BAB 08

Yok vote sebelum baca.

==========================================

BAGIAN

DELAPAN (08)

==========================================

Lagi-lagi, saat membuka mata, hidung pun menghirup aroma obat-obatan yang kuat.

Agratha langsung tahu jika dirinya tengah berada di rumah sakit saat ini.

Disadari pula ada selang infus terpasang di tangannya, seperti beberapa bulan lalu, kala dirinya ketahuan mengandung.

Dengan cepat, ingatan Agratha teralih ke kehamilannya. Ia menggerakkan tangan yang terasa sakit ke perutnya.

Ingin memastikan sesuatu segera.

Benar, keberadaan calon anaknya.

Perut terasa berbeda saja. Sudah tak terasa membesar seperti tadi pagi. Bahkan, tidak ada pergerakan yang biasa dirasakan.

Lantas, Agratha terbayang akan peristiwa buruk dialami sebelumnya. Alurnya masih sangat membekas dalam bayangannya.

Terutama saat ia didorong dari belakang oleh sosok tak dikenal, menyebabkannya tidak bisa mempertahankan keseimbangan dan jatuh terguling menuruni tangga.

Membuat perutnya sangat sakit kala itu.

"Tidak!" Agratha spontan menjerit, tatkala terbayang banyaknya darah mengalir dari pangkal pahanya. Menyisakan trauma.

Tanpa terasa, tubuh Agratha menggigil. Ia ketakutan luar biasa akan rekaman ingatan tersebut yang masih kuncul di benak.

"Tidak!" Agratha berseru kembali.

Napasnya menderu. Debaran jantung pun kencang saking merasa takut dirinya.

"Gratha? Kamu sudah sadar, Sayang?"

Seperti biasa, Agratha akan menunjukkan ekspresi wajah datarnya, ditengah risau di dalam hati akan kondisi kehamilannya.

Namun saat melihat kesedihan sang ibu dan air mata yang ditumpahkan, perasaan Agratha semakin tidak enak saja.

Separah apa dampak dari musibah yang ia alami? Apakah benar-benar buruk?

"Sayang ...,"

Sang ibu sudah memeluknya dengan jenis dekapan yang erat dan menunjukkan duka.

Lalu, didengar isakan tangis orangtuanya.

Bagaimana selanjutnya? Apakah ia segera mengonfirmasi semua yang telah terjadi?

Lebih lama diam dan menunggu sang ibu bercerita, hanya akan membuat rasa ingin tahunya tak mendapatkan kejelasan.

"Kamu baik-baik saja, Sayang?"

Sang ibu sudah melepaskan pelukan dan menempatkan kedua tangan di wajahnya.

"Bagian mana saja yang sakit, Gratha? Kasih tahu Mama. Akan Mama pangg-"

"Apa yang terjadi, Ma?" potong Agratha karena sudah tak bisa menahan penasaran.

Ekspresinya masih datar. Namun atensi ke netra sang ibu yang sembab, sudah lebih intens. Agratha mencari jawabannya.

Namun, ia malah disajikan linangan air mata orangtuanya yang semakin deras.

Dan tentunya tambah sukses menciptakan pergolakan batin di dalam dirinya.

Situasi jelas sedang tak baik-baik saja.

Namun, apa saja yang terjadi?

"Mama tolong katakan," pintanya lagi.

"Kamu jatuh dari tangga hotel, Gratha."

"Karena jatuh, kamu pendarahan hebat, sampai pingsan tadi. Dan ...."

"Dan apa, Ma?" Agratha mendesak.

"Calon anak kamu meninggal, Sayang."

Debaran jantung Agratha seketika rasanya berhenti. Ia juga kesulitan bernapas.

Tubuh membeku sembari terus mengulang apa yang dikatakan sang ibu tadi.

Tak terasa, air matanya keluar deras. Dada sesak karena rasa sakit yang menghantam.

Calon anaknya meninggal!

Ditengah tangisan semakin kencang keluar dari mulut, Agratha masih melihat jelas kehadiran suaminya, Dhega Sentana.

Pria itu berjalan ke arahnya.

Dalam hitungan detik, ia sudah dipeluk erat oleh sang suami. Tangisannya tak bisa terbendung karena duka kehilangan ini.

"Maafkan saya."

"Maafkan saya yang tidak bisa menjaga mamu dan anak kita. Maafkan saya."

===============

Mana nih komennya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top