Bab16: Rapat Pemegang Saham, Bermain di Pantai, dan Berkemah


"Kamu mau ikut rapat dengan orangtuamu dan para pegawai mereka? Itu hal baik! Tapi kamu sudah tahukah harus mulai dari mana? Misalnya, kalau ayahmu bertanya apa rencanamu setelah kamu menolak hidup dari hasil pertambangan, kamu mau jawab apa?" Ayumi senang sekaligus cemas. Kahoko menanyakan pertanyaan yang serupa, hanya saja beliau menitikberatkan pertanyaannya pada apa yang akan dilakukan wanita muda itu jika sang ayah berpikir penolakan anak gadisnya dilatarbelakangi pengaruh dari luar dan bukan sekedar pemberontakan ala-ala anak baru gede. Deandra menghela nafas panjang dan menatap semua yang ada diruangan itu dengan mata yang menyorotkan kebulatan tekad.

"Aku tidak mau menjadi gagap saat menghadapi ayahku, jadi aku pastinya harus meneliti lebih banyak tentang hal-hal yang ingin aku kemukakan, tapi yang jelas aku sudah muak berpura-pura setuju dengan apa yang ayah kerjakan hanya karena selama ini aku diajari untuk sekedar dilihat dan bukan didengar. Aku ingin angkat bicara. Aku ingin mengekspos bagaimana perusahaan tambang ayah memberi dampak buruk pada penghuni Bukit Emas, pada aneka tanaman dan hewan asli perkampungan ini, pada pertanian di sekitarnya, dan masih banyak lagi. Ayah mungkin saja berprasangka ini ada hubungannya dengan kisah cintaku dengan Ayumi, ya sebenarnya tidak salah juga kalau ayah sampai menduga demikian. Aku benar-benar peduli padamu, Ayumi, dan kamu sangat peduli pada kampung halamanmu, dan karena aku peduli padamu maka aku juga peduli pada kampung halamanmu. Persetan apakah ayah merestui cinta kita atau tidak."

Apa yang dikatakan Deandra menjdi kenyataan. Beberapa hari setelah para mahasiswa mempertanyakan rencana Deandra di izakaya, Kahoko menyambut Tn. dan Ny. Milton di wisma tamu, diiringi juga oleh beberapa pegawai mereka. Para pemilik bisnis dan pegawai mereka menggelar rapat di ruangan yang sama yang tempo hari dipakai Lee untuk mengajar dan para mahasiswa pun turut menyaksikan jalannya rapat selaku penonton—mereka tidak boleh ikut campur dan hanya boleh mendengarkan.

"Ibu, ayah, dan tamu-tamu yang terhormat, kita semua di sini akan mendiskusikan keputusan saya tentang akan menjadi penerus bisnis keluarga atau tidak. Keputusan saya jelas, saya menolak meneruskan bisnis keluarga. Keputusan saya tidak bisa diubah lagi. Ayah, jangan mencoba mengubah pendirianku. Jika Anda semua punya pertanyaan seputar keputusan saya, ini hari terakhir Anda bisa bertanya langsung pada saya." Deandra memulai.

"Apakah kamu sudah kehilangan akal sehat, Deandra? Ayah sudah menjamin kamu hidup enak dan kamu menolak apa yang Ayah berikan, buat apa sih? Bukankah Ayah sudah menyediakan segalanya yang kamu butuhkan? Ayah sudah membesarkanmu sampai kamu bisa sepintar sekarang dan begini caramu berterimakasih? Tidak tahu diuntung! Jelaskan apa maumu, sekarang!" Tn. Milton meradang.

Tanpa takut, Deandra menatap mata ayahnya. "Aku masih putri kesayanganmu, Ayah, tapi pikiranku tidak bisa lagi Ayah kendalikan. Aku sudah lepas dari belenggu yang Ayah pakai untuk membungkamku. Pertama, aku tahu perusahaan tambang Ayah adalah pihak yang bersalah di balik polusi udara dan polusi air. Belum ada yang berani menentang Ayah karena mereka tahu Ayah punya pengacara dan kuasa hukum ahli yang akan membela Ayah, tapi bahkan jika akhirnya aku kalah di persidangan aku akan tetap menuntut Ayah, ini bukan soal menang atau tidak, ini tentang prinsip! Perusahaan Ayah telah mencemari udara dan air yang tadinya bersih, sekarang kita harus hidup dengan asap dan tidakkah Ayah tahu asap pabrik dapat menyebabkan penyakit jantung dan kanker? Ayah bermain-main dengan nyawa manusia! Kedua, tidakkah Ayah tahu berapa banyak habitat alami yang nyaris hilang karena perusahaan Ayah? Apakah Ayah sebenarnya pernah membaca hasil laporan uji kelayakan proyek-proyek perusahaan keluarga kita ataukah uji kelayakan itu hanya formalitas?"

"Ibu dan Ayah tidak membesarkanmu untuk jadi durhaka seperti ini, Deandra. Dalam hidup, ada pemenang dan ada pecundang. Kita adalah pemenang, kita ambil apa yang bisa kita ambil. Para pecundang adalah pecundang karena mereka tidak bekerja sekeras kita. Janganlah kamu mengasihani orang-orang yang hidupnya melarat, salah mereka sendiri tidak bekerja untuk memeperbaiki taraf hidup mereka. Kita tetap fokus pada kesuksesan kita dan akan terus melaju menuju kesuksesan berikutnya." Ny. Milton membela suaminya dan menghardik putrinya, kesombongan sangat jelas tercermin dari nada bicaranya.

"Ibu dan Ayah tidak seharunya memelintir kepedulianku pada lingkungan hidup dan kesejahteraan hewan sebagai suatu kelemahan. Oke, katakanlah kalian tidak peduli pada hewan, bagaimana dengan manusia yang kampung halamannya kalian rusak? Kalau kalian bahkan tidak peduli pada manusia, aku peringatkan ya, suatu hari nanti sikap demikian bisa membawa masalah untuk perusahaan keluarga kita! Kalau kalian memang tidak peduli pada kesejahteraan warga kampung Bukit Emas, bagaimana dengan hilangnya kesempatan meningkatkan pertumbuhan ekonomi? Keindahan kampung tersebut menarik para turis yang juga berdampak baik pada ekonomi planet kita. Kalau Ayah dan Ibu tetap bersikukuh memindahkan perusahaan tambang ke kampung Bukit Emas, maka dosa kalian berlipat ganda: bukan cuma merusak alam tapi juga menghancurkan industri turisme. Kalian masih tidak mengertikah?" Deandra membantah.

Tn. Milton tertawa penuh kebencian. "Lugu sekali. Ayah mengecam sikap lugu. Turisme menjadi sesuatu yang berkembang di Bukit Emas karena ada pesawat-pesawat luar angkasa yang membawa orang dari planet-planet lain ke planet ini! Tidakkah kamu tahu apa yang menjadi bahan bakar pesawat luar angkasa? Pronas and Quenax! Kamu tahu siapa yang menjadi penyuplai bahan bakar tersebut? Kita! Tanpa perusahaan tambang kita, tidak akan ada turisme, jadi Ayah tidak mau dengar lagi alasanmu menolak menjadi penerus bisnis sampai kamu bia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana perusahaan kita menyuplai bahan bakar untuk pesawat! Tentu kita harus berkorban menebang pohon untuk membuka lahan supaya kita bisa menambang, tapi bukankah menurutmu itu pengorbanan yang setimpal karena di akhirnya uang yang kita dapat juga akan menggenjot roda ekonomi perkampungan Bukit Emas? Kita akan menjadi pahlawan, masih belum paham juga?"

"Tidak, tidak ada sedikit pun keuntungan dari perusahaan Ayah dinikmati suku asli di kampung Bukit Emas! Jangan coba menyembunyikan ini, aku tahu Ayah menggunakan keuntungan dari hasil tambang untuk membeli rumah ketiga, perahu pesiar keempat, dan sebuah pulau pribadi. Ayah tidak pernah peduli soal masyarakat adat, jangan mendadak berpura-pura peduli di pengadilan. Kalau betulan peduli, harusnya Ayah tahu pertambangan berdampak buruk pada pertanian di kampung karena hasil limbah yang mengalir ke sungai akan memperburuk kualitas air yang dipakai untuk irigasi perkebunan sayur dan buah dan juga menurunkan kesuburan tanah. Kalau Ayah peduli, Ayah juga akan tahu memindahkan perusahaan tambang tanpa melihat situasi geografis malah bisa membawa bencana!" Deandra kembali memotong Tn. Milton.

"Kamu pikir kamu pintar, ya? Jangan kira Ayah tidak tahu ada apa di balik semua ini. Ini tentang hubunganmu dengan Ayumi, kan? Dia membawa pengaruh buruh ke kamu. Ayah tidak pernah setuju kamu berpacaran dengan dia. Kamu dan lesbianisme kamu membawa aib buat keluarga." Tn. Milton langsung menuduh putrinya.

"CUKUP! Kalau Bapak ingin menyerang argumen Deandra saya masih mengerti, tapi serangan terhadap orientasi seksual itu tidak bisa dibenarkan! Kalian boleh beradu argumen sampai capek tentang praktik pertambangan, tapi menyudutkan lawan bicara hany karena identitas seksual yang ida punya sudah keterlaluan! Sebagai pemilik wisma tamu, saya harus mengusir Bapak dan rekan-rekan!" Kahoko tiba-tiba bangkit dan bertengkar dengan pria yang dua kali lipat besar tubuhnya, Ardiansyah di sampingnya siap siaga jika suasana menjadi genting.

"Baik, usir saya kalau mau. Deandra, ini belum selesai. Ayah akan membawa kasus ini ke pengadilan antar planet. Kamu punya waktu tiga bulan untuk bersiap-siap. Jika kamu bisa meyakinkan para juri bahwa ada bahan bakar alternatif yang bisa menggantikan Pronas dan Quenax, Ayah tidak akan memaksamu menjadi penerus bisnis. Sebaliknya, jika kamu gagal maka kamu harus meninggalkan Bukit Emas." Tn.Milton dan seluruh jajaran pengurus perusahaan beranjak pergi dari wisma tamu.

Begitu kedua orangtuanya benar-benar sudah tidak lagi di wisma tamu, Deandra merosot ke lantai dan Ayumi memeluknya erat. Satu per satu, para mahasiswa mendekat dan memeluk kedua wanita itu. Untuk sesaat, semua orang membungkam, tapi tidak ada yang bisa membantah bahwa semua yang ada di situ mendukung Deandra sepenuh hati.

"kamu sangat pemberani hari ini, Dea. Aku benar-benar belum pernah melihat bukti cinta yang jauh lebih jelas dari ini. Aku minta maaf atas perkelahian kita saat kamu baru datang, seharusnya aku tidak terburu-buru menghakimimu. Aku cinta kamu, Dea, dan hari ini aku belajar untuk tidak mempertanyakan cintamu untukku." Ayumi tersenyum di antara tangisannya.

"Y-ya. Sekarang kita harus mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk mempertahankan posisi kita serta menantang Ayahku dan jajaran kuasa hukumnya. Ini akan seperti cerita Daud melawan Raja Jalut, tapi aku percaya Tuhan akan bersama orang yang tersingkirkan, terpinggirkan, dan terinjak-injak. Aku akan memberikan segala yang aku punya untuk bisa melawan Ayah." Deandra bercucuran air mata namun jelas dia bukan lagi wanita yang sama dengan yang Moira dan kawan-kawannya interogasi di izakaya.

Wanita muda itu kemudian berkata dia ingin jalan-jalan di sepanjang tepian pantai, jadi Ardiansyah para mahasiswa tentang pelabuhan di pinggiran kampung di mana air terlihat jernih berkilauan dan pasir putih yang lembut terhampar. Para mahasiswa tentu saja gembira mendengar deskripsi pantai tersebut, maka dengan bersemangat mereka ikut Deandra dan Ayumi, tidak sabar bermain air dan mungkin melihat rumput laut. Ardiansyah tertawa, dia tidak punya alat selam tapi kalau mau dia bisa meminjamkan pelampung atau kacamata renang.

Moira membenamkan kaki ke air dan melihat segerombolan ikan kecil berenang melewatinya. Dia mencoba menangkap satu namun kehilangan keseimbangan dan jatuh terjengkang. Nardhia menertawakannya.

"Tidak lucu. Tunggu balasanku, akan aku dorong kamu!" Moira menciprati teman baiknya.

"Oh, gitu? Ayo lomba berenang! Pemenangnya yang berenang paling cepat!"

"Aku tidak bisa berenang, Nardhia. Bagaimana kalau kita lomba mengumpulkan kerang saja?"

"Gak masalah, tapi hadiahnya apa? Gimana kalau kita minta Nardho kepang rambut kita?"

"Kok aku? Demi apa, aku bahkan nggak pernah merawat rambutku sendiri." Cowok yang namanya disebut meringis.

"Biar aku saja! Aku selalu ingin mencoba mengepang rambut, tapi aku tidak tahu cara mengepang dalam budaya kalian, kalau kepang yang sederhana tidak apa-apa, ya? Mau aku kepang rangkap tiga?" Tony menawarkan diri.

"Untung aku pacaran sama kamu!" Nardhia melompat gembira dan berjinjit untuk memberi Tony kecupan kecil di pipi.

Moira dan cewek gokil itu menyusuri pantai untuk mencari cangkang kerang, sementara Vannie yang menghitug mundur sampai waktu sepuluh menit habis. Rain menghitung cangkang yang terkumpul. Moira mengumpulkan 54 cangkang sementara Nardhia mengumpulkan 73 cangkang. Jelas sudah siapa yang menang!

"Hore, hore! Aku menang. Oke, sekarang hadiahnya. Sini, Tony! Hari ini kamu yang mengatur gaya rambutku. Ingat ya, hari ini saja." Nardhia memanggil pacarnya kemari.

Setelah dua puluh lima menit berlalu dan rambut Nardhia sudah disisir dan disikat agar tidak kusut, sang gadis sibuk mengagumi kepangan rambutnya yang baru, tak henti-hentinya dia melihat dirinya di cermin kecil. Tony sudah mengepang rambut Nardhia di kedua sisi dan bahkan dia membuat kepangan tambahan yang berbentuk seperti bando malaikat.

"Wow, katanya kamu cuma bisa mengepang sederhana tapi ini sih jago. Ini bagus. Hei Nardho, kamu harus belajar mengepang rambut dari sahabatmu, lho. Coba, kamu bisa gak mengepang rambut Moira?"

"Tapi kan rambut dia selalu dikepang, jadi nantinya sama saja kecuali kalau dia mau dikepang gaya lain. Oh, aku punya ide. Moira, aku boleh lepas kepangan kamu, gak? Aku ingin melihat rambutmu yang panjang menari-nari tertiup angin!" Nardho memandang Moira dengan lembut, jadi sang kekasih membiarkannya mengurai rambutnya dan helai demi helai rambut keriting Moira pun jatuh gemulai di bahunya.

Rain dan Vannie mengagumi rambut Moira tanpa berkedip sementara Nardho memotret Moira. Kemudian Vannie memohon-mohon agar Rain juga mengepang rambutnya seperti kepangan yang Tony lakukan untuk Nardhia, jadi Rain tanpa banyak protes mengepang rambut Vannie sebisanya. Nardhia meminjam beberapa pita dan jepit rambut.

"Hore, terima kasih Rain! Aku mau kok mengepang rambut kamu tapi kan kamu tidak pernah buka kerudung." Vannie menyelutuk, tib-tiba sadar tidak ada satu orang pun di lingkaran pertemanan mereka yang pernah melihat rambut kekasihnya. Rain hanya mengangkat pundak, lalu mengatakan jika saat ini hanya ada para gadis tanpa remaja laki-laki pastinya tidak apa-apa membuka kerudung. Memang benar huma adalah cewek dan cowok sekaligus, tapi huma masih berpakaian seperti cewek dan karena itu hukum agama tentang cara wanita berpakaian melekat pada huma. Muslim yang baik tidak pernah melepas kerudung di depan lelaki yang bukan anggota keluarganya. Tidak semua wanita Muslim memakai kerudung, tapi yang memilih memakai kerudung biasanya tidak akan asal melepasnya, huma menjelaskan dalam bahasa isyarat dan Vannie menrjemahkannya untuk teman-temannya. Huma juga menerangkan hanya karena huma menganggap diri huma punya dua gender bukan berarti huma tidak boleh tetap berpakaian seperti cewek, sejatinya gender seseorang tidak berhubungan dengan pakaian yang mereka kenakan.

Waktu makan siang tiba dan Ardiansyah membawa para mahasiswa ke warung kaki lima di mana ada penjual makanan yang sedang menjajakan jagung bakar mentega, cumi-cumi bakar, gurita goreng tepung, dan tuna asin. Tony terlihat bahagia di surga makanan laut dan dia memesan seporsi kecil cumi-cumi. Di antara itu dia paling suka jagung bakar dan gurita.

"Aku mau pesan cumi-cumi. Sayang, kamu mau cumi-cumi juga?" Nardho bertanya, cukup tahu Moira biasanya kurang mencoba makanan yang tidak umum. Di luar dugaan, Moira malah ingin mencoba gurita balut tepung.

"Pilihan bagus, Moira. Aku kurang tahu makanan ini apa namanya di Bukit Emas, tapi Kenta pernah juga bikin makanan semacam gurita tepung ini, bentuknya juga bola-bola seperti yang dijual di sini. Dia bilang namanya takoyaki dalam bahasa Jepang. Kenta suka makan itu dengan jahe dan mayones. Enak dimakan selagi panas."

"Itu yang kayak serutan kayu di atas apaan? Aku harus makan serpihan kayu?" Moira memandang aneh taburan cakalang kering dan tipis yang bergerak karena uap.

"Oh, kalau Kenta bilang itu namanya bonito dan kadang kalau aku makan buur aku suka pakai itu buat taburan. Itu juga bisa dijadikan kaldu kuah dashi untuk up miso. Jadi, apakah kamu suka gurita balut tepung setelah mencoba sendiri, Moira?"

"Ini enak juga! Andai saja Neesa ada di sini, pasti aku aka membagi gurita ini dengannya."

Setelah makan, para mahasiswa kembali mencari cangkang kerang dan vannie baru menyadari di pantai ini ada toko yang menyewakan perlengkapan kayaking. Dia ingin mencoba kayaking. Semua orang kecuali Nardho ikut menyewa kayak, mereka ingin melihat ombak di lautan dengan lebih dekat lagi, sedangkan Tony lebih suka surfing tapi menurutnya kayak juga asyik.

"Kamu yakin tidak mau mencoba kayaking, Dho? Tidak setiap hari kita bisa santai-santai di pantai." Nardhia khawatir kembarannya tidak tahu cara bersantai. Si cowok menggelengkan kepala, dia bilang dia tidak boleh terlalu capek karena kesehatannya semakin hari semakin memburuk, bahkan sesuatu seperti naik tangga bisa membuat penyakit pernafasannya kambuh jika dia tidak berhati-hati. Nardhia bersimpati dengannya dan mengerti kenapa Nardho hanya mau duduk di tepi pantai dan memotret pemandangan. Tony akhirnya memutuskan tidak ikut cewek-cewek, dia mau menemani sahabatnya yang sepertinya sedikit kesepian. Sementara itu, Rain ikut dengan Ardiansyah menyewa tenda supaya malam ini mereka bisa berkemah di pantai dan menikmati cuaca yang bagus. Ini pertama kalinya mereka semua berkemah!

Matahri hampir terbenam ketika cewek-cewek pergi mendayung kayak dan Nardho memotret mereka persis saat matahri tenggelam. Matahari yang berubah jingga membuat cewek-cewek terlihat seperti siluet. Nardho cukup bangga dengan hasil jepretannya.

"Kamu fotografer yang baik! Aku yakin cewek-cewek pasti suka foto itu." Tony mengomentari.

"Makasih, Tony. Mudah-mudahan mereka suka. Kita berdua gak ada di foto tapi semoga setiap kali cewek-cewek melihat foto ini mereka ingat kedua berdua akan selalu ada untuk mereka bertiga. Mereka cewek-cewek yang manis." 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top