[28] Imam Terhebat

Hari ini sudah hampir dua minggu Hafa dan Ago menempati rumah mereka sendiri, tak ada yang berubah sebenarnya, mereka berdua menjalani hidup sebagaimana mestinya, Hafa merasa sangat nyaman dan hubungan mereka menjadi jauh lebih baik. Keduanya mulai terbiasa dengan hal-hal sederhana, seperti ke mana-mana naik motor, mengepel rumah, mencabuti rumput liar di halaman dan menikmati senja di teras belakang.

"Mending Kakak pake celana jeans yang warna hitam aja," celetuk Hafa saat Ago muncul dan berniat untuk mengunci pintu.

Ago menatap ke celana warna hijau armynya, tidak ada yang aneh, lantas? Hafalah yang aneh, akhir-akhir ini istri Ago itu sering kali mempermasalahkan sesuatu yang Ago lakukan.

"Kenapa emangnya?" tanya Ago, masalahnya mereka berdua sudah akan berangkat ke sekolah Hafa, akan memakan banyak waktu lagi jika Ago harus berganti celana.

"Aku gak suka," kata Hafa jujur.

Malas berdebat, Ago memilih mengalah dengan kembali masuk ke dalam rumah untuk berganti celana. "Jangan lama-lama Kak, entar Hafa telat," ujar Hafa, membuat lagi-lagi Ago menghela napasnya. Hafa menjadi sangat aneh saat mereka tinggal berdua.

Hafa tersenyum sumringah saat Ago keluar dari rumah dengan celana berwarna hitam. "Gitu kan ganteng," puji Hafa yang lantas mengikuti Ago menuju motor mereka.

Ago hanya tersenyum menanggapi omongan Hafa, kalau Ago sampai mengeluarkan kalimat lain, bisa-bisa pertengkaran terjadi di antara mereka berdua mengingat selama ini itulah yang terjadi jika Ago protes dengan keanehan Hafa.

"Udah?" tanya Ago memastikan Hafa yang ada di boncengannya.

"udah," jawab Hafa, kemudian motor mereka berdua melaju menuju SMA Pengubah Bangsa, Hafa harus menyelesaikan pendidikannya setidaknya 3 bulan lagi sampai UN berlangsung.

Hafa melepas helmnya dan turun dari motor lalu menyalami tangan Ago. Karena Ago juga memakai helm, jadi orang-orang tak ada yang salah sangka, mereka selalu mengira yang mengantar Hafa adalah Hakim, hanya Yuna satu-satunya orang yang tahu kalau yang selama ini mengantar Hafa adalah suami Hafa.

Hafa memandang punggung Ago yang kian menjauh, ada rasa tak rela berpisah dari Ago walau hanya beberapa jam, Hafa sadar bahwa dia semakin bucin saat sudah pindah, beberapa kali dia menangis sendirian saat Ago meninggalkannya di rumah, entahlah Hafa sendiri tak tahu apa yang terjadi dengan dirinya, tapi rasanya dia selalu ingin bersama dengan Ago apa pun keadannya.

"Gak bakal hilang kok laki lo dilihatin gimana juga." Yuna muncul tepat di sebelah Hafa, Hafa langsung menyikut perut Yuna kesal.

"Btw lo berdua udah terang-terangan ya sekarang, tiap hari naik motor," ucap Yuna saat mereka berdua sudah berjalan menuju ke kelas.

"Kita emang udah gak punya mobil."

"Hah? Laki lo bangkrut?" tanya Yuna dengan mulut toanya.

Hafa langsung membekap mulut Yuna. "Mulutmu bisa santai gak sih Yun, udah berapa kali aku bilang kalau ini tuh rahasia?" omel Hafa kesal, satu sekolah hanya beberapa orang yang tahu, selebihnya menganggap Hafa adalah remaja biasa, bukan remaja yang sudah menikah.

"Iya sorry-sorry, kaget banget gue soalnya, jadi kalian kenapa? Suami lo bangkrut?" tanya Yuna dengan nada yang jauh lebih pelan, merasa tetap tidak aman, Hafa menarik tangan Yuna untuk duduk di sebuah bangku.

"Aku sama kak Ago udah pindah ke rumah kita berdua, gak tinggal di rumah orang tuanya lagi, dia mau mandiri, jadi mobilnya dia tinggalin dan kita beli motor," jelas Hafa.

"Kalian udah bisa beli rumah?" tanya Yuna kaget, Hafa dan Ago adalah dua pasangan yang bisa dibilang sangat muda, namun keduanya bisa sedewasa itu untuk berpikir hidup mandiri menurut Yuna itu luar biasa.

"Kak Ago sih yang beli, aku mah ngikut aja," ujar Hafa seolah itu adalah hal yang sangat biasa, apa karena Hafa sudah bergelimangan harta dari lahir makanya biasa saja saat Ago bisa membeli sebuah rumah untuk mereka berdua, bukannya Yuna ingin meremehkan Ago, namun dari cerita Hafa, Ago adalah anak orang kaya yang hidup bergelimang harta, cukup mengagumkan saat orang yang bisa meminta tapi memilih untuk mengusahakan sendiri.

"Keren banget laki lo, gue juga mau kayak gitu walaupun harus nikah muda," aku Yuna, laki-laki yang sangat memikirkan masa depan sangat sulit ditemukan saat ini, jadi menurut Yuna Hafa sangat beruntung dengan kehidupannya. "Emangnya kak Ago kerja apaan sih? Gue pikir lo berdua masih bergantung sama orang tuanya," lanjut Yuna penasaran.

"Kak Ago jago gambar, dari SMP dia sering diajarin sama papanya buat gambar gedung, jembatan, pokoknya dia diajarin kayak belajar soal tata ruang gitu, nah pas dia masuk SMA papanya sibuk terus jadi dia belajar sendiri, lalu dia mulai gambar rumah, nah rumah itu dia jadiin rumah impian, pas dikoreksi sama papanya dibilang bagus, selanjutnya pas lagi gabut di rumah dia belajar sendiri sesekali dia datang ke kantor papanya nemuin karyawan-karyawan yang jago dibidangnya terus minta ajarin, jadi kak Ago jual desain gambarannya ke kantor papanya," jelas Hafa panjang lebar, sebagai suami Ago memang menceritakan perihal pekerjaannya pada Hafa menghindari salah paham dikemudian hari. Yuna manggut-manggut paham.

"Gue denger kalau ngedisain kayak gitu harus jago matematika," ujar Yuna, seingat Yuna Ago adalah pembuat onar SMA Pengubah Bangsa pada masanya, apa mungkin orang seperti itu pintar matematika?

"Nah itu aku juga gak tahu, tapi aku selalu lihat dia kerja sampe malem-malem, kayak kalau mau nyelesain satu desain aja bisa sampe satu bulan, belum lagi kalau ada revisi dari konsumen, aku juga kurang paham sih sama system kerjanya, karena dia biasanya juga gabung dalam tim yang isinya adalah karyawan papanya, pokoknya kalau dia kirim desain bayarannya gede aja, kamu pasti tercengang lihat isi ATMku," jelas Hafa sekali lagi dengan sangat rinci.

Yang membuat Ago sangat mudah mendapatkan pekerjaan adalah karena papanya bekerja dibidang yang Ago sukai, mungkin jika bukan papanya Ago yang sama sekali bukan ahlinya pasti tidak akan bisa bergerak ke tempat dia berada sekarang. Keberuntungan juga ikut andil dalam hidup Ago, bahkan rekan-rekannya-saat Ago bekerja dalam tim rata-rata adalah lulusan terbaik teknik sipil atau arsitektur, hanya dia yang paling tidak berpengalaman, namun saat mengajukan proposal, kebanyakan malah menginginkan desain yang Ago gambar, itulah kenapa Ago memiliki banyak penghasilan.

"Walaupun kelihatan begajulan kayak gitu, ternyata laki lo keren juga ya," puji Yuna.

"Aku juga baru tahu pas udah nikah, gak nyangka juga sih dia sekeren itu," kata Hafa.

"Papanya bos ya?" tanya Yuna masih penasaran, karena dia tabu soal dunia bisnis, siapa tahu saja dari cerita Hafa, dia bisa dapat inspirasi.

"Pemegang saham terbesar di perusahaan, jabatannya sih Direktur Utama, bisa dibilang bos sih," ujar Hafa. Yuna sekarang paham kalau Ago benar-benar bibit unggul meski tampilannya seperti itu.

"Masa depan lo udah ketebak sih Fa, udah deh gak usah pusing-pusing, jadi orang kaya lo," kata Yuna sarat akan keirian.

"Enggak juga sih, kan hidup bisa berubah kapan aja, mungkin sekarang lagi masanya kak Ago aja. Ya semoga aja gue sama kak Ago bisa selamanya berkeecukupan," ujar Hafa yang diselipkan sebuah doa.

"Jadi kak Ago gak kuliah lagi?" tanya Yuna.

"Waktu itu jarang masuk, sekarang udah lebih sering karena sekarang dia kerjanya di kantor keluarga mamanya, jadi admin media sosial," jelas Hafa.

Yuna mengangguk-angguk, cukup wajar jika keluarga Ago sangat kaya.

"Lebih sikit dong gajinya?"

"Iya, tapi waktunya di rumah jadi lebih banyak, aku lebih suka kak Ago yang sekarang sih, lebih menikmati hidupnya, urusan rumah impian kayaknya nanti aja deh kita usahain sama-sama," pungkas Hafa yang menjadi akhir dari cerita mereka karena setelah itu bel berbunyi dan mereka harus segera masuk ke kelas.

***

Masih ada lima belas menit lagi sebelum jam istirahat, namun Hafa sudah memegangi perutnya karena lapar, kotak bekalnya yang ada di dalam laci seolah memanggil-manggil untuk dimakan, namun Hafa berperang melawan batinnya sendiri untuk tak makan di dalam kelas karena tidak sopan. Entahlah akhir-akhir ini Hafa memang merasa kalau dirinya sangat mudah lapar, Hafa selalu ingin mengunyah, itu membuat stok makanan di kulkas menjadi cepat habis dan pengeluaran untuk belanja bulanan menjadi lebih besar.

Hafa mengucap hamdalah saat bel berbunyi, saat tangannya bergerak mengeluarkan kotak bekal. "Kantin yuk," Yuna malah mengajaknya ke kantin.

"Aku laper banget Yun, gak sanggup kayaknya ke kantin," ujar Hafa memelas.

Yuna malah merebut kotak makan Hafa. "Udah makannya di kantin aja." Yuna langsung menarik tangan Hafa hingga mau tak mau Hafa bangkit berdiri dan berjalan mengikuti Yuna.

Di jalan menuju kantin saat akan melewati lapangan bola kaki, sebuah bola melayang menuju Hafa dan mendarat tepat di perut Hafa, seketika Hafa merasakan nyeri di perutnya. Yuna panik, wajah Hafa pucat dan selanjutnya Hafa pingsan, Yuna yang sadar kalau ada yang tak baik-baik saja meminta bantuan memindahkan Hafa ke UKS dan langsung menghubungi Ago saat itu juga.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top