BAB 21
Yok vote sebelum baca.
==========================================
BAGIAN
DUA PULUH SATU (21)
==========================================
Saat matanya sudah membuka penuh dan juga konsentrasi terkumpul, hal palinglah bertanya dilakukan Agratha yakni mencari keberadaan dari Dhega Sentana,
Sudah ada pria itu di atas kasur.
Karena kondisinya belum memakai satu helai pun kain di tubuhnya saat ini.
Tentu harus dikenakan pakaian lebih dulu, sebelum memutuskan mencari suaminya.
Agratha juga memutuskan mencuci wajah. Ia merasa akan segar jika terkena air.
Dalam hitungan waktu yang singkat, telah dibawa diri ke kamar mandi. Jaraknya tak cukup jauh dari ranjang berada.
Beberapa kali dibasuh muka, seraya juga berkumur untuk membasahi mulut.
Baru kemudian, dikenakan kembali satu demi satu pakaian yang telah diambil.
Kurang dari semenit, Agratha pun sudah berbalut kemeja dan celana panjang.
Rambut digulung tanpa disisir lebih dulu. Ia tak cukup punya waktu melakukannya.
Dan setelah merasa penampilannya cukup rapi, Agratha segera melenggang keluar dari kamar mandi. Berjalan ke arah pintu.
Tentu akan ditinggalkan ruang tidur milik sang suami guna mencari pria itu.
Sesampainya di luar, Agratha menyusur ke setiap sudut dengan matanya. Semua asing karena baru pertama kali dikunjungi.
Ya, belum pernah ia datang ke apartemen Dhega ini. Jadi, membuat dirinya cukup bingung harus mulai mencari dari mana.
Namun ketika didengar suara-suara orang seperti bercakap-cakap, Agratha pun lekas mencari sumbernya berasal dari mana.
Setelah terus berjalan menyusuri koridor, akhirnya ia melihat sang suami. Pria itu sedang berada di areal meja makan.
Dhega Sentana tak sendiri rupanya.
Ada seorang perempuan yang bersamanya.
Benar, Dokter Mirah.
Suara-suara tawa lembut tadi didengarnya, ternyata milik si wanita. Pantas tak asing.
Lalu, terbersit di dalam benaknya tentang kedatangan Dokter Mirah kemari?
Pagi-pagi pula.
Apakah cukup sering ke sini?
Mengingat, ia dan Dhega Sentana sudah pisah rumah hampir empat minggu. Tentu ada kemungkinan dokter itu kerap datang.
Lantas apa tujuannya?
Apakah berencana untuk mendekati sang suami karena tahu mereka akan bercerai?
Kenapa rasanya sesak memikirkan ini?
Apalagi, melihat keakraban keduanya saat ini yang tampak sangat dekat, membuat kecemburuan di dalam hatinya muncul.
Bagaimana cara mengatasi?
Haruskah ia menghampiri mereka untuk menyadarkan dokter itu keberadaannya?
Ataukah dirinya pergi saja?
"Sudah bangun?"
Pertanyaan diajukan sang suami. Ternyata Dhega Sentana sudah menyadari hadirnya.
"Selamat pagi, Bu Agratha."
Dokter Mirah menyapanya.
"Selamat pagi juga." Agratha membalas sopan seraya berjalan ke meja makan.
Sang suami pun mendekatinya. Tersenyum hangat yang membuatnya jadi gugup.
"Mau sarapan, Gratha? Mirah membawa beberapa makanan tadi untuk saya."
"Aku datang untuk sarapan bersama Pak Dhega, aku kira Bu Gratha tidak ada."
"Kita bisa sarapan bertiga. Dan semoga makanan yang aku masak cukup."
"Tidak." Agratha menolak tawaran Dokter Mirah. "Saya akan pulang sekarang."
"Kalian bisa makan berdua tanpa saya."
Setelah diselesaikan ucapan, Agratha pun lekas berjalan ke arah pintu apartemen. Ia lebih memilih pergi dibandingkan makan bersama dengan wanita lain dan suaminya.
Sedangkan, Dhega tak mencegah Agratha yang ingin pulang. Namun ia sudah tahu jika istrinya itu merasa cemburu.
Apakah cinta dinanti-nantinya sejak menikah, akan bisa benar-benar terjadi? Apa hati Agratha sepenuhnya sudah untuk dirinya?
Haruskah ia memperjuangkan wanita itu dan pernikahan mereka berdua?
================
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top