BAB 15


Yok vote sebelum baca.



==========================================

BAGIAN

LIMA BELAS (15)

==========================================



Saat ponselnya berdering, Agratha segera saja memeriksa siapa yang menelepon.

Dari Hanom Brawijaya.

Dan sudah lima kali banyaknya mantan kekasihnya itu menghubungi. Tujuan yang tak lain mengajaknya bertemu.

Beberapa pesan juga dikirimkan oleh pria itu untuk mengutarakan maksud padanya.

Hanom Brawijaya pasti akan tetap kukuh sampai dirinya memberikan tanggapan.

Kini, ada satu chat lagi diterima.

Langsung saja dibuka karena sang mantan kekasih menuliskan sedang berangkat ke rumahnya. Ia bisa diabaikan, tentu saja.

Bahkan segera ditelepon balik pria itu.

Panggilannya pun lekas mendapat respons di ujung telepon. Hanom menyapa sopan.

Namun, ia tak berminat membalasnya.

"Kenapa ingin bertemu?" Agratha enggan basa-basi dan langsung bertanya.

Namun, Hanom Brawijaya memberi tahu jika sudah berada dekat dengan rumahnya.

"Kamu akan segera sampai?" Agratha pun mengonfirmasi sekali apa didengarnya.

Sang mantan kekasih lantas memperjelas jika akan sampai dalam sepuluh menit.

"Oke, kita akan bicara," jawab Agratha atas permintaan Hanom untuk bertemu.

Lalu, telepon pun diputuskan.

Lekas dirinya turun ke lantai satu dengan menggunakan lift agar lebih cepat. Ia akan mengajak bicara Hanom di luar.

Tepatnya beranda depan rumahnya.

Kebetulan tak ada ajudan yang berjaga, ia menitahkan agar mereka mengawasi dari jarak jauh karena ingin sendirian.

Dan kebetulan sang mantan kekasih ingin bertemu dirinya. Entah apa tujuan Hanom.

Semoga bukan perihal mengutarakan cinta lagi yang membuatnya menjadi muak.

Sepuluh tahun sudah sejak ia menegaskan hubungan mereka tak bisa berlanjut, sebab dirinya sudah dijodohkan dengan Dhega.

Namun, Hanom tidak mampu menerima.

Dan masih kerap mencoba memaksakan perasaan padanya, dimana ia sendiri sudah memupuskan harapan untuk kisah asmara mereka karena perjodohan telah diatur.

Apalagi sejak menikah dengan sang suami dua tahun lalu, ia benar-benar memutus komunikasi di antara mereka berdua.

Perasaan Dhega Sentana ingin dijaganya, sekalipun tidak mencintai pria itu. Tentu perlu waktu menyingkirkan sosok Hanom di dalam hatinya secara menyeluruh. Ia pun sampai sekarang terus berusaha.

Seharusnya Hanom melakukan hal yang sama sepertinya, bukan malah melanggar terus batasan sudah dirinya berikan.

Terlalu banyak konsekuensi mengikuti.

Pertemuan mereka terakhir kali, satu bulan lalu, sudah menciptakan sebuah musibah mengerikan dan membuatnya kehilangan calon bayi. Tapi, Hanom tak kapok juga.

Sungguh, apa yang sebenarnya diinginkan sang mantan kekasih darinya?

"Apa kamu baik-baik saja, Gratha?"

"Apa tujuan kita bertemu hanya untuk menanyakan kabarku? Tidak ada yang lain bisa kamu katakan padaku, Mas?"

"Waktuku tidak banyak. Aku akan pergi jika memang tidak ada hal penting."

Agratha tak suka bersikap kurang sopan begini, namun ia sudah sangat muak.

Dan ketika ditunjukkan pembuktian atas apa yang dikatakan tadi, tangannya justru diraih oleh sang mantan kekasih.

Hanom Brawijaya memegangnya kuat.

"Aku minta maaf atas kejadian di hotel waktu itu. Aku menyesal sudah memaksa kamu ke sana dan membuat kamu jatuh."

"Aku turut berduka cita atas keguguran yang sudah kamu alami, Gratha."

Agratha kehilangan kemampuan bertahan dari rasa sedih ketika sudah menyangkut musibah pahit beberapa minggu lalu.

Agratha pun hanya diam, saat sang mantan kekasih memeluknya. Ia justru meloloskan air mata yang semakin deras saja.

Baik Agratha maupun Hanom, tak sadar jika kebersamaan mereka disaksikan oleh Dhega Sentana dari dalam mobil, sampai akhirnya pria itu membunyikan klakson dengan kencang, sebelum melajukan cepat kendaraan dalam emosi yang memuncak.

Tentu, ia sangat marah dan cemburu. Tak akan disesali keputusan menceraikan sang istri setelah peristiwa malam ini.

Brak!

Karena kehilangan kendali atas mobilnya, Dhega menabrak pohon di tepian jalan.

Kepala membentur stir yang menyebabkan berdarah. Ia merasa pening seketika.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top