Bab 5: Panggilan Video, Bermain Bersama, dan Keputusan Universitas
Setelah selesai berlatih pandu sorak, Neesa membantu Moira menyiapkan segala keperluan panggilan video antar planet dan memastikan koneksi internet terjaga stabil supaya percakapannya dengan si kembar dapat berjalan lancar. Moira memasukkan kata kunci untuk bergabung dengan pertemuan virtual yang disiapkan oleh Nardho dan tidak lama kemudian beberapa nama muncul di layar, termasuk kembarannya Nardho (Nardhia) dan teman Moira dari perpustakaan, Vannie. Neesa mengangguk ke Moira dan meninggalkan kamar untuk memberi sepupunya privasi
"Hai Moira! Untung ya pertemuan kita berlangsung tepat waktu. Tadinya aku khawatir sinyal internet di tempatku lemah, tapi ternyata sinyal di sini cukup kuat. Apa kabarmu?" Nardho menyapa dengan bersemangat, suaranya berat namun menenangkan. Moira yang takjub bergumam Nardho pasti bisa menjadi penyanyi yang baik.
"Ha-ha, kamu beneran mikir gitu?" Nardho menyeringai mendengar pemikiran Moira. "Aku tidak terlalu suka menyanyi, aku lebih suka main gitar elektrik dan kecapi, tapi Nardhia suka nyanyi kok! Dia selalu nyanyi kalau kami sekeluarga sedang dalam perjalanan jauh atau ya sebenarnya kapan saja dia bisa nyanyi sih. Dari kecil aku sudah terbiasa mendengarkan dia bikin-bikin lagu aneh sendiri, tapi memang lagunya lumayan sih," kata Nardho sembari menyenandungkan suatu lagu asing.
"Aw, Nardho, kamu bikin aku kedengaran kayak anak kecil! Tapi iya, aku memang suka bikin lagu sendiri. Mungkin saat kita ketemuan langsung nanti aku bakal ajarin kamu untuk nyanyi lagu-lagu gubahanku, Moira. Sekarang, mari kita fokus ke tugasnya Vannie!" Nardhia buka suara, lalu mengganti penampilan layar untuk menampakkan suatu folder di komputernya. Rahang Vannie terbuka lebar saat dia melihat isi folder tersebut adalah potongan-potongan berita dan wawancara dari beberapa abad yang lalu, lengkap dengan foto-foto yang diberi catatan kaki dan postingan dari media sosial.
"Kamu berdua ngerjain tugas aku? Tapi harusnya nggak begini. Aku nggak mau pakai cara curang!" Vannie panik. Lewat kamera web, Moira bisa melihat Nardho bertukar pandang dengan Nardhia, masing-masing punya kode yang hanya dimengerti sesama anak kembar. Sepertinya mereka berdua memang sudah merencanakan ini.
"Nggak lah, kami tidak akan membiarkan kamu main curang. Kami cuma berniat membagi referensi dan data, tapi ya kamu kerjain sendiri tuh tugas kamu! Mendiang bibi buyut kami dari pihak papa dan suaminya bibi buyut dulu masih hidup pas ada Revolusi Disabilitas dan mereka menyaksikan sendiri bagaimana peristiwa-peristiwa bersejarah meletus. Sementara itu paman buyut kami dulunya jurnalis dan penyiar berita, beliau meninggalkan sesuatu yang pada dasarnya mirip buku harian. Buku harian ini, yang isinya koleksi potongan koran, diwariskan turun-temurun seperti harta berharga di keluarga kami." Nardhia menjelaskan dan dikonfirmasi oleh Nardho.
"Oh wow, itu keren banget, nanti aku baca ya buku hariannya. Aku mau lihat foto-foto! Coba kita tanya Moira apakah dia bisa mengubah foto-foto ini menjadi lukisan!" Vannie terkagum-kagum.
Nardho mengirimkan salinan foto-foto ke Moira, kemudian gadis itu memperhatikan semua foto satu per satu. Dia akhirnya memilih tiga foto dari mungkin lima atau enam puluh foto yang ada dan kemudian bertanya ke semua yang hadir tentang pendapat mereka kalau tiga foto tersebut diubah menjadi lukisan minyak. Eh, nanti dulu, kenapa Vannie butuh lukisan minyak?
"Sekolahku akan memamerkan semua tugas murid-murid di suatu museum dan aku rasa museum tersebut jenis pamerannya mirip-mirip galeri kesenian, jadi aku rasa kita bisa sekali dayung dua pulau terlewati, sambil berenang minum air. Aku bisa belajar tentang sejarah umum di tata surya kita dan kamu akan mendapatkan pengakuan atas karya-karyamu! Hei, aku menguping pembicaraan guru-guruku dan kata mereka sekolah bakal undang perusahaan siaran besar untuk meliput acara ini, siapa tahu kamu bisa menjadi terkenal lho!" Vannie berkata dengan senyum bangga yang menunjukkan bahwa dia merasa dirinya jenius. Moira merona merah karena dia sendiri tidak pernah berpikiran karyanya bisa tergantung di museum, tapi dia tetap bilang terima kasih ke Vannie.
Foto pertama yang Moira pilih menggambarkan seorang wanta tua duduk di kursi roda dan melindungi seorang anak laki-laki kecil yang kelihatannya baru berusia tujuh tahun. Dua polisi membawa tangki gas air mata dan sepertinya bersiap menyemprotkan gas ke arah para demonstran yang berkerumun di belakang wanita tua dan anak lelaki itu. Vannie menganggap foto tersebut menunjukkan sikap tidak egois atas nama solidaritas, sementara Nardho bilang foto itu membuktikan pihak-pihak yang punya kekuasaan bisa menjadi sangat kejam, dan Nardia bilang dia sedih melihat orang-orang yang berjuang demi kesetaraan malah dijahati oleh mereka yang seharusnya menjadi pelindung dan bukan penindas. Moira sendiri berpikir simbol-simbol yang diusung para pendemo punya ceritanya sendiri; Moira herself thought that the posters that the protestors brought told stories of their own; rambu-rambu yang dibawa oleh para pendemo penuh pernyataan tuntutan seperti Hidup Orang Dengan Disabilitas Juga Berarti, Jangan Buat Kebijakan Tentang Kami Tanpa Keterlibatan Kami, dan Diskriminasi Adalah Hukuman Mati. Kumpulan remaja itu setuju foto satu ini cocok diikutsertakan dalam tugas sejarah Vannie. Mereka tahu orang-orang pasti bertanya-tanya kenapa ada anak kecil dibawa-bawa ikut demo, tapi Nardhia meyakinkan teman-temannya bahwa justru bagus kalau anak sekecil itu sudah diajari apa yang adil dan apa yang tidak adil supaya si anak tidak tumbuh besar tanpa rasa empati.
Foto kedua sangat sulit dicerna namun Moira paham reaksi dia terhadap foto tersebut tidak ada apa-apanya dibandingkan kekejaman yang harus dialami oleh korban pemandulan di zaman perang dahulu. Foto tersebut menggambarkan seorang wanita diseret dari kursi rodanya ke ruangan yang bertuliskan "Operasi Wajib". Wanita itu terlihat menangis dan melolong sementara pria-pria yang menahannya tampak tidak peduli, seolah-olah buta terhadap rintih tangis sang wanita.
Foto ketiga dan terakhir sangat emosional untuk Moira. Fotonya menunjukkan seorang perempuan muda diikat ke ranjang sementara dua ahli bedah memperhatikan sebuah layar yang menampakkan sesuatu yang terlihat seperti janin yang sudah berhenti berkembang. Seorang pria sepantaran perempuan muda itu duduk di sisi ranjang dan menutupi wajahnya. Moira memilih foto itu karena fotonya membuat dia teringat mendiang ibunya dan dia bertanya-tanya apa yang mungkin bisa terjadi di masa lalu jika pemerintah tahu ibunya yang sudah meninggal, ibunya yang menyandang penyakit kelainan tulang belakang, mengandung seorang bayi yang perkembangannya terhambat dan lalu dipaksa aborsi. Moira tidak anti aborsi, dia percaya pada hak wanita untuk memilih yang terbaik bagi diri sendiri dan kehamilannya, tapi pikiran tentang aborsi tetap membuatnya takut. Teman-teman Moira ragu apakah tidak apa-apa jika Moira melukis foto seperti itu, namun Moira sendiri berkepala batu dan tekadnya yang bulat membuat sekelompok remaja itu akhirnya setuju memperbolehkannya melukis foto itu, dengan peringatan bahwa dia tentu saja bisa curhat kalau-kalau merasa kesehatan mentalnya mulai memburuk.
Udara di ruangan terasa panas, sampai akhirnya Nardhia memecah kesunyian. "Hei Nardho, mau coba tunjukkan ke Moira gimana cara main gitar yang keren? Kamu bilang begitu sampai Anggrek Biru kamu mau bikin orchestra kan? Ayo kita tanya Moira apakah dia pikir kamu pantas masuk orkestra!"
Nardho menghentikan video untuk mengambil peralatan musik dan kembali dengan seperangkat gitar dan perlengkapannya yang terlihat sangat profesional. Moira meminta izin merekam cowok itu main gitar dan Nardho mengiyakan. Permainan gitarnya sangat mengagumkan dan tidak perlu waktu lama untuk Moira kembali ceria, tidak lagi sedih atau memikirkan seperti apa rasanya tidak pernah dilahirkan. Namun, sepertinya para remaja itu belum mau mengakhiri pertemuan virtual mereka.
"Hei, aku mau main game online multiplayer dengan kalian semua! Game ini baru ada minggu lalu dan di game ini kita bisa menjadi pemburu harta karun! Ayo berburu harta karun!" Vannie menyarankan.
Untuk beberapa jam ke depan para remaja tersebut berlarian di realitas buatan, baku hantam dengan aneka ragam makhluk menyeramkan di penjara bawah tanah, membaca peta, dan memecahkan teka-teki. Mereka berhasil mengumpulkan banyak harta karun dan bahkan memenangkan pencapaian bernama Ahli Navigasi. Tahu-tahu sebelum Moira sadar, waktu makan malam tiba dan, dengan malas, dia mengakhiri permainannya dengan Vannie dan si kembar.
Bibi Zoe ada di dapur, sedang memotong sebuah kue menjadi beberapa bagian yang sama besar. Moira heran karena tidak biasanya Bibi Zoe memanggang kue dan kalau keluarganya makan kue pasti itu kue beli dari toko. "Hai, Moira. Gimana pertemuannya? Lancar? Sykurlah. Omong-omong, Kak Kenta tadi mampir waktu kamu masih di atas. Dia mengatakan sesuatu tentang headphone, tentang musik rock, dan tentang lupa headphone belum dicolokin ke music player. Kue ini hadiah dari dia."
"Kue ini rasanya enak dan aku jatuh cinta! Ya ampun, kalau saja aku pacarnya Kak Kenta aku pasti dimanjakan seperti ini setiap hari!" Neesa berteriak dari ruang tamu dan Bibi Zoe memutar bola matanya mendengar anak gadis yang dimabuk asmara itu. Moira tertawa kecil dan menggoda sepupunya. "Atau kalau kamu mau, kamu bisa magang sama dia, kayak aku!" tapi Neesa sudah keburu melengos duluan karena dia tidak terlalu suka tanaman. Tapi, kalau magangnya tentang cara membuat kue atau masak memasak, tentu dia mau ikut!
Keesokan harinya sepulang sekolah, alih-alih ke perpustakaan untuk membantu James dan Debbie, Moira mengundang Vannie ke studio seninya dan mereka berdua bertukar ide tentang bagaimana sebaiknya melukis korban-korban pemandulan paksa dari zaman perang. Vannie bilang dia akan membelikan Moira kuas cat baru sebagai tanda terima kasih. Mereka berdua berhasil membuat lukisan setengah selesai dan berjanji menyelesaikan lukisan itu dan sisanya yang lain setidaknya lima hari sebelum tenggat waktu supaya masih ada kesempatan untuk revisi kalau perlu. Moira bukan jenis orang yang suka menunda-nunda pekerjaan karena pekerjaan yang menumpuk membuatnya merasa stres dan tertekan, lalu dia bisa mengalami sakit kepala hebat dan sakit perut parah, atau bahkan kejang-kejang seperti yang pernah terjadi padanya di masa lalu.
Setelah melukis, Moira bersiap mengunjungi apartemen Kenta, tapi justru sore ini Kenta sendiri yang datang ke rumahnya karena terakhir kali dia tidak sempat ketemu Moira. Neesa bertanya apakah cowok itu mau mengajarinya membuat kue yang kemarin dan Kenta bilang dia tidak keberatan membocorkan resepnya. Neesa berteriak kesenangan dan memeluk Kenta, hampir membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh. Kemudian dia lari ke kamarnya, masih berteriak. Kenta menggelengkan kepalanya dan tertawa renyah.
"Oke, Moira, ingat kan aku memberimu tugas menyelesaikan serangkaian persamaan kimia? Sudah berhasil kamu pecahkan?"
"Pasti dong, Kak Kenta. Aku sibuk banget akhir-akhir ini tapi tadi ada jam kosong di sekolah dan aku konsultasi sama Bu Roberts, akhirnya kami berdua sampai ke suatu kesimpulan. Formula kimia yang kakak kasih ke aku itu sebenarnya hanyalah rasio nitrogen, fosforus, dan kalium dalam dosis yang benar-benar tinggi. NPK. Itu sejenis nutrisi buat tanaman, kan?"
"Kamu betul, semua itu adalah nutrisi yang biasanya ada di tanah. Aku rasa bunga Ragi Lembayung sudah berevolusi sampai titik di mana akar mereka dapat menyimpan nutrisi-nutrisi tersebut dalam waktu yang lama begitu mereka dipindahkan dari tanah biasa ke bongkahan es atau mereka sudah berevolusi sehinga mampu mengubah aneka mineral yang terkandung dalam bongkahan es menjadi tiga nutrisi penting tadi. Hipotesis aku yang lain adalah biji-biji bunga Ragi Lembayung sendiri entah bagaimana mengandung nutrisi-nutrisi penting dan setelah bunga bertunas mereka tidak perlu banyak nutrisi lagi entah karena apa."
"Aku lebih percaya kemungkinan yang kedua, yang tentang bunga Ragi Lembayung mengubah aneka mineral menjadi senyawa kimia yang berbeda." Moira menyahut sambil membolak-balik halaman demi halaman penelitian Kenta.
"Bulan depan aku sudah sidang penelitian, Moira. Tolong do'akan supaya aku berhasil mendapatkan gelar PhD!"
Empat minggu berikutnya berlalu bagaikan kura-kura ikut lomba lari, tapi akhirnya tentu saja hari yang ditunggu-tunggu tiba juga. Kenta ditetapkan sebagai penerima gelar doktoral, ijazah menyusul, dan Moira mendapatkan penghargaan sebagai asisten terhormat Kenta jadi dia memenangkan beberapa lembar tiket gratis ke taman bunga untuk seluruh anggota keluarganya. Di hari yang sama, Vannie mempresentasikan tugas sejarahnya dan Moira dipuji-puji oleh guru-guru sekolah Vannie dan beberapa murid di sekolah yang sama. Dia bahkan diwawancarai untuk suatu liputan TV!
Sehari setelah pameran sekolah Vannie, Moira menerima panggilan video dari Ir. Lee Kinoya dan segenap panitia penerimaan mahasiswa baru. Moira ketakutan namun tetap menerima panggilan itu.
"Moira, izinkan saya untuk memberi kamu selamat! Saya tadinya hendak menunggu sampai surat-surat rekomendasi datang, tapi saya dan tim panitia mendengar berita menakjubkan tentang lukisan-lukisanmu yang sangat indah dan kami tahu para kritikus seni memuja-muji karya-karyamu setinggi langit. Berita yang kami dengar juga membicarakan fakta tentang bagaimana kamu bekerja dengan tenggat waktu yang ketat dan bagaimana ada satu lukisan tertentu yang sulit untuk kamu lukis karena alasan pribadi tapi kamu tetap melukis. Kalau itu tidak cukup membuktikan keseriusan kamu dalam bekerja, saya tidak tahu lagi harus mengatakan apa. Jadi, seklai lagi, selamat! Kamu anak muda yang berpendirian teguh dan karena kesabaranmu itu saya merasa terhormat untuk mmeberikanmu beasiswa yang banyak diburu orang ini dan juga posisi sebagai asisten peneliti saya! Omong-omong, akhirnya saya memutuskan merekrut bukan hnaya satu tapi empat asisten peneliti sekaligus untuk tahun ajaran depan, jadi kamu akan bekerja sama dengan tiga mahasiswa lainnya. Saya rasa kamu sudah kenal dengan mereka semua." Lee memberikan kabar bahagia itu.
"Saya... saya merasa terhormat, Lee. Lalu apa selanjutnya? Saya sudah bisa memilih kamar dia asrama?" Moira tergagap. Di kejauhan, Neesa menarik tangan kedua orangtuanya dan mengajak mereka berdansa berputar-putar untuk merayakan penerimaan Moira oleh universitas pilihannya.
"Iya, kamu boleh meminta agar sekamar dengan teman-temanmu. Aku akan mengirimkan e-mail berisi buku panduan mahasiswa dan daftar barang-barang yang harus kamu bawa sebelum meninggalkan rumah musim gugur ini. Tapi menurut saya, sebaiknya kamu juga kontak Pusat Kesehatan Mahasiswa dan Kantor Studi Disabilitas untuk memastikan pendaftaran kamu lancar-lancar saja dan supaya kamu bisa mendapatkan bantuan soal disabilitasmu kalau perlu."
"Iya, nanti saya hubungi dua kantor itu. Terima kasih atas kesempatan ini, Lee. Terima kasih banyak karena telah memperlakukan saya dengan adil selama proses seleksi beasiswa. Beberapa minggu terakhir ini saya bear-benar menikmati proses magang dan saya jadi punya banyak teman, semua ini karena Anda tidak memberikan saya kemudahan atau pengecualian."
"Saya sangat senang dan saya juga bersemangat melihat seperti apa kehidupanmu di universitas ke depannya! Tapi kamu harus ingat, ya, kehidupan di universitas akan jauh lebih berat dari kehidupan magang. Tapi jangan khawatir berlebihan juga. Saya akan menjadi pembimbing akademik dan juga penasihatmu, jadi kalau kamu merasa bingung, merasa tersesat, atau bahkan sekedar kangen rumah, kamu boleh datang ke kantor saya."
Saat Moira akhirnya menutup laptopnya, dia melompat dari kursinya dan memeluk Neesa. Dua sepupu itu berteriak-teriak bareng, disaksikan oleh Bibi Zoe dan Paman Martin yang tersenyum geli. Begitu dua gadis itu kembali ke sikap mereka yang biasanya, keluarga tersebut merayakan penerimaan Moira dengan acara makan mewah di rumah makan yang menyediakan hidangan laut segar, Kenta dan Vannie juga diajak ikut memeriahkan perayaan. Kenta mencairkan suasana dengan bercandaan-bercandaannya yang receh dan remeh sementara Vannie ikut memberikan hiburan dengan menceritakan berbagai dongeng dari buku cerita koleksinya. Moira merasa hatinya bisa meledak karena penuh dengan rasa syukur yang amat sangat. Malam itu, Moira akhirnya bisa tidur dengan lelap setelah beberapa minggu sudah tidak tidur nyenyak.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top