[17] Prioritas
Seperti pagi-pagi sebelumnya Ago bangun lebih pagi hari ini, karena harus mengantar Hafa ke sekolah. Sambil menggandeng tangan Hafa, mereka berdua berjalan menuruni tangga. Pagi ini, baik Hafa maupun Ago sama sekali tak ada menyinggung soal kemarin, bahka Ago lagi-lagi tidur sambil memeluk Hafa.
Hafa hanya diam dan langsung duduk mendapati Clarin sudah ada di meja makan, seperti biasa Hafa yang mengambilkan makanan Ago, pagi ini mereka sarapan hanya dengan roti, jadi Hafa mengoleskan selai untuk roti Ago.
"Satu aja Kak?" tanya Hafa setelah sebuah roti selesai diolesi selai di tangannya.
"Satu lagi deh, yang strawberi," kata Ago, dengan telaten Hafa mengoleskan selai ke selembar roti kemudian menimpa selai tersebut dengan roti lagi lalu meletakkannya ke piring Ago.
Hafa mulai mengoleskan selai lagi, kali ini untuk dirinya sendiri, Ago menyuapkan roti yang ada di tangannya ke mulut Hafa, kalau harus menunggu Hafa selesai mengoleskan selainya Hafa bisa-bisa kelaparan, itulah yang ada dipikiran Ago.
"Go anterin gue ke bandara ya, soalnya pesawat gue pagi ini gue takut ketinggalan," pinta Clarin yang sebenarnya ingin mengalihkan fokus Ago, kesal juga melihat dua orang itu suap-suapan.
"Sama pak Rudi ajalah, gue mau nganterin Hafa," tolak Ago, dia melirik Hafa yang tampak tak peduli, Hafa selalu seperti itu, terlihat tidak peduli padahal sangat-sangat peduli, Ago takut kalau Hafa sampai marah-marah seperti tadi malam.
"Pak Rudi gak bakal mau ngebut, please, kita jalan sekarang," pinta Clarin memohon, dia bahkan sudah memberesi barang-barangnya untuk segera pergi.
"Ya udah aku aja yang dianter pak Rudi," kata Hafa santai lantas berjalan keluar dari rumah. Ago tentu saja tak diam saja, dia mengejar Hafa begitu juga dengan Clarin.
Ago menahan lengan Hafa yang masih terus berjalan menuju mobil yang sudah disiapkan pak Rudi di depan rumah.
"Kakak yang akan anter kamu," kata Ago menarik tangan Hafa untuk berbalik.
Hafa melepaskan tangan Ago. "Udah aku sama pak Rudi aja," katanya lantas kembali berjalan menuju mobil.
"Go, please! pesawatnya sebentar lagi berangkat," pinta Clarin.
Ago ragu, namun dia kembali mengejar Hafa dan menahan lengan istrinya itu. "Kamu ikut Kakak, Kakak anterin kamu dulu habis itu baru nganterin Clarin," ujar Ago.
"Enggak, aku sama pak Rudi aja." Lagi-lagi Hafa melepaskan tangan Ago dari lengannya.
"HAFA!" bentak Ago membuat Hafa terdiam, Clarin dan pak Rudi yang berada di dalam mobil juga ikut terkejut.
"Bisa gak sih sekali aja turutin apa kata Kakak?!"
Hafa menarik napasnya dan membalikkan badannya berjalan mendekat ke Ago. "Apa kata-kata Kakak yang gak aku turutin? Kakak yang harusnya sadar diri! Saat ini Kakak gak bisa melakukan dua hal sekaligus, aku gak boleh terlambat begitu juga dengan dia, sekarang Kakak tanya hati Kakak, siapa prioritas Kakak!"
Hafa langsung berbalik dan langsung masuk ke mobil lantas menyuruh pak Rudi untuk menjalankan mobilnya. Hafa kesal, kenapa Ago seolah tak bisa menolak permintaan Clarin? Kenapa cintanya tak bisa menjadi alasan Ago untuk memilih bersama Hafa?
***
Siang ini Hafa meminta pak Rudi untuk mengantarnya pulang ke rumahnya, rumahnya dalam artian adalah rumah orang tuanya, satu harian Hafa tidak bisa fokus dengan pelajarannya, ditambah Yuna yang memberondongnya dengan pertanyaan saat melihat mata Hafa bengkak seperti habis menangis.
"Nanti kalau ada yang nanyain saya, bilang saya di rumah mama saya ya Pak," pesan Hafa yang diangguki oleh pak Rudi.
"Baik Fa," kata pak Rudi lantas kembali menjalankan mobilnya.
Untuk berharap bahwa Ago akan menanyakannya pun Hafa tidak berani, jadi anggap saja barangkali ada yang akan menanyakannya di rumah itu.
Hafa berjalan masuk ke dalam rumahnya, Kana menyambutnya, Hafa mencium tangan wanita yang sudah melahirkannya itu, setelah itu Hafa memeluknya.
"Loh kok? Mana Ago?" tanya Kana.
"Kak Ago lagi kerja kayaknya," jawab Hafa asal.
"Jadi kamu kenapa ke sini?"
"Kangen," kata Hafa, Kana tertawa lantas mengelus punggung Hafa.
"Naik apa tadi?" tanya Kana sambil menggiring Hafa menuju meja makan dan menyuruh anaknya itu untuk makan.
"Naik mobil, dijemput sama pak Rudi, supir keluarganya kak Ago." Kana mengangguk paham, dia mulai mengambilkan nasi untuk Hafa, tak lupa pula dia mengisi piring anaknya itu dengan lauk-pauk, jujur Hafa sangat merindukan hal ini, selama ini dialah yang selalu melayani makan Ago, saat mamanya kembali mengambilkan nasi untuknya hati Hafa menghangat.
Hafa memakan masakan mamanya yang sudah dia tinggalkan selama dua minggu ini, dia benar-benar merindukan suasana rumahnya yang cerah ini, rumah Ago didominasi warna hitam dan abu-abu hingga Hafa sangat merindukan rumahnya sendiri.
Yuda dan Hakim tak ada di rumah saat ini, Yuda sedang bekerja dan Hakim masih di kampus sepertinya.
Selesai makan seperti biasa Hafa mencuci piringnya, setelahnya dia berpamitan pada Kana untuk menuju ke kamarnya, dia kangen dengan kamar bernuansa pink itu, meski kamarnya tak sebesar kamar Ago, tapi jujur Hafa lebih nyaman berada di kamarnya.
Hafa mengganti seragam sekolahnya dengan sebuah baju tidur pasangan yang masih tersisa di rumah orang tuanya, setelah itu Hafa mencuci kaki tangan dan wajah, dia kemudian naik ke atas kasur, lalu memainkan ponsel.
Dia rindu seperti ini, rebahan di atas kasur kemudian memainkan ponsel satu harian, dulu hari-hari Hafa memang setidakbermanfaat itu, namun Hafa malah merindukannya. Hafa tak mungkin melakukan hal yang sama di rumah Ago, meski banyak pembantu di sana, Hafa tetaplah seorang menantu yang harus menjaga sikap di rumah mertua.
Hafa sudah menghapus foto yang masuk ke ponselnya kemarin, bukan karena dia teramat cemburu, hanya saja dia mementingkan sakit hatinya, Hafa tak mau berlarut-larut, dia tak mau setiap membuka ponsel harus menerima melihat foto tersebut.
Tak satupun Ago mengirim pesan untuknya, yah mungkin Hafa setidakpenting itu dalam hidup Ago, atau barangkalai cowok itu sedang menunggu kabar dari Clarin, kalau Clarin sampai tujuan barulah dia bisa tenang.
"Astagfiullah.." Hafa menggelengkan kepalanya, tak seharusnya dia berpikir negatif seperti itu terhadap Ago yang notabene adalah suaminya sendiri.
Karena matanya semakin terasa berat untuk terbuka, Hafa memilih mematikan ponselnya, meletakkannya di nakas lantas mulai menyamankan diri untuk tidur siang.
***
Ago dengan wajah lelahnya dan sebuah jas yang disampirkan di tangannya berjalan memasuki rumah besar milik keluarganya, satu harian dia di kantor, karena papanya pergi ke luar negri maka Ago memiliki lebih banyak pekerjaan, bahkan dia harus menghadiri meeting, makanya mengenakan jas. Entah bagaimana ceritanya, kata orang kepercayaan papanya di kantor, Ago disuruh mulai mengikuti pertemuan-pertemuan penting, katanya agar dia mulai mengerti bagaimana cara kerjanya.
Ago melewati ruang makan, ruang keluarga, Hafa tidak ada di tempat-tempat yang Ago lewati, dia lalu memilih berjalan cepat menuju ke kamarnya, saat pintu kamarnya dia buka, kamar itu kosong Hafa tetap tidak ada di sana, Ago membuka pintu kamar yang satunya, masih nihil. Dia kemudian berjalan cepat kembali menuruni tangga menuju lantai satu, Ago ke dapur kemudian ke ruang tamu, lalu mengelilingi rumah ke taman depan, samping, juga ke kolam renang belakang, Hafa tak ada di mana-mana.
Ago mulai mengusap wajahnya, dia lelah, tapi Hafa juga menghilang, Ago mulai merogoh kantung celananya dan mengeluarkan ponsel lantas menghubungi nomor Hafa, tidak ada jawaban hanya ada suara operator yang mengatakan bahwa nomor tersebut tidak aktif. Ago mengacak rambutnya frustasi, ya semua salahnya, salahnya yang membiarkan Hafa pergi dengan kemarahannya tadi pagi.
Ago ragu namun dia memilih menghubungi nomor Hakim, ternyata sama, tidak ada jawaban juga. Ago membuang napasnya kasar, dari teras belakang dia berjalan cepat lagi menuju ke depan untuk mencari pak Rudi, di garasi tidak ada pria paruh baya tersebut. Ago berjalan lagi menuju pos satpam, benar saja pak Rudi sedang duduk berbincang bersama para satpam di sana.
"Pak Rudi!" panggil Ago yang membuat supir keluarganya itu terkesiap langsung berdiri menghadapnya.
"Ada apa Go?" tanya pak Rudi.
"Tadi Bapak jemput Hafa sekolah? sekarang dia ke mana?" tanya Ago tanpa basa-basi, sejujurnya pak Rudi agak takut melihat ekspresi Ago yang terlihat sangat marah.
"Ke rumah orang tuanya Go," jawab pak Rudi.
"CK!" Ago langsung membalik badan berjalan cepat menuju mobilnya yang masih berada di halaman belum dimasukkan ke garasi karena memang Ago baru saja sampai di rumah.
Ago memacu mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, Hafa, dia mengkhawatirkan istrinya. Ago mengurut keningnya saat lampu merah tak kunjung berubah warna, setelahnya dia lega saat lampu sudah berubah warna. Ago pusing saat ini, benar-benar pusing, apa yang akan dipirkan keluarga Hafa saat mengetahui anaknya pulang sendirian?
Ago memarkirkan mobilnya begitu sampai di sana, dia mengetuk pintu dan beruluk salam. Sambil menunggu Ago menunduk meletakkan kedua tangannya di pinggang.
"Ago?" tanya Kana. "Mau cari Hafa ya? Hafa di kamarnya."
"Iya Ma, ya udah Ago langsung ke kamarnya ya?" izin Ago, Kana mengangguk dan tanpa basa-basi lagi Ago masuk ke dalam rumah dan menuju kamar Hafa.
Saat dia membuka pintu, saat itu pula Hafa baru saja keluar dari kamar mandi dan hanya mengenakan handuk. Ago menatap Hafa sebentar, membuang napas kemudian menutup pintu kamar.
"Bilang sama Kakak kalau kamu udah selesai," perintah Ago.
Hafa yang terkejut memegangi dadanya, dia lalu berjalan menuju pintu untuk menguncinya, Hafa menggetok kepalanya sendiri sebab merasa bodoh karena tak mengunci pintu kamar sebelum masuk ke kamar mandi tadi.
Setelah menenangkan dirinya, Hafa mulai memakai bajunya kemudian membukakan pintu lagi untuk Ago.
"Buat apa Kakak ke sini?" tanya Hafa sarkas. Ago masuk dan langsung mengunci pintu kamar Hafa, mereka akan bertengkar, jadi tak boleh ada yang tahu.
"Dan kenapa kamu ke sini gak izin sama Kakak?" tanya Ago balik menatap manik mata Hafa.
"Buat apa? Emangnya Kakak peduli? Apa pentingnya aku buat Kakak?" Ago mengusap wajahnya dan membuang pandangan dari Hafa.
"Aku sama Clarin kita cuma sepupu, kamu tuh cemburu gak beralasan tahu gak! Lagian kamu harus belajar untuk dewasa karena kamu seorang istri sekarang!"
Hafa menyingkirkan tangan Ago yang berusaha memegang bahunya. "Sepupu? Dia itu cinta sama Kakak! Berhari-hari dia tinggal di rumah, berhari-hari dia berusaha buat aku sakit, berhari-hari dia berusaha untuk deketin Kakak, terang-terangan dia bilang sama aku kalau dia cinta sama Kakak, bilang kalau aku gak pantes sama Kakak! Dan cerita soal Niana yang selama ini gak pernah Kakak ceritain sama aku! Kakak tahu aku istri Kakak, aku adalah orang yang Kakak minta untuk Kakak jaga! TAPI APA?! KAKAK GAK TAHU SIAPA PRIORITAS KAKAK, KAKAK..."
Ago menarik tangan Hafa dan menempelkan bibirnya ke bibir Hafa, membungkam istrinya itu hingga benar-benar diam.
***
Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar ya💙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top