Bab 8: Perkuliahan Sosio-Budaya, Pembalasan Nardhia, dan Pesta Kecil

Catatan penulis: bab ini berisi pemikiran saya mengenai seperti apa hubungan yang sehat dan tidak sehat, seperti apa pasangan harus memberi dan menerima dalam sebuah hubungan, dan bagaimana sesorang tidak diwajibkan menerima kembali seseorang yang telah berbuat kasar padanya hanya karena orang itu sudah minta maaf setelah ditolak. Bab ini juga mengandung referensi puisi-puisi karya almarhum pujangga dan sastrawan terkenal, Sapardi Djoko Damono. Benar bahwa cerita ini latarnya di masa depan, namun saya pikir karya-karya beliau tidak akan pernah usang dimakan waktu. Pikirkan saja, jika Chairil Anwar bisa mengakatakan "ingin hidup seribu tahun lagi", maka tidak ada alasan untuk karya-karya Sapardi untuk tidak menjadi kekal abadi. Saya ingin menunjukkan sisi Indonesia dari Nardho. Nantinya kita juga akan elihat sisi Papua Nuigini darinya (saya harus cari tahu lebih banyak tentang ini karena saya sendiri belum pernah ke sana). Omong-omong, suku Pohon Kecil yang disebutkan di bab ini terinspirasi sedikit oleh suku yang sungguh ada di Indonesia, yaitu suku Baduy Luar dan Baduy Dalam.

Terakhir, bab ini akan lebih menyenangkan untuk dibaca jika kalian lebih dahulu mendengarkan lagu Jar of Hearts.

Moira membiarkan kepalanya tetap bersandar pada dada Nardho sebelum akhirnya dia melepaskan diri dari pelukan kekasihnya. Dua anak muda itu membungkam, masih berusaha memahami bahwa mereka sekarang sudah lebih dari sekedar teman biasa.

"Nardho, aku tidak tahu banyak tentang agama, tapi sejak kapan kamu menjadi orang beragama?"

"Aku sudah menjadi penganut kepercayaan Katolik sejak dulu, hanya saja aku menyimpannya untuk diri sendiri. Belakangan ini sangat jarang orang yang secara terbuka memeluk agama tertentu, kamu tahu? Lagipula, aku tidak punya hak mengatur hidup orang lain. Aku hanya ingin mencintai dan dicintai, itu sebabnya aku senang bisa menjalin dan mengeksplorasi hubungan baru denganmu. Aku ingin tahu apa arti cinta yang sesungguhnya, bagaimana cinta dimulai, bagaimana cinta mekar, dan bagaimana cinta membuat kita merasa diterima."

"Bagaimana kamu tahu saat kamu telah jatuh cinta pada seseorang? Apa itu cinta? Bagaimana kamu menunjukkan rasa cinta?" Moira berpikir keras, tidak yakin apa yang bisa diharapakannya dari Nardho setelah mereka sekarang resmi menjadi sepasang kekasih. Nardho berpikir panjang dan akhirnya mengatakan ada banyak jenis cinta, misalnya cinta pada saudara seperti yang dia rasakan untuk Nardhia, cinta pada orangtua seperti yang dia rasakan untuk Mama di rumah, dan cinta pada sosok yang dihormati, seperti yang dia rasakan untuk Bunda Maria. Namun demikian, dia belum tahu apa sebutan untuk perasaan yang dia punya untuk Moira. Yang dia tahu, perasannya lebih dari sekedar perasaan berbunga-bunga sementara dan hanya itu yang dia yakini untuk saat ini. Moira mengangguk dan memandanginya dengan penuh kekaguman. Nardho balik mengangguk dengan kelembutan yang terpancar di tatapan matanya.

"Jika suatu hari nanti aku benar-benar jatuh cinta padamu, Moira, aku ingin mencintaimu secara sederhana. Aku ingin melakukannya dengan sederhana, sesederhana kata yang tak terucapkan oleh kayu pada api yang membuatnya terbakar jadi abu." Nardho menghela napas dan di wajahnya terbersit secercah rasa ingin memiliki sesuatu yang dirasanya masih jauh.

"Betapa puitis. Aku tidak tahu kamu bisa mengarang puisis. Tapi apa makna bait-bait itu?"

"Aku bukan penulis puisi, aku meminjam baris-baris itu dari seorang pujangga yang namanya nyaris terlupakan, seorang pujangga yang aku tahu dari cerita alkisah para moyangku. Apa yang kumaksud adalah ketika akhirnya aku jatuh cinta padamu nanti, aku akan rela melindungimu, menjagamu, dan mengorbankan beberapa hal hanya untuk bersamamu karena bila saat itu tiba aku rasa kamu akan menjadi bagian yang sangat penting dalam hidupku dan aku rasa nantinya aku tidak akan bisa membayangkan hidup tanpamu. Tapi untuk saat ini, mari kita nikmati hubungan kita dan biarkanlah mengalir."

"Kita bakal beritahu yang lain atau cukup kita berdua saja yang tahu?"

"Oh, kita bakal beritahu yang lain. Tapi khusus Nardhia, jangan dulu. Oh iya, aku tahu kembaranku mungkin sudah bilang ke kamu kalau aku punya sumbu pendek dan bakal berantem untuk membela dia kalau aku diprovokasi, tapi sejujurnya karena kita sekarang sudah kuliah ya aku tidak bisa selalu jadi pahlawan. Aku tahu dia akan selalu memerlukan bantuanku, tapi sudah saatnya dia menyelesaikan masalahnya sendiri. Aku pasti akan mengulurkan tangan jika diperlukan, karena bagaimana pun dia tetap kembaranku, tapi aku mau dia belajar memecahkan urusannya sendiri."

Moira dan Nardho kembali ke kampus, bergandengan tangan, membicarakan kelas-kelas mereka dan kesan mereka soal kehidupan kampus sejauh ini. Sesampainya di kamar Nardho, mereka berdua disuguhi pemandangan yang tak biasa. Ada seseorang yang tak pernah mereka lihat sebelumnya sedang memasang papan tulis kecil di pintu Nardho. Dia bukan anak kampus ini, ya kan? Moira mengingat-ingat.

"Oh, hei, wajahmu tidak familiar. Kamu baru pindah ke asrama ini?" Moira menyambut orang tak dikenal itu.

Tidak ada jawaban. Malahan, orang baru itu membuat suara geraman, kemudian menunjuk ke papan tulis.

Ada beberapa kalimat yang terpampang di papan tulis: Panggil aku Rain Qatari. Saat kalian berbicara tentangku, tolong gunakan kata ganti "huma", bukan "dia". Aku terlahir bisu. Aku akan menjadi teman sekamar Nardho yang baru, menggantikan Wyatt. Aku paham bahasa isyarat tapi terkadang juga memakai teknologi yang mengubah tulisan menjadi suara. Jangan mengasihaniku. Silahkan tinggalkan pesan-pesan konyol di papan ini, terutama pesan receh.

"Oh, oke. Senang bisa berkenalan denganmu, Rain, kita semua akan memperlakukamu dengan baik. Tapi kamu harus mengajariku bahasa isyarat, ya, aku tidak mengerti bahasa isyarat!" Nardho menjabat tangan kawan barunya dan Moira menyusul.

Rain menerima jabatan tangan mereka, kemudian mengajak mereka kedua ke dalam kamar, muka huma menunjukkan huma ingin memperlihatkan sesuatu. Begitu mauk kamar, Rain memberi teman-teman barunya dua toples permen. Permen-permen di toples itu berwarna coklat madu bak karamel. Moira tersadar apa yang Rain berikan pada dia dan Nardho adalah semacam permen kopi yang bisa dikunyah seperti permen karet. Ini adalah hal baru buat Moira, karena biasanya dia hanya makan permen kopi yang keras, misalnya Kopiko. Rain menaikkan alis huma dan Moira bilang dia suka hadiah dari huma.

"Kamu manis sekali, Rain. Aku senang mengenalmu. Aku akan taruh toples permen ini di meja belajar!" Moira menyahut dengan senang.

Esok harinya, kelas-kelas berlangsung seperti biasa, hanya saja Nardho telah meninggalkan salah satu kelas paginya, kelas Dasar-Dasar Penulisan Akademik, dan mengikuti versi kelas sore supaya pagi harinya dia bisa menemani Nardhia di kelas khusus penerima beasiswa, kelas Petualang Pemberani. Halah, akhirnya dia tetap jadi pahlawan, Moira menyindir dalam hati.

Ayumi dan Lee memulai kelas tepat waktu, kemudian mengumumkan bahwa perkuliahan hari ini akan berfokus pada presentasi kelompok dan para mahasiswa punya waktu satu jam untuk mempersiapkan presentasi mengenai apa yang membuat masyarakat adat Bukit Emas, suku Pohon Kecil, berbeda dengan masyarakat lain di planet Sycamore Merah. Untuk memastikan setiap kelompok mahasiswa punya topik yang berbeda dan tidak ada topik yang diulang dua kali, Ayumi mengedarkan kuesioner secara acak. Kuesioner itu menjadi panduan tema presentasi mahasiswa dan setiap kelompok punya kuesioner masing-masing.

Moira sekelompok dengan Rain, sepertinya anak itu menghabiskan separuh malam begadang membaca-baca referensi tentang suku Pohon Kecil di luar apa yang ada di buku teks kuliah. Saat ditanyai oleh Moira apakah huma selalu serajin ini, Rain menulis balik aku tidak punya pilihan lain, aku harus jauh-jauh hari mengetik apa yang ingin aku sampaikan pada sesi diskusi supaya alat khususku yang mengubah teks menjadi suara sudah siap saat harus digunakan.

Satu per satu, kelompok-kelompok mahasiswa mempresentasikan riset singkat mereka mengenai masyarakat adat Pohon Kecil, sampai akhirnya Ayumi memanggil nama Rain dan Moira. Rain dipersilahkan mempresentasikan riset huma sebelum Moira. Alat huma menyala dan apa yang sudah diketik oleh Rain berubah menjadi sebuah narasi.

"Masyarakat adat Pohon Kecil merupakan suatu pecahan dari sekelompok orang penyandang disabilitas yang berhasil kabur dari pengasingan atau pengurungan di fasilitas milik lembaga antar planet dan kemudian mencari suaka di suatu rimba raya yang berbatasan dengan sebuah kampung kecil. Masyarakat adat ini hidup berdampingan dengan alam dan merupakan masyarakat yang paling terpinggirkan di planet Sycamore Merah, namun di saat yang bersamaan mereka juga canggih. Mereka mengubah limbah menjadi listrik dengan cara melengkapi tempat pembuangan sampah mereka dengan pipa-pipa bawah tanah yang menyalurkan gas rumah kaca, seperti metana, ke tangki penampungan yang membakar gas-gas beracun menjadi energi hijau terbarukan." Narasi dari alat khusus huma terhenti dan Rain melirik Moira, meminta gadis itu melanjutkan. Moira mengaktifkan mesin hologram dan menunjukkan peta Bukit Emas.

"Orang-orang suku Pohon Kecil, yang sebagain besar mengikuti sistem matriarki dan menganut garis keturunan matrilineal, bisa dibagi lagi menjadi dua kategori, Pohon Dalam dan Pohon Luar," Moira memulai. "Pohon Luar hidup lebih dekat dengan perkotaan dan sudah tidak lagi merawat ritual-ritual leluhur mereka, jadi mereka sudah tidak lagi berburu rusa dan mengambil daging hewan liar, justru mereka lebih sering makan makanan siap saji. Suku Pohon Luar justru berkebalikan, mereka masih melaksanakan ritualritual leluhur dan banyak perayaan sakral, misalnya festival menghias Gaburs yang dilangsungkan pada hari ke delapan di bulan ke delapan tiap tahunnya untuk memperingati detik-detik saat para ilmuwan berabad-abad yang lalu berhasil membawa Gaburs ke perkampungan masyarakat adat ini. Walau tahu sesungguhnya Gaburs tercipta dari tangan dingin para ilmuwan, sebagian besar anggota suku Pohon Dalam masih beranggapan Gaburs merupakan peliharaan para dewi, bukan hasil rekayasa genetik, jadi bagi mereka Gaburs diciptakan dari gabungan helai-helai rambut pelangi para dewi dan tulang-belulang para dewata yang turun dari surga."

"Presentasi yang sangat bagus dari Rain dan Moira!" Ayumi bertepuk tangan. "Anak-anak lain juga mempresentasikan riset dengan baik, saya sangat senang semester ini diberi rezeki mengajar para mahasiswa yang sangat rajin. Pertahakan prestasi kalian, ya! Omong-omong, saya terlahir sebagai anggota suku Pohon Luar tapi semasa kecil saya hidup berpindah-pindah antara perbatasan dua komunitas yang saling berseberangan itu, jadi saya punya banyak kenangan tentang festival-festival tertentu, terutama perayaan Hari Menghias Gaburs. Jika kalian ingin melihat foto-foto masa kecil saya, silahkan temui saya di kantor selesai kuliah. Minggu depan Lee akan menjelaskan lebih lanjut bagaimana suku Pohon Kecil hidup berdampingan dengan Gaburs, tapi sebelumnya beliau punya tugas untuk kalian. Lee, bisa Anda terangkan tugas ini?"

"Iya. Saya ingin kalian mengumpulkan data tentang peristiwa-peristiwa bersejarah yang langka, di mana Gaburs dan masyarakat Pohon Kecil gagal hidup berdampingan dan kemudian kalian harus membuat analisis mengapa peristiwa tesebut bisa terjadi. Kalau kalian butuh sumber-sumber yang bisa dipertanggungkan, keponakan saya Kenta kerja di Pusat Kepenulisan dan kalian bisa minta tolong dia untuk mengajari kalian menyadur arsip-arsip lama dan setumpuk jurnal akademik di perpustakaan kampus. Ya sudah, sampai di sini dulu perkuliahan hari ini!"

Moira baru saja akan meninggalkan gedung biokimia saat ponselnya begetar. Johan telah mengirimkan pesan ke anak-anak asrama, isinya tentang rencana membuat peseta kejutan. Begini selengkapnya:

Hei, anak-anak, gimana kelas kalian, lancar? Kayaknya bakal seru kalau kita bikin pesta kejutan untuk menyambut si anak baru, Rain. Vannie sudah menawarkan diri untuk membuat huma sibuk dengan cara menyeret huma ke pertemuan mingguan Klub Musikalisasi Puisi, memang aneh sih karena Rain kan bisu, tapi mungkin walau huma tidak bisa membaca puisi huma tetap suka mendengarkan orang lain membaca puisi. Hei Nardho, dengar-dengar kamu juga suka puisi, mungkin lain kali kamu bisa gabung dengan mereka berdua. Kembali ke topik awal, gimana kalau kita bikin kue mangkuk di dapur asrama? Kenta dan akum au belanja bahan-bahan, kita semua bisa patungan beli tepung, gula, dan bahan lainnya. Bilang ya kalau di antara kalian ada yang alergi telur atau apa.

Tidak butuh waktu lama sampai notifikasi di polsen Moira dibanjiri oleh pesan-pesan dari anak-anak asrama yang heboh menantikan pesta kue mangkuk. Riuh rendah persiapan pesta ini membuat Moira teringat sepupunya, Neesa pasti senang kalau saja dia ada di sini, terutama karena Kenta juga terlibat. Neesa sudah tidak lagi naksir Kenta, tapi mereka berdua masih berteman baik dan tidak ada hal lain yang membuat Moira lebih bahagia dari ini, kecuali mungkin puisi-puisi bermakna ambigu yang meluncur dari bibir Nardho. Neesa pasti akan membenci puisi-puisi sentimental itu.

Daftar belanja bahan-bahan kue mangkuk cukup pendek, tapi bahan tertentu seperti perasa buatan memang agak mahal, apa lagi setiap mahasiswa punya selera yang beda, jadi Kenta membeli beberapa botol perasa buatan. Moira suka kue mangkuk rasa raspberry dan lemon, sementara Kenta dan Johan sama-sama suka kue mangkuk rasa blueberry.

Moira membantu mengukus kue yang belum dihias, sementara Nardhia membantu Johan membersihkan meja dapur dan Nardho membantu Kenta menghias langit-langit ruang tamu dengan balon pesta. Mahasiswa lainnya menyapu lantai, memasang spanduk, dan menyiapkan judul-judul lagu yang akan diputar.

Vannie dan Rain kembali ke asrama tepat ketika Kenta mengeluarkan kue-kue mangkuk dari kukusan untuk dihias. Rain melongo membaca spanduk bertuliskan Selamat Datang Anak Baru, Ayo Pesta Pora!

Terima kasih banyak, aku sangat terharu, aku sayang kalian semua, huma mengisyaratkan dalam Bahasa Isyarat Planet Sycamore Merah. Isyarat satu itu cukup mudah dipahami, untuk mengisyaratkan rasa sayang Rain membentuk kedua tangan huma menjadi lingkaran di atas dada huma dan untuk mengatakan terima kasih huma meletakkan tangan di depan bibir yang mengerucut.

Begitu kue mangkuk siap, Johan menghitung para hadirin dan membagi kue mangkuk sejumlah orang yang hadir, sambil mengingat selera masing-masing mahasiswa. Semua orang mengunyah kue mangkuk dengan gembira, beberapa orang berdansa mengikuti irama musik. Tiba-tiba sesorang yang tidak diundang menyerbu masuk tanpa bisa dicegah. Wyatt merusak suasana.

"Kamu! Mau apa kamu ke sini? Sudah kubilang jangan ke sini lagi!" Johan menghardik. Wyatt tidak mendengarkan protes si pengurus asrama itu dan langsung menghampiri Nardhia. Nardho sudah siap menghadang cowok tak tahu sopan santun itu, tapi Kenta menahannya, sadar bahwa Nardhia sendiri berjalan pelan ke arah Wyatt tanpa gentar. Nardho masih memasang kuda-kuda namun tidak bereaksi lebih lanjut.

"Nardhia, aku ke sini bukan mau cari ribut. Hukuman dari Lee sudah cukup membuat aku berpikir ulang tentang bagaimana cowok harus memperlakukan cewek dan aku sadar apa yang aku katakan tempo hari ke kamu, Ayumi, dan anak-anak di kelas kita bisa disalahartikan sebagai pelecehan verbal. Aku salah dan aku minta ma'af. Aku akan memperlakukanmu dengan lebih baik mulai sekarang dan aku tidak akan menggombali cewek lain selama kita pacaran. Kita bisa balikan, Nardhia?"

Sang gadis memelototi Wyatt, diam dan mematung sebelum akhirnya berkata tegas, "Tidak."

"Kenapa tidak? Aku bilang aku minta ma'af, kan. Mau kamu apa? Cipok?"

"Nggak mau. Pertama, apa yang kamu katakan tempo hari bukanlah pujian untuk para cewek, itu pelecehan dan menginjak-injak martabat perempuan. Kedua, sombong sekali kamu sampai bisa berbesar kepala dan merasa kata-kata ma'af saja sudah cukup membuatmu sim salabim jadi orang tanpa dosa. Ketiga dan yang paling penting, intinya aku sedang tidak mau pacaran sekarang. Kita putus!"

Muka Wyatt merah padam mendengar penolakan itu. "Kamu itu cewek bekas, kamu sadar kamu itu bekas?" dia mengacungkan jari tengahnya ke Nardhia.

"Lancang sekali kamu! Satu detik kamu ingin balikan dan detik selanjutnya saat diputusin kamu langsung menghinaku lagi!" Nardhia berteriak sebal. Dia lari ke kamarnya dan membanting pintu. Hempasan pintu itu menggema di seantero asrama.

"Wyatt!" Nardho berseru dengan marah. Saat cowok tak tahu malu itu membalikkan badan, si kurus keturunan Indonesia-Papua Nuigini menghajarnya tanpa ampun tepat di muka. Serangan itu berhasil membuat Wyatt kehilangan keseimbangan dan terhuyung-huyung. Malu karena ditinju, dia buru-buru meninggalkan asrama. Nardho tersenyum penuh kemenangan. Seisi ruangan gemuruh mengelu-elukan si petinju dan Johan menggelengkan kepala melihat adiknya sok jagoan. Memang dia dari dulu selalu ingin jadi pendekar, pikirnya dengan maklum di tengah sorak-sorai satu asrama. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top