedipan, Razan takut airmatanya akan jatuh.
Kerinduannya pada pria ini memuncah.
Satu-satunya yang Razan inginkan adalah menyentuh Sloan agar dia tahu kalau ini bukan mimpi, pria tersebut benar-benar nyata.

Sloan berjalan mendekat lalu duduk di sofa, didekat Razan tapi sepertinya dia beranggapan kalau Razan tidak layak untuk diperlakukan dengan baik sampai tidak mau mempersilakan duduk.

"Apa papamu tersayang yang memyuruhmu datang menemuiku?"

Pertanyaan tersebut sebenarnya tidak perlu Sloan lontarkan sebab mereka berdua sudah tahu jawabnnya tapi tak urung Razan mengangguk juga, terus menatap lantai atau apapun asalkan bukan sosok Sloan yang dicintainya.

"Kalau papamu tidak meminta, apakah kau mau menemuiku"

Kali ini mereka berdua juga tahu jawabnya tapi bagaiamanapun Razan harus menjawab sebab suara Sloan jelas menuntut.
Razan menggeleng tanpa Ragu.
Itu benar, kalau bukan karena papa yang memohon Razan takkan pernah sanggup menunjukkan batang hidungnya pada Sloan.
Sloan tiba-tiba berdiri, terlalu dekat hingga dada Razan menempel ke kelepak jas nya.

"Jadi katakan padaku, apa kau tahu kenapa kau diminta papamu menemuiku?"
Ejek Sloan memaksa Razan membalas tatapannya yang tajam.
Perlahan Razan kembali menggeleng.

Sloan tertawa mengejek.
"Apa lidahmu sudah dimakan tikus? Kenapa dari tadi kau tidak bersuara?"
Tanyanya tanpa nada humor.
"Katakan padaku, menurutmu kenapa papamu meminta agar kau menemuiku?"
Desak Sloan yang kembali duduk, membuat Razan merasa kehilangan.

Razan harus menelan ludah dan berdehem sebelum mulai bicara, matanya lurus menatap Sloan.
"Papa bilang hanya aku yang bisa menolong keluarga kami.
Dan dia memintaku agar memastikan agar kerjasama kalian terlaksana dan berjalan mulus"
Jawab Razan serak nyaris berbisik.
Entah di mana salah kata-kata Razan, sampai Sloan terlihat kaku untuk sedetik sambil mengernyit seperti kesakitan.

"Jadi apa dia tidak menjelaskan kerjasama apa yang akan kami lakukan dan bagaimana caranya agar aku tidak menolak permohonannya?"

Sekali lagi Razan memilih menggeleng, menjawab pertanyaan Sloan.
Mata Sloan berkilat dan Razan anggap sebagai marah dan benci.

"Jadi kau datang kesini begitu saja tanpa bertanya-tanya dulu. Kau masuk kandang macan tanpa membawa persenjataan atau perlindungan diri, sesuatu yang dulu seingatku selalu kau pakai" ketus Sloan.

"Papa sakit, hanya aku yang bisa menolongnya dan hanya dia yang aku punya jadi akan kulakukan apapun yang dia minta selama itu membuatnya senang dan memperdulikanku
Desah Razan menahan sebak.

Sloan mendengus.
"Papamu benar-benar tahu cara meminta balas jasa ya.
Ini bayaranmu atas semua yang dia berikan padamu dulu ya.
Hebat sekali!"

Hinaan Sloan tidak bisa Razan biarkan.
"Aku putrinya, wajar dia memanjakanku selagi dia bisa dan mampu.
Aku anaknya sudah kewajibanku membalas jasanya"
Tegad Razan dengan suara lebih kuat, tidak menganggap perlu kalau semua yang dipunyanya dulu dia dapat dari mama, bukan dari papa.

Sloan tersenyum, kembali berdiri. Kali ini lebih rapat dari yang tadi dengan tubuh sedikit membungkuk, hingga Razan takut Sloan akan tahu kalau putingnya berdiri dibalik jaket tebal yang dia pakai dengan tujuan awal untuk menyembunyikan blouse lusuh yang dia pakai.

"Jadi menurutmu wajar jika seorang ayah menyerahkan putrinya pada pria lain hanya demi bisnis"
Bisik Sloan di telinga Razan.

Razan tidak tahu apa yang membuatnya reflek mendorong Sloan sambil melompat mundur.
Apakah karena kata-kata Sloan atau hembusan napas Sloan yang hangat di telinganya?

Sebelah alis Sloan terangkat mengejek saat tatapannya menyusuri Razan dari atas ke bawah, benar-benar mengamati Razan untuk pertama kalinya semenjak mereka bertemu lagi setelah sepuluh tahun.
Razan malu sekali karena dia tahu pasti bagaimana penampilannya saat ini, berbanding terbalik dengan penampilan Sloan yang gemerlap dan berkelas!

"Oke, mari kita simpulkan kau tidak tahu semua ini ya?!"
Sesal Sloan jelas dibuat-buat.
"Lalu apakah kau mau mendengarkan semua yang akan kuceritakan atau kau memilih pergi tapi dengan resiko semua kesepakatan yang aku lakukan dengan papamu batal saat ini juga?"

Razan tidak mungkin pergi.
Selain memikirkan papa yang sakit-sakitan, kakinya juga terlalu lemas saat ini, sampai tak mungkin diajak bekerjasama, melangkah keluar dari ruangan ini.

*******************************
(24052020) PYK

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top