BAB 03
Yok baca bab sebelumnya dulu.
==========================================
BAGIAN
TIGA (03)
==========================================
Cklek.
Pintu kamar dibuka dengan pelan. Tidak ingin menimbulkan suara yang bisa saja mengganggu sang istri tengah beristirahat.
"Tidak ada?" gumam Dhega saat mata tak menangkap sosok Agratha ada di ranjang.
Dhega pun mengurungkan niatan masuk ke dalam kamar. Lalu, bergegas berjalan menuju ruangan kerja sang istri.
Masih di lantai yang sama. Jaraknya pun hanya beberapa meter dari kamar mereka.
Tok!
Tok!
Ketukan pada pintu, tentu sukses membuat fokus Agratha tak lagi di layar laptopnya.
Dipandang pintu ruangan kerjanya yang sudah dibuka dari luar. Dan sosok Dhega Sentana masuk sambil tersenyum.
Agratha pun memusatkan seluruh atensi ke suaminya, dengan detakan jantung yang lebih mengencang dibandingkan tadi.
"Masih kerja? Sudah jam sebelas."
"Sudah selesai, Mas," jawabnya cepat.
"Sudah selesai?"
Kali ini, kepala yang dianggukan sebanyak tiga kali sebagai balasan. Seluruh atensi sudah terarah pada Dhega Sentana.
"Setelah ini, kamu harus tidur, Sayang."
"Ibu hamil tidak boleh begadang."
Semakin Dhega Sentana mendekati meja kerjanya, kegugupan pun kian menguat.
Reaksi seperti ini selalu saja muncul di dalam dirinya, ketika ia harus berinteraksi yang intens dengan sang suami.
Apakah ia sudah jatuh cinta pada pria itu?
Apakah Dhega Sentana dapat mengganti posisi sang mantan kekasih di hatinya?
Namun kenapa masih saja timbul rasa ragu untuk mencintai suaminya sendiri?
Pernikahan mereka tidak pernah didasari cinta sebelumnya. Hanya semacam ikatan resmi untuk agenda politik sang ayah.
Selama kebersamaan mereka lalui juga, belum bisa diberikan hatinya pada pria itu, selain hanya tubuhnya melayani Dhega.
Tidur bersama tanpa melibatkan rasa.
Namun sekarang bagaimana? Apa akan ada menjadi pernikahan sungguhan yang didasarkan cinta untuk satu sama lain?
Untuk bisa melanggengkan rumah tangga mereka berdua, sepertinya ia harus segera membuka diri dan meraih hati pria itu.
Dengan begitu pernikahan mereka aman. Ia pun akan mendapatkan dukungan pria itu untuk karier politik yang lebih tinggi.
Sang ayah selalu mengingatkan jika ia butuh suami sekaligus politisi yang cakap seperti Dhega Sentana di hidupnya.
Pria itu punya kekuasaan, uang berlimpah, dan pengaruh besar di kancah nasional.
"Gratha ...,"
"Iya, Mas?"
"Ibu hamil harus tidur sebelum jam dua belas malam. Istirahat minimal delapan jam agar kandungannya selalu sehat."
Sang suami mulai mengeluarkan nasihat. Dan ia wajib untuk mematuhinya.
"Oke, Mas. Aku akan tidur sekarang."
Agratha lalu bangun dari kursinya. Ia pun hendak berjalan menjauhi meja kerja.
Namun sang suami malah sudah lebih dulu menggendong dirinya. Dan tidak sempat ditunjukkan penolakan pada pria itu.
Dalam hitungan waktu yang terasa amat singkat, mereka sudah sampai di kamar.
Dhega Sentana membawanya ke ranjang. Menempatkannya hati-hati di atas kasur.
Pria itu tentu ikut naik. Berbaring tepat di sebelahnya. Mereka tak terpisah banyak.
Sang suami tersenyum hangat. Sedangkan ia memasang ekspresi datar di wajahnya dan memandang intens Dhega Sentana.
"Sudah mengantuk?"
"Lumayan, Mas."
"Tidurlah, Sayang."
Kini, Dhega Sentana merengkuhnya erat. Ia pun membenamkan kepala pada bahu lebar pria itu yang nyaman untuknya.
"Selamat tidur, Mas."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top