BAB 25 END

Yuhuuu part terakhir nih.


==========================================

BAGIAN 

DUA PULUH LIMA (25)

==========================================

“Saya sudah di rumah sakit, Pa.”

Dhega langsung saja mengabari posisinya pada sang mertua yang menelepon.

“Gratha sudah siuman.”

“Kondisinya membaik, Pa.”

“Saya juga berharap, Grath bisa pulih.”

Ditengah fokusnya memberi tahu keadaan sang istri, kaki-kaki panjangnya pun tetap dilangkah dengan laju kian cepat.

Menyusuri lorong dan mengikuti ajudan pribadinya menuju ruangan inap VIP.

Tentu di sana, istrinya sedang dirawat.

Kamarnya mulai dihuni sedari kemarin, setelah operasi wanita itu sukses.

Ya, peristiwa pendarahan dialami Agratha dengan usia kehamilan delapan bulan, jadi kejadian yang amat memilukan.

Membuat Agratha harus melahirkan calon buah hati mereka lebih awa dari HPL. Dan tentu lewat tindakan operasi dilakukan.

Nyawa keduanya bisa selamat, walaupun dokter sempat pesimis sebelum operasi.

Walau lahir prematur, putri kecil mereka masih diberikan kesempatan hidup.

Dan sang istri juga dalam kondisi yang baik, meskipun masih belum benar-benar sadar karena kehilangan banyak darah.

Dhega amat berterima kasih kepada Tuhan yang masih begitu baik mau memberikan kesempatan hidup untuk keduanya.

Dhega sendiri masih sangat benci dengan dirinya yang telah membuat Agratha harus menanggung penderitaan seperti ini.

Ya, ia mengemudi tidak dengan hati-hati karena dikuasai oleh kecemburuan karena pertemuan antara sang istri dan mantan kekasih wanita itu tadi, di hotel miliknya.

Hanom Brawijaya berniat bergabung ke dalam partai, setelah mengundurkan diri sebagai perwira tinggi militer. 

Tentu saja dirinya ikut serta. Mendengar semua yang dikatakan pria itu pada sang istri sepanjang pertemuan satu jam.

Namun ia berfokus pada sikap Hanom.

Walaupun kebanyakan membicarakan hal teknis berkaitan dengan mekanisme dan prosedur untuk menjadi kader baru fraksi.

Hanya saja, cara perwira tinggi militer itu bicara dan menatap Agratha terasa tidak seperti teman. Masih ada rasa di masa lalu yang disimpan untuk sang istri.

Hanom Brawijaya mengusiknya.

Dirinua pun menjadi sangat bodoh karena terbelenggu oleh rasa cemburu, sehingga tak bisa mengontrol emosi negatifnya.

Konsentrasi menyetir jadi tak penuh. Ia kehilangan kendali atas mobilnya dari laju yang memang terbilang kencang.

Kendaraan terbanting ke tepian jalan dan menabrak pohon besar yang ada. Benturan keras tak bisa dihindari. Menyebabkan ia serta Agratha terpelanting ke depan.

Sang istri yang paling parah. Pendarahan dialami Agratha pun cukup hebat sehingga harus dilarikan segera ke rumah sakit dan melakukan prosedur melahirkan darurat untuk menyelamatkan keduanya. 

Andaikan nyawa Agratha dan calon buah hati mereka tidak selamat, maka dunianya akan benar-benar runtuh sepenuhnya.

Tuhan masihlah sangat baik hati memberi kesempatan sang istri dan bayinya hidup, walau buah hati mereka lahir prematur.

“Silakan masuk, Pak Dhega.”

Sang ajudan sudah membuka pintu ruang inap, sehingga ia bisa segera melenggang ke dalam untuk bertemu sang istri.

Ketegangan dirinya semakin bertambah.

Rasa bersalah semakin mengganggu jika mengingat keteledorannya begitu besar. Ia seperti tak akan pernah dimaafkan.

“Mas?”

Sang istri memanggilnya lembut.

Mata segera dipusatkan ke sosok Agratha Dewantara yang duduk di ranjang pasien.

Kaki spontan bergerak lebih cepat untuk bisa mendekati sang istri. Ingin segera saja membawa Agratha ke dalam pelukannya.

Dan saat ia sudah berada di depan wanita itu, dirinya disambut dengan senyuman hangat yang membuatnya semakin merasa bersalah telah sebabkan kecelakaan.

“Mas Dhega …,”

“Anak kita masih hidup, Mas? Dia belum meninggal seperti di dalam mimpiku?”

Agratha butuh mengonfirmasi kenyataan agar tak terus menghantuinya. Dan hanya sang suami yang bisa menjawabnya.

“Mas? Tolong jawab aku.”

“Anak yang aku kandung masih hidup? Dia tidak meninggal kan?” tanyanya lagi.

“Iya, Sayang. Anak kita masih hidup tapi dia lahir prematur. Dia masih di NICU.”

“Keadaannya sudah membaik. Anak kita akan segera pulih, kata dokter, Sayang.”

Perasaan Agratha luar biasa lega sekaligus senang mendengar kabar yang bagaikan kejutan ditengah kesedihan mendalam atas belenggu mimpi buruk kehilangan calon bayinya. Dan syukurnya tak terjadi.

Dan ketika sang suami memeluk dirinya erat, ia pun lekas mendekap dengan kuat.

Senang bisa sedekat ini bersama Dhega Sentana di dunia nyata masih dimilikinya.

Rumah tangga mereka tidak benar-benar hancur seperti dalam bunga tidurnya saat koma. Rencana Tuhan sangat indah.

END

=====================

Yuhuu ditunggu ekstra part yg manis-manis yaa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top