Bab 6: Permulaan Kehidupan Kuliah

Sudah dua hari berlalu sejak Moira mendengar berita penerimaan dari Lee. Hatinya masih berbunga-bunga dan berkali-kali sudah dia mengecek apakah dia tidak sekedar salah paham pada perbincangan mereka. Kopernya sekarang sudah selesai dikemas dan penuh dengan barang-barang yang akan dibawa ke kampus, termasuk boneka empuk dari Neesa, buku tentang unsur kimiawi buah-buahan dari Paman Martin, dan baju-baju baru dari Bibi Zoe. Dalam dua setengah minggu lagi, Moira akan terbang menuju planet Sycamore Merah, sekitar empat hari perjalanan dari planet Beringin Putih. Neesa sudah membelikan Moira banyak cemilan untuk dinikmati di pesawat luar angkasa, termasuk mangga dan nanas kering.

Moira sekarang masih bangun dengan mata terbuka lebar di kamarnya karena dia terlalu bersemangat memulai perkuliahannya dan akhirnya gadis itu memutuskan untuk membaca silabus untuk kelas-kelas biokimia yang akan diajarkan Lee bersama dengan beberapa dosen lain. Ada setidaknya empat kelas yang menarik perhatian Moira: Kesehatan Lingkungan Hidup dan Restorasi Habitat, Elemen-Elemen Habitat yang Sehat, Program Penjelajahan Petualang Pemberani, dan Pengantar Struktur Biokimia Hewan. Moira tahu cepat atau lambat dia harus mengambil semua kelas tersebut untuk menyelesaikan studi S1, tapi dari empat kelas yang diampu Lee program penjelajahan itu yang paling diminatinya. Lee sudah menuliskan di deskripsi kelas bahwa kelas tersebut akan mencakup sejarah sosiobudaya spesies yang terancam punah di planet Sycamore Merah, spesies yang juga dikenal dengan nama Gaburs. Beberapa waktu yang lalu, Neesa sempat menjelaskan ke Moira bahwa Gaburs adalah spesies yang terancam punah karena keberhasilan perkembangbiakkan mereka sangat rendah, tapi tentu saja silabus kuliah Moira punya lebih banyak informasi lagi—para Gaburs, juga dijuluki gajah bersayap, hanya hidup di sebuah kampung kecil yang terkucil yang dinamai Bukit Emas. Para penghuni kampung itu, dikenal sebagai suku Pohon Kecil, dulunya menganggap para Gaburs sebagai binatang suci peliharaan para dewi. Beberapa dekade belakangan, arus modernisasi di Bukit Emas berefek negative pada jumlah orang-orang suku Pohon Kecil yang masih berpegang teguh pada kepercayaan lama mereka, jadi sekarang ini hampir tidak mungkin menemukan seorang anggota suku Pohon Kecil yang masih menyembah para Gaburs. Tanah terkucil suku pinggiran itu sekarang dibuka untuk turisme dan beberapa bagian hutan sudah ditebang untuk dijadikan perkemahan, akhirnya para Gaburs mengungsi ke bagian hutan yang belum digunduli. Memang ada beberapa usaha untukmenyelamatkan para Gaburs, misalnya dengan didirikannya situs konservasi, tapi pada umumnya orang-orang Pohon Kecil tidak begitu peduli tentang kesejahteraan para Gaburs dan menganggap kumpulan binatang itu sebagai penggenjot roda ekonomi dan turisme. Seakan itu belum cukup buruk, tanah tempat tinggal orang suku Pohon Kecil diketahui sebagai tanah yang kaya akan Pronas dan Quenax, dua batu permata langka yang bisa dijual dengan harga mahal ke perusahaan pembuat baterai pesawat luar angkasa. Bisa ditebak, keberadaan batu permata ini akan menarik perhatian perusahaan-perusahaan tambang walau sejauh ini belum ada perusahaan yang dibangun di Bukit Emas. Walau demikian, ada desas-desus bahwa ada wanita muda pengusaha bernama Deandra Milton yang digadang-gadang menjadi orang yang paling mungkin membayar harga tertinggi untuk izin membangun anak perusahaan tambang. Darah Moira mendidih, dia benci orang-orang yang hanya memikirkan duit dan tidak punya kepedulian pada hal lain.

Telepon genggam si gadis remaja itu bergetar dan ada beberapa pesan masuk. Moira membaca pesan yang pertama, pesan dari Kenta, dan berpikir jangan-jangan cowok satu itu sedang ingin mendiskusikan penelitiannya yang sekarang sudah selesai. Moira belum sempat bilang selamat ke cowok itu atas keberhasilannya meraih gelar doktoral, jadi dia senang Kenta kirim pesan di saat dia sedang sulit tidur.

Hei, awalnya aku berniat menunggu sampai kamu menjejakkan kaki di Anggrek Biru untuk kasih tahu hal ini, tapi terus aku mikir masa bodoh, ngapain nunggu, berita ini terlalu bagus untuk tidak segera aku sampaikan. Moira, sepertinya aku tidak harus meninggalkan kampusku yang tersayang! Aku direkrut para petugas Pusat Kepenulisan sebagai asisten penulisan karangan akademik. Keren, kan? Kalau kamu perlu bantuan menulis esai atau apa pun yang berhubungan dengan tulis menulis, kunjungi aku. Aku akan mencoba untuk tidak memberikanmu perlakukan istimewa tapi aku tahu kamu akan menjadi salah satu mahasiswa yang paling aku sukai.

Moira menjawab: Selamat, kak! Iya, nanti aku pasti berkunjung ke kantor kakak. Kakak sepertinya bear-benar cinta mati pada Anggrek Biru dan rasa cinta itu menular. Aku senang kakak tidak ke mana-mana.

Pesan selanjutnya datang dari Nardhia, kembarannya Nardho yang aneh yang melakukan panggilan video dengan Moira beberapa saat lalu. Moira memang telah memikirkan kabar si kembar yang lucu itu.

Aku sudah dengar kamu diterima universitas! Nardho dan aku juga diterima, kami berdua memang termasuk orang yang keluarganya turun temurun kuliah di sana, tapi kami juga kerja keras untuk bisa diterima, gak bisa lah cuma pakai orang dalam, nepotisme sudah tidak zaman. Aku sudah tahu akan tinggal di mana, abang kami Kak Johan salah satu pengurus asrama dan dia yang mengatur segalanya tentang tempat tinggal kami. Asrama yang akan aku dan Nardho tinggali adalah asrama campuran cewek-cowok, jadi nanti Nardho ada di sayap asrama khusus cowok dan aku tentu saja di sayap cewek. Tebak teman sekamar aku siapa? Vannie! Tapi, kata Kak Johan kamarnya masih muat satu orang lagi, kok. Kamu mau sekamar sama kami? Cewek-cewek harus bersatu. Pasti asyik lah kalau bisa sekamar bertiga, nanti kita pesta. Bukan pesta yang mabuk-mabukkan dan berisik, nggak lah, maksudku pesta pizza dan soda terus habis itu kita nonton film sepuasnya terus lanjutin main video game sampai subuh.

Moira tertawa dan membalas: Kedengarannya asyik! Oke, aku mau dong sekamar sama kalian. Sampai ketemu.

Hari keberangkatan akhirnya tiba dan Moira berdiri di gerbang bandara dengan keluarganya. Neesa menangis semalaman dan Moira khawatir dia akan menangis lebih kencang lagi saat mereka harus benar-benar berpisah. Bibi Zoe tidak pernah dramatis dan sepertinya tidak memunjukkan emosi apa pun, tapi di balik muka datar bibinya Moira tahu beliau pasti juga sedih akan berpisah dengan keponakannya. Sementara itu, Paman Martin sebentar-sebentar menguliahi tentang tangung jawab anak kuliahan dan berbagi tips untuk menghadapi beban kuliah yang seabrek.

"Kamu harus video chat sama aku tiap weekend, janji? Juga, makan yang benar di kampus! Aku nggak tahu kantin kampus kamu kayak gimana, tapi kamu harus pilih makanan yang sehatAku tahu kamu gak suka sayur, tapi kamu harus tetap makan sayur walau sedikit, oke?" Neesa memeluk Moira erat-erat.

Moira balas memeluk sepupunya. "Aku janji bakal video chat kamu, tapi aku nggak bisa janji bakal makan sayur."

"Keponakanku sudah dewasa," isak Paman Martin tercekat. "Paman akan kangen kamu, sayang, jaga diri baik-baik! Oh, dan jangan lupa tetap melukis dan kirim gambar lukisanmu! Paman bakal sedih lihat studio senimu di garasi jadi kosong, tapi kalau kamu tetap melukis walau jauh di sana Paman akan ikut senang."

Moira mengacungkan jempol ke pamannya dan berbalik menatap bibinya, yang tersenyum dan merentangkan tangannya lebar-lebar. Si calon mahasiswa mengubur wajahnya dalam-dalam di pelukan bibinya, menghirup wangi parfumnya. Bibi Zoe mengangkat wajah Moira dan mengelus pipinya lembut.

"Sekarang kamu akan pergi ke wilayah yang asing. Jangan lupa telpon ke rumah kalau ada waktu, oke? Juga, kalau ada yang jahat sama kamu, kamu harus berani lawan. Kamu adalah seorang pendekar, Bibi tahu itu."

"Aku harap tidak akan ada yang jahat sama aku, tapi kalau ada yang jahat aku akan membela diri!" Moira tertawa dan melambaikan tangannya tanda perpisahan saat dia melangkah ke gerbang keberangkatan dengan paspor dan tiket di tangan dan tas gendong di pundaknya. Di kejauhan, Neesa menahan tangis dan Bibi Zoe menangkapnya saat dia roboh.

Empat hari kemudian, Moira mendarat di planet Sycamore Merah dan melihat wajah-wajah yang familier melambaikan tangan ke arahnya sambil memegang selembar kertas bertuliskan Selamat Datang! Kenta dan Lee berlari ke arahnya, senyuman mereka cerah seperti bintang yang berkelip. Moira lega mengetahui dia tidak harus menaklukkan planet asing ini sendirian.

"Hei teman, akhirnya kamu bergabung juga dengan kami! Bagaimana pernerbangannya? Sini biar aku saja yang bawa barang-barang bawaanmu." Kenta mengambil tas dan koper Moira. Moira berterima kasih padanya dan mengatakan perjalanan dengan pesawat luar angkasa sangat melelahkan.

"Iya, aku bisa bayangkan, apa lagi buat orang yang baru pertama kali terbang. Kamu bisa istirahat di mobilku dalam perjalanan ke universitas, aku tahu aroma jeruk dan mawar akan membuat kamu relaks. Ingat kan pertama kali aku mengantarmu ke taman bunga?" Kenta menggoda. Moira tertawa kecut, sedikit malu.

Lee melangkah lebih dekat ke arah gadis itu dan mereka berjabat tangan. "Kamu lebih cantik kalau langsung ketemu aslinya, Moira. Kamu membuat saya teringat anak perempuan saya. Dia sekarang tinggal di planet Cemara Perak dan bekerja sebagai software developer. Waktu dia masih seumuran kamu, dia juga menggemari kimia dan fisika namun kemudian dia mabil beberapa kelas computer science di Anggrek Biru, awalnya dia sekedar iseng tapi lalu sejak saat itu dia jatuh cinta beneran dengan coding. Saya yakin minat kamu juga akan berkembang dan kami akan menemukan bidang yang kamu cintai sepenuh hati."

Perjalanan ke universitas berlangsung dalam sunyi karena Moira lebih banyak melihat keluar jendela mobil Kenta, takjub pada pemandangan baru. Planet Sycamore Merah terkenal dengan perbukitan dan tanah pertanian yang luas, di antara planet-planet lainnya di tata surya Api Nila memang planet inilah yang paling banyak menghasilkan produk-produk pertanian dan peternakan. Moira bisa melihat segerombolan sapi, beberapa kambing, dan binatang ternak lainnya yang terlihat seperti hibrida bison dan kijang liar. Dia memikirkan bagaimana rasanya memerah susu sapi. Dia tahu dulu di planet Bumi para peternak terbiasa memerah susu sapi, tapi sekarang semuanya sudah otomatis dan planet Sycamore Merah memang lain dari yang lain karena para peternaknya menolak bergantung pada mesin kecuali kalau di perusahaan besar. Warga setempat mencintai alam bebas dan kecintaan itu terwujud dalam gaya arsitektur rumah mereka, kebanyakan rumah punya atap hijau dan dinding hijau di mana lumut dan pakis dibiarkan tumbuh tak tersentuh di antara barisan demi barisan kaktus dan tanaman ornamental. Beberapa rumah bahkan punya danau kecil di kebun belakang, di mana satwa bertelur seperti itik liar, angsa, dan berbagai unggas bermukim selama musim panas.

Mobil Kenta melewati jembatan lengkung yang dihiasi spanduk bertuliskan Selamat Datang Angkatan Kelulusan Tahun 2625. Di kanan-kiri tampak bangunan-bangunan yang tinggi seperti kastil dan puri, membuat Moira berpikir dia sedang ada di sebuah kerajaan yang punya istana megah. Dia juga bisa melihat bangunan Persatuan Mahasiswa, bagian luarnya dipercantik dengan pahatan dan ukiran bunga anggrek biru, seperti nama universitasnya. Kenta memarkir mobilnya dan Moira melompat keluar, matanya membelalak dan kakinya siap meloncat-loncat seperti anak kecil di taman ria.

Perjalanan kaki ke gedung asramanya benar-benar damai dan Moira akhirnya bisa melihat jalan-jalan setapak di seputaran universitas ini dilapisi bebatuan bulat dan ada pohon apel, pohon maple, dan pohon oak di sisi jalan. Beberapa mahasiswa lewat dan Moira serta dua lelaki yang menemaninya mengangguk sopan ke arah mereka.

Gedung asrama Moira tampak seperti kastil megah juga, namun lebih kecil, tidak setinggi bangunan akademik, dan tidak punya balkon. Namun, di depan gedung asrama ada teras dengan dua ayunan dan jalur masuk ke asrama itu sendiri dihiasi air mancur yang menari-nari dengan indah. Vannie sudah berdiri di jalur masuk, ada Nardho di sampingnya. Merekaberdua sedang makan es krim, kemungkinan besar mereka dapat es krim dari grup mahasiswa yang mempromosikan kegiatan ekstrakurikuler. Moira bertanya-tanya kenapa Nardhia tidak kelihatan batang hidungnya dan baru sadar gadis satu itu mungkin masih sibuk mengeluarkan barang-barang dari koper. Dia mengirim pesan ke Nardhia dan balasannya pesannya membenarkan apa yang dia pikirkan. Moira berlari ke arah teman-temannya dan memberi mereka tegur sapa yang hangat, tertawa lepas sambil menceritakan tanah pertanian yang dia lihat dalam perjalanan ke kampus.

"Oh, aku juga lihat gerombolan sapi! Aku rasa bagus sekali pertanian menjadi bisnis yang menguntungkan di sini. Awalnya aku ragu-ragu berkuliah di tengah pedesaan, tapi aku rasa ini bukan universitas yang jelek. Juga, kalau mau ke kota besar kan tinggal tunggu akhir pekan" Vannie merespon.

"Aku setuju dengan apa yang Vannie bilang. Suasana damai di sini akan membuat kita lebih produktif secara akademik dan kita juga tidak akan terganggu hingar bingar kota besar. Awalnya akum au kuliah di universitas di kota besar tapi kemudian aku berpikir aku butuh universitas yang suasananya mendukung kegiatan belajar mengajar, aku juga ingin santai menikmati alam bebas, kamu paham kan?" Nardho dengan iseng memukul pelan pundak Moira.

"Iya, pedesaan di sini bagus memang, beda banget dengan lingkunganku di rumah. Omong-omong, yuk ke dalam, cari Nardhia!" Moira berkata dengan semangat. Kenta dan Lee pamit pulang ke sekelompok remaja itu dan Moira berlari ke pintu masuk asrama, Nardho dan Vannie mengekor di belakangnya sambil bertukar pandangan heran karena Moira ternyata bisa berlari dengan cepat sekali.

Nardhia telah membiarkan pintu ke kamar cewek tidak terkunci dan Moira bisa melihat kamarnya dilengkapi lemari baju yang lebar dan kamar mandi untuk bertiga. Di kamar itu juga ada wastafel untuk cuci muka pagi hari dan juga dapur kecil dengan kompor mini dan beberapa laci tempat menyimpan piring dan peralatan makan.

"Hei, semuanya! Aku sudah selesai beres-beres dan sekarang aku butuh bantuan menghias dinding bagianku! Coba lihat, apa aku harus menggantung hiasan dinding?" Nardhia menyapa teman-temannya dengan ceria.

"Aku baru tahu kamu punya koleksi hiasan dinding. Aku boleh ambil satu?" pinta Vannie.

"Silahkan pilih mana saja yang kamu suka. Moira, sana ambil satu juga."

"Sini, biar aku bantu pegang sudutnya." Nardho menawarkan membantu Moira selagi gadis itu memanjat tempat tidur susun dan memegangi hiasan dinding untuk melihat apakah akan cocok dengan warna dindingnya. Hiasan yang dipilih Moira menggambarkan sebuah hutan penuh bamboo dengan kuil kecil di tengah dan seorang wanita yang menyalakan lilin

"Hiasan dinding ini hadiah dari ibuku. Beliau seorang arkeologis atau ahli arca dan setiap kali beliau mengunjungi situs penggalian arca yang baru beliau pasti pulang membawa hiasan dinding sebagai oleh-oleh." Nardhia menjelaskan.

"Lihat nih, hiasan dindingnya sudah berhasil digantung!" Nardho memanjat turun dari tempat tidur susun sambil mengagumi dekorasi di dinding. Moira duduk dengan rasa takjub dan Vannie mengomentari betapa damai kelihatannya hutan bambu yang ada di hiasan dinding Moira.

"Mau lihat kamarku sekarang? Kamarku biasa saja tapi aku bawa gitar elektrik dan kecapi. Teman sekamarku Wyatt juga seorang pemusik dan teman sekamarku yang satunya namanya Tony, dia suka olahraga dan dia anak basket. Jadi, dekorasi di kamarku tuh kombinasi hiasan bertema musik dan hiasan bertema basket," kata Nardho dengan suara yang penuh semangat. Moira merasa suara cowok satu ini benar-benar enak didengar.

Para gadis mengikuti Nardho menyusuri koridor dan si cowok mengambil kunci kamar dari dompetnya. Pintu terbuka dan terlihatlah dua remaja cowok lain sedang mentap layar komputer super besar.

"Tony, Wyatt, ini teman-temanku dan kembaranku! Ayo bilang halo!" Nardho melambaikan tangannya di depan layar komputer, menghalangi penglihatan dua cowok maniak komputer itu. Para cowok mengerang kesal dan Nardho cuma tertawa nakal.

"Namaku Tony. Asalkan kalian nggak berengsek kayak teman sekamarku satu ini, kita bakal rukun-rukun saja. Nardho, mampus kamu kalau kamu berani gitu lagi. Kamu kan tahu aku sudah lama banget ingin nonton film documenter tentang olahragawan idolaku." Cowok yang berambut pirang dan bermata coklat muda mengangkat wajah dari layar komputer dan berpura-pura mencekik leher Nardho.

"Aku Wyatt. Aku bisa main harpa. Nggak biasa buat seorang cowok, iya aku tahu, tapi jangan hakimi aku sampai kalian lihat pertunjukkanku. Aku anak jurusan m usik," kata cowok berambut hitam keriting dan bermata hijau.

"Keren. Aku tunggu undangan pertunjukkanmu," balas Moira.

"Kalian lapar nggak? Aku mau makan nachos dan burritos. Aku dengar setiap hari Kamis di kantin ada tuh. Makan yuk!" Wyatt mengunang sekumpulan teman itu untuk makan bersama.

"Berarti bisa jadi ada taco juga! Oke, aku ikut!" Nardho melepaskan diri dari cekikan main-main Tony dan menarik tangan Nardhia, buru-buru ke kantin.

Makanan di kantin tidak seenak masakan Bibi Zoe, Moira memperhatikan piringnya dengan sedih, tapi dia tetap mengunyah burrito karena dia lapar. Teman-temannya mengobrol sendiri-sendiri dan Moira memikirkan bagaimana kabar Bibi Zoe dan juga apakah Neesa baik-baik saja tanpa sepupu kesayangannya. Nardho menyadari wajah Moira tampak suram dan memberinya isyarat untuk biacara berdua saja.

"Ada apa? Kangen masakan rumah?"

"Iya. Burrito di sini rasanya hambar. Perlu ditambahi bumbu!" Moira menggerakkan tangannya dengan emosi.

"Oh gitu. Mungkin besok di kantin bakal ada makanan kesukaanmu. Kemarin ada daging yakiniku dan ayam karaage, menu di kantin berubah setiap hari."

"Kalau gitu berarti harusnya aku tidak usah sedih, ya. Terima kasih, Nardho. Aku akan memberi kantin ini kesempatan kedua. Satu pengalaman buruk tidak seharusnya merusak kesanku tentang universitas ini secara keseluruhan."

"Gitu dong. Tapi kalau kamu masih tidak menemukan makanan yang kamu suka, beri tahu aku dan nanti aku bisa masak buat kamu. Aku tidak mungkin membiarkan temanku kelaparan, kan?" Nardho tertawa kecil.

Moira memberi Nardho senyumnya yang paling manis. Dia merasa semester ini akan berjalan baik-baik saja, yang penting sekarang dia tidak perlu khawatir harus makan burrito sampai akhir tahun ajaran!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top