BAB 04 (21+)
Yok vote sebelum baca.
==========================================
BAGIAN
EMPAT (21+)
==========================================
“Suit Room nomor tiga,” ujar Dhega pelan seraya mengamati satu demi satu angka yang tertulis di depan pintu hotel.
Tak berselang lama, ia pun melihat nomor yang dicari-cari. Langsung saja masuk ke dalam, setelah memasang kartunya.
Pintu pun dapat terbuka.
Dengan langkah yang tak timbulkan suara, Dhega mulai menyusuri ruangan.
Karena baru pertama kali menginjakkan kaki, ia kagum akan desain interiornya.
Sangat berkelas dan tampak mahal. Lalu, ditunjang dengan perabotan-perabotan di dalamnya yang dipesan secara khusus.
Tak salah memberikan harga puluhan juta untuk semalam menginap. Tentunya akan sebanding dengan semua fasilitas elitnya.
Hotel bintang lima ke sepuluh miliknya ini pasti akan segera dilirik banyak peminat yang berlibur ke Labuan Bajo.
Dirinya beserta tim marketing pun sudah menyusun apik strategi pemasaran.
Bahkan sudah mulai ditawarkan pada para pengusaha kaya raya, tentu dengan juga menawarkan sejumlah keuntungan.
Dalam kurun setahun, modalnya ratusan milyar yang dihabiskan membangun hotel bintang lima ini, pasti akan kembali.
“Mas?”
Suara lembut milik Agratha Dewantara terdengar oleh kedua telinganya.
Segera dibalikkan badan guna bisa melihat sang istri yang berada di belakangnya.
Dalam hitungan seperkian detik, matanya pun menangkap sosok Agratha. Wanita itu tengah mengenakan kimono handuk.
Sepertinya baru selesai mandi.
Dapat juga dicium jelas aroma wangi jasmine dari sabun yang digunakan sang istri, mengingat jaraknya dengan wanita itu sudah semakin dekat saat ini.
“Dari kapan sampai, Mas?”
“Baru saja,” jawab Dhega seraya berjalan ke arah istrinya. Ingin segera memeluk.
“Baru? Aku kira sudah dari tadi.”
“Tidak,” balas Dhega segera, bersamaan dengan tangannya yang juga secara cepat menggapai pinggang ramping Agratha.
Lalu, menariknya hingga wanita itu dapat direngkuh erat, seperti diinginkannya.
“Saya kangen.”
Agratha yang sudah gugup mendapatkan pelukan dari suaminya, menjadi semakin tegang mendengarkan pengakuan pria itu.
Dhega Sentana benar-benar mencintainya?
Dulu, saat masih berpacaran dengan sang mantan kekasih, ia sering dirindukan saat mereka berdua lama tak berjumpa.
Jadi, apa makna pengungkapan sang suami ini? Andai benar Dhega mencintai dirinya, kenapa pria itu tak pernah mengatakan?
“Gratha …,”
“Iya, Mas?” sahutnya cepat dengan kepala yang didongakan guna menatap suaminya.
Lalu, keduanya saling menatap intens.
“Saya menginginkan kamu.”
Agratha langsung paham maksudnya.
Ya, Dhega Sentana menghendaki mereka tidur bersama, melakukan hubungan seks.
Dan sudah sebulan berlalu, sejak terakhir kali mereka bercinta. Jadi, rasanya wajar sang suami ingin tidur dengannya lagi.
Dirinya tentu akan melayani, sesuai akan komitmen dan kesepakatan yang mereka berdua sudah setujui bersama-sama.
“Iya, Mas.” Ditunjukkan persetujuan, lalu.
Baru kemudian, memulai cumbuan tepat di mulut sang suami, yang langsung saja disambut cepat oleh Dhega Sentana.
Pria itu melumat penuh gairah bibir ranum Agratha. Hasratnya semakin menggebu.
Sembari terus memangut, ia segera saja membopong sang istri menuju kasur yang tepat berada di belakang mereka.
Hitungan detik pula, sudah direbahkan Agartha di ranjang. Dengan posisi dirinya yang tentu berada di atas wanita itu.
Cumbuan semakin panas.
Tali handuk kimono dilepaskan.
Lalu, membukanya perlahan.
Bra ditanggalkan.
Terakhir, dalaman berenda Agratha yang dijauhkan dari tubuh indah istrinya itu.
“Kamu bahagia, Gratha?”
Pertanyaan ini apa maksudnya? Mungkin memiliki makna khusus tak diketahuinya?
Sembari masih mencerna, Agratha segera mengangguk, upaya menanggapi ucapan sang suami yang menunggu reaksinya.
“Aku bahagia, Mas.”
Sedetik kemudian, pinggangnya pun telah dirangkul oleh Dhega Sentana. Rengkuhan pria itu terasa cukup erat untuknya.
Sang suami pun semakin mendekat.
Sudah tak ada lagi jarak yang memisahkan mereka, sehingga pelukan pria itu semakin dapat membatasi pergerakannya.
Agratha tak sampai ingin melepas dekapan sang suami, hanya saja berada dalam jarak begitu dekat seperti ini, membuatnya tidak tahu harus berbuat apa dalam bereaksi.
Akankah pelukan Dhega Sentara segera berakhir sehingga ia tak perlu gugup?
“Terima kasih, Gratha.”
“Terima kasih? Untuk apa, Mas?”
Agratha bertanya langsung karena kurang paham akan maksud sang suami.
Apalagi, ia merasa tidak berikan bantuan pada pria itu, sehingga harus menerima ucapan terima kasih yang terdengar serius.
“Mas?” Agratha bertanya ulang, manakala tak mendapatkan jawaban diinginkan.
Tidak lama kemudian, sang suami melepas pelukan di antara mereka berdua.
Beralih memegang kedua pundaknya dan memerlihatkan senyuman yang tulus.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top