Bab 9: Perundingan Soal Etika Berpacaran dan Perencanaan Tugas Akhir


Belum hilang rasa kaget Moira melihat Nardho yang kurus kering dengan sukses menghajar Wyatt yang berotot kekar, dia mendengar suara orang beradu mulut dengan nada tinggi. Suara itu berasal dari Nardhia dan kembarannya. Terdengar pula suara Johan dan Kenta yang mencoba melerai si kembar.

"Apakah kamu benar-benar harus menghajar cowok itu, Dho? Sikapmu yang cepat mengamuk itu harus diubah!"

"Hei, cowok itu pantas dihajar! Kalau dia membuatmu menangis lagi, dengan senang hati aku akan menghajar dia sekuat tenaga sampai dia memohon-mohon ampunanmu!"

"Biarkan dia, dasar pahlawan kesiangan. Aku tahu harus bagaimana menghadapi dia."

"Nggak, kamu gak tahu caranya! Kalau kamu tahu, kamu nggak mungkin sampai nangis-nangis kemarin."

"Itu perkataan yang menusuk, bahkan jika datangnya dari kembaranku. Jadi kamu anggap aku ini makhluk lemah tanpa tulang punggung?"

"DIAM KALIAN BERDUA!" Kenta membentak, didorongnya sepasang kembar itu agar saling menjauh. "Nardhia, kembaranmu sangat peduli padamu. Nardho, rasa kepedulianmu itu bagus tapi kamu harus belajar mengendalikan diri dan mendengarkan Nardhia, jangan langsung hajar sana hajar sini tanpa mendengarkan pendapatnya. Sekarang, aku akan menyerahkan ini pada abang kalian, biar dia yang menasihati kalian."

Kenta kembali ke tempat kerjanya di Pusat Penulisan dan Johan duduk di tengah-tengah untuk mencoba menjembatani kesalahpahaman si kembar, sementara Moira duduk di kasur Nardhia. Moira bisa merasakan si pengurus asrama ini akan mengeluarkan petuah-petuah yang baik.

"Baik semuanya, aku bilang ini memang karena aku yang paling tua di antara kita bertiga dan karena aku yang mengurus anak-anak asrama, tapi aku juga bilang ini dari sudut pandang seorang Katolik. Nardhia, kalau kamu sedang tidak mau berpacaran, itu tidak masalah dan aku senang kamu terus terang ke Wyatt tentang keinginanmu dan tidak membiarkan hinaannya membuatmu ciut. Tapi aku khwatir kalau-kalau kamu sebetulnya tidak tahu apa yang kamu harapkan dari terjalinnya suatu hubungan. Aku sarankan ke depannya, kalau kamu sudah siap pacaran, carilah orang yang bisa membuamu lebih dekat dengan Tuhan, bukan orang yang seperti Wyatt. Orang yang mencintaimu seperti dia mencintai Tuhan pastinya tidak akan tega menghinamu atau mengecilkan hatimu seperti cowok satu itu."

"Terima kasih atas saran kakak. Iya, aku terbuai dan terlena oleh nikmat dunia yang menyesatkanku, seharusnya dari awal aku sudah tahu Wyatt bukan cowok baik-baik saat dia terlalu berlebihan mencumbu rayu aku, bahkan Vannie mencoba memperingatkanku."

"Apakah ada jaminan dia tidak akan menyakiti perasaan Nardhia lagi, kak? Aku akan bilang ke Tony supaya dia jangan memberi Wyatt kata sandi masuk asrama kita, tapi kakak sendiri apa punya wewenang membuat dia jera?" Nardho bertanya dengan cemas.

"Sepertinya tidak ada jaminan, dik. Kecuali kalau Nardhia sendiri menulis surat permohonan ke atasanku untuk membatasi lingkup gerak Wyatt. Keputusan akhir ada di tangan kembaranmu."

"Gagasan bagus! Tolong urus supaya aku bisa ketemu atasan kakak, aku mau tulis surat permohonan." Nardhia berkata dengan mantap.

"Baiklah, kakak akan persiapkan semuanya. Tapi ini hampir larut, istirahatlah. Kakak masih ada beberapa urusan administratif, kakak ada di lantai dasar kalau kamu butuh apa-apa." Johan pamit ke bawah melanjutkan perkerjaannya yang tertunda.

Vannnie mendorong kuris rodanya sendiri memasuki kamar, kemudian menyadari hawa tidak enak di ruangan itu, dan menepuk lembut tangan Nardhia. "Kamu gak apa-apa? Perlu curhat? Perlu jalan-jalan di taman?"

"Aku gak apa-apa sekarang, kata-kata Johan sangat mengena buatku dan aku sudah tidak marah lagi sama Nardho. Tapi idemu boleh juga, jalan-jalan supaya segar bugar. Jadi kita bakal jalan-jalan ke mana?"

"Rain bilang, sekitar lima belas menit naik bus dari sini, ada taman bunga. Kabarnya taman bunga itu punya banyak tumbuhan langka dan kebetulan para angota Klub Musikalisasi Puisi akan menggelar pertunjukkan di sana, udangannya khusus para mahasiswa tahun pertama saja. Rain sudah pasti tidak akan tampil, tapi huma yang bantu menghias panggung. Datang, yuk? Ini akan menjadi dukungan yang berarti buat huma dan aku juga ingin memberi huma suatu kejutan."

"Tentu akum au ikut, aku memang ingin kenalan sama Rain! Aku dengar huma memberi Moira setoples penuh permen kopi. Jadi, Moira, kamu mau ikut nggak? Nardho ikut juga?"

"Aku sudah janji mau bantu Nardho mengerjakan PR, jadi lain kali saja?" Moira mendongak.

"Cieeee, kekasih yang baik hati. Kamu tuh beruntung banget, iya nggak, Dho?" ejek Vannie.

"Bentar-bentar, betulan kalian pacaran? Wow. Selamat ya!" Nardhia berkata dengan gembira.

Begitu dua gadis itu menghilang dari pandangan, Moira langsung menjadi semerah tomat. Kita akhirnya punya waktu sendirian, nih? Dia berpikir dengan tertegun.

"Jadi, Moira, karangan ilmiah satu ini tujuannya untuk membantu kita berdua memahami materi yang akan diujikan oleh Lee besok. Ingat kan, kemarin dosen satu itu bilang beliau mau kita semua cari tahu lebih banyak soal insiden-insiden di mana Gaburs dan masyarakat adat Pohon Kecil telah gagal hidup berdampingan? Kenta sudah mengirimiku beberapa sumber terpercaya yang sepertinya bisa dipertanggungjawabkan, tapi aku butuh bantuan kamu meringkas sumber-sumber itu, kamu mau menemani aku membaca jurnal-jurnal yang sejibun ini?"

"Tentu saja, tolong hubungkan laptopmu dengan punyaku."

Salah satu artikel yang mereka baca bertajuk Ketika Gaburs Berubah Beringas: Penggundulan Hutan Menjadi Momok. Sejauh apa yang bisa dipahami Moira dan Nardho, tampaknya suku Pohon Luar dan suku Pohon Dalam berbeda pendapat mengenai bagaimana cara merawat dan melindungi hutan-hutan yang berada di perbatasan dua komunitas tersebut. Begitu hutan-hutan dibakar untuk membuka lahan pertanian dan perkebunan, para Gaburs turun ke perkampungan untuk mencuri hasil panen warga dan akibatnya para petani membalas dendam dengan menaruh bom di dalam wadah-wadah khusus yang dibentuk seperti buah nanas. Banyak Gaburs yang terkecoh mencoba memakan bom dan akhirnya mati meledak. Peperangan tak bisa dihindari karena suku Pohon Luar telah membuat suku Pohon Dalam merasa adat istiadat mereka telah dihina. Untungnya, para petinggi antar planet turun tangan dan membangun sebuah suaka margasatwa yang bisa ditempuh satu jam perjalanan dari perkampungan, jadi para Gaburs yang tidak terbunuh oleh bom bisa tetap hidup damai di kawasan suaka alam.

"Oh Bunda Maria, bisa-bisanya ada orang yang tega menyakiti hewan-hewan tak berdosa? Jahat sekali!" Nardho mendengus.

"Iya, dan para Gaburs kan tidak punya pilihan, mereka kelaparan!" Moira mengangguk setuju.

"Caramu menjelaskan hal-hal rumit membuatku makin menyukaimu, sayang." Nardho mengecup kepala Moira. Sepanjang malam Moira tidak bisa berhenti memikirkan kecupan itu. Hatinya dibuat semakin meleleh saat Nardho mengiriminya salah satu puisi Sapardi: Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni. Dirahasiakan rintik rindunya pada pohon berbunga itu. Moira, aku suka Sapardi dan puisi-puisi beliau, tapi janganlah ada rahasia di antara kita. Selamat tidur!

Keesokan paginya Nardho membangunkan Moira dengan mengiriminya pesan selamat pagi dan berdua mereka beranjak ke gedung biokimia, masih merutuk tentang manusia-manusia laknat yang tega menyakiti para Gaburs.

Ayumi masuk ke kelas sesaat setelah sepasang kekasih itu duduk. Lee datang terlembat karena terhambat arus lalu lintas yang macet di bundaran depan kampus, namun Ayumi mengambil alih materi perkuliahan dengan baik. Dia sudah mempersiapkan presentasi Lee juga dan dosen pria itu mengangguk hormat pada rekan sejawatnya.

"Selamat pagi, mahasiswa-mahasiswi yang saya banggakan. Seperti yang saya janjikan minggu lalu, saya ada cerita tentang bagaimana masyarakat adat Pohon Kecil awalnya hidup berdampingan dengan Gaburs. Tapi itu hanyalah satu keping cerita dari banyaknya keping-keping cerita yang berserakan dan saya yakin kalian bisa mencari tahu sendiri cerita utuhnya, bukan? Mari kita mulai!"

Lee bercerita bahwa dulunya para Gaburs sering menakut anak-anak kecil tapi para ketua kampung berhasil menjinakkan dan melatih para Gaburs dan mengembangkan isyarat-isyarat sederhana yang bisa dipahami oleh para Gaburs, jadi setelahnya hewan-hewan itu tidak lagi menunjukkan taring mereka di hadapan anak-anak kecil. Tampaknya, Gaburs dan anjing peliharaan sama-sama pintar jika sudah dilatih. Moira langsung membayangkan bagaimana jika seekor dinosaurus bisa bersikap bagaikan seekor anjing yang manja.

Setelah cerita Lee selesai, Ayumi meminta beberapa mahasiswa mempresentasikan riset mereka tentang bagaimana masyarakat adat Pohon Kecil pernah gagal berdampingan dengan Gaburs . Moira dan Nardho menerima nilai yang sangat bagus untuk presentasi mereka berdua, bahkan bisa saja menjadi dua mahasiswa dengan nilai teertinggi di kelas mereka, tapi ternyata nilai Rain masih lebih tinggi. Rain mempresentasikan artikel lawas dari beberapa dekade lampau, dalam presentasi itu ada cerita tentang suatu masa di mana suku Pohon Luar mengalami kekeringan dan kelangkaan bahan pangan sampai akhirnya mereka putus asa dan memakan daging Gaburs. Tentunya tindakan tersebut memicu keributan dengan suku Pohon Dalam yang tidak terima pembantaian para Gaburs meski dalam kondisi gawat darurat sekali pun.

"Oke, kuliah hari ini cukup sampai di sini. Sebelum kalian keluar dari kelas, Ayumi ingin mengumumkan sesuatu. Pengumuman beliau ada hubungannya dengan studi lapangan kita, omong-omong studi lapangan itu tingal dua bulan lagi, jadi dengarkan dengan baik!" Lee mengabarkan.

"Berita baik semuanya, keluarga saya telah menawarkan untuk menampung kita semua di wisma tamu, jadi kalian tidak perlu mencari penginapan sendiri. Satu lagi, saya sudah menyusun daftar kegiatan untuk studi di Bukit Emas nanti dan saya juga sudah punya tema khusus untuk tugas akhir kalian semester ini. Saya mendengar desas-desus bahwa para mahasiswa penerima beasiswa kelas Petualang Pemberani angkatan ini sangatlah berbakat. Kita punya pemusik, kita punya penyuka kesenian, pelukis, pujangga dan penyair, penari, penyanyi, dan masih banyak lagi talenta-talenta lainnya. Saya ingin kalian bekerjasama menulis naskah drama pendek. Drama itu untuk pentas kalian nanti di hadapan orangtua saya di Bukit Emas."

Para mahasiswa bersorak senang mendengar tugas akhir menulis naskah drama dan Moira yang memang artistik langsung hanyut dalam lamunannya tentang kemegahan panggung drama. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top