BAB 20 (21+)

Yok vote sebelum baca.

==========================================

BAGIAN 

DUA PULUH SATU (21+)

==========================================

Saat sang suami mulai bergerak, Agratha pun semakin mempercepat cumbuannya di bibir pria itu. Hasrat kian menggelora.

Diikuti irama pergerakan Dhega Sentana, sehingga percintaan mereka tambah panas.

Penyatuan terasa kian dalam, ketika sang suami menambah tempo di bawah sana.

Dan ia membiarkan pria itu memimpin.

Tentu, dirinya masih bergerak, hanya tidak secepat dilakukan oleh Dhega Sentana.

Seiring kian besar bergejolak hasratnya, maka semakin parah desakan-desakan di dalam dirinya yang membuatnya panas.

Gelombang-gelombang gairah ini harus ia segera keluarkan dengan pelepasan hebat.

Saat sudah berada di puncak, sang suami rupanya telah lebih dulu meraih orgasme.

Namun pria itu segera lanjut bergerak.

Intensitas masih sama besar seperti tadi, sehingga kian mendesaknya untuk lekas mendapatkan klimaks yang dinanti-nanti.

Manakala badai gairah sudah benar-benar berada di ambang batas tak bisa ditahan lagi, orgasme hebat menyerangnya.

Didekap kuat tubuh berkeringat suaminya.

Pria itu pun berpindah segera dari atasnya, menjadi berbaring tepat di sebelahnya.

“Tetap di sini, Mas,” gumam Agratha lirih seraya memeluk erat Dhega Sentana.

“Aku butuh kamu di sini, Mas,” ujarnya kembali dengan perasaan bergolak.

“Saya tidak akan kemana-mana.”

Agratha merasa haru ketika merasakan lilitan tangan-tangan kokoh di tubuhnya.

Keintiman seperti ini sangat dirindukan. Sudah lama pula mereka tidak bercinta. 

Dan ia mendamba sentuhan sang suami di setiap bagian tubuhnya yang menciptakan sensasi kenikmatan luar biasa untuknya.

Tidak sekadar menyalurkan gairah seksual mereka saat melebur menjadi satu, namun ada perasaan yang lebih dalam terlibat.

Mereka saling menginginkan. Tak hanya secara fisik, tapi juga hati keduanya kian tertambat untuk satu sama lain. 

Hasrat yang didasarkan cinta, tak sekadar dibutakan nafsu dan kebutuhan biologis.

Hubungan intim mereka adalah puncak dari dorongan terkuat untuk bisa saling memiliki seutuhnya, secara nyata.

Mencecap keindahan duniawi bersama, tanpa ada keraguan untuk menyerahkan semua hal berharga masing-masing.

Agratha sangat sadar jika sudah mencintai sang suami. Tidak akan pernah dibiarkan perpisahan terjadi di antara mereka.

“Kamu haus?”

“Ingin saya ambilkan minum?”

“Tidak, Mas,” jawab Agratha pelan.

“Aku tidak mau Mas kemana-mana.”

Agratha mendongakan kepala guna bisa memandangi sosok sang suami. Ia tidak melepaskan pelukan di antara mereka.

“Iya, Gratha.”

“Aku lelah, Mas. Aku ingin tidur.”

“Tidurlah. Kamu butuh istirahat.”

Agratha menggeleng pelan. “Aku ingin mengatakan sesuatu, Mas, agar kita tidak salah paham terus. Aku harus luruskan.”

“Kamu ingin membahas apa?”

“Mas Hanom.”

Baru saja mereka berbaikan, sang istri sudah menyebut kembali pria di masa lalu wanita itu yang tidak dirinya sukai.

“Aku dan Mas Hanom bertemu ….”

“Kami bertemu ke hotel waktu itu karena dia bilang ingin mencelakai kamu, Mas.”

“Dia sudah menyiapkan agendanya ketika Mas pergi ke Surabaya waktu ini.”

“Jika aku datang, dia bilang akan gagalkan rencana busuknya itu. Aku harus ke sana.”

“Dia masih belum bisa menerima fakta aku sudah menikah dengan kamu, Mas.”

“Aku tidak pernah melakukan apa pun dengan Mas Hanom, jika Mas berpikir aku dan dia pernah tidur bersama.”

“Kamu satu-satunya, Mas.”

Dhega tak bisa berkata-kata atas seluruh penjelasan Agratha yang tidak disangka. Ia merasa bersalah karena sudah salah paham selama ini tentang hubungan istrinya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top