Bab 19: Perasaan yang Bercampur Aduk, Berita Penting, dan Panggung Sandiwara
Catatan penulis: lagu tema untuk bab ini adalah "I Won't Give Up" oleh Jason Mraz. Alangkah keren andaikata kita bisa mendengar Moira menyanyikan bagian yang berbunyi "I don't wanna be somebody who walks away so easily, I'm here to make the difference I can make" kepada para Gaburs, tapi juga pada teman-temannya. Lagu lain yang juga pas mungkin "Keep Holding On" oleh Avril Lavigne. Moira tidak pernah sendirian, teman-temannya juga tidak pernah sendirian asalkan mereka tetap setia menemani satu sama lain. Jadi, silahkan pilih sendiri lagu mana yang kalian suka! Bab ini punya dua nada, nada yang sedikit sedih namun tetap optimis dan nada yang awalnya sedikit sentimental lalu berubah menjadi perasaan menerima dan ketabahan untuk merelakan dan melepaskan sesuatu.
Moira dan para mahasiswa seangkatannya sama sekali tidak menduga aksi mereka di pertemuan petinggi antar planet akan menjadi berita hangat di seantero penjuru tata surya. Ternyata, salah satu dari pencatat jalannya sidang membocorkan catatannya dan isi catatannya sekarang tersebar luas dan ditayangkan di stasiun TV lokal. Reaksi masyarakat terhadap tayangan tersebut beragam: ada beberapa orang yang bersimpati dengan kasus Deandra dan memuji para mahasiswa untuk keberanian mereka angkat bicara, tapi tidak sedikit pula yang menghina Moira dan kawan-kawannya karena mendukung gerakan perlindungan lingkungan hidup dan mengikuti contoh seorang lesbian. Lee berpendapat bahwa sorotan ini walau mengesalkan tetaplah sorotan yang baik karena sekarang kasus Deandra sudah diketahui masyarakat dan semua orang di luar sana juga ikut harap-harap cemas menanti keputusan pengadilan, tapi tentu saja para mahasiswa punya reaksi mereka sendiri atas hilangnya privasi mereka—beberapa mahasiswa sangat marah dan beberapa yang lain ingin bersembunyi dari segalanya. Ayumi sudah berusaha keras mendengarkan semua mahasiswa beliau dan menenangkan mereka. Kebanyakan mahasiswa melepaskan rasa marah mereka dengan sering-sering berkunjung ke pantai dan berenang.
Moira adalah salah satu dari mahasiswa yang marah besar. Dia tidak ingin mendapatkan banyak perhatian karena dia percaya perhatian tersebut seharusnya diberikan pada para Gaburs, para hewan itulah yang membuatnya merupakan sifat pemalunya dan mengabaikan dadanya yang berdebar-debar untuk maju bicara di hadapan para pejabat antar planet. Karena sekarang kasus yang dia perjuangkan sudah menjadi konsumsi publik, Moira ada kemungkinan kasus itu bisa dijadikan lading uang atau ditunggangi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang ehndak memelintir dan memutarbalikkan fakta. Dia mencurahkan isi hatinya ke Nardho karena dia percaya kekasihnya, yang juga angkat bicara dalam pertemuan antar planet, adalah orang yang plaing mengerti bagaimana rasanya gerakan yang mereka gaungkan malah menjadi tontonan publik tanpa disangka-sangka.
"Sayang, aku perlu curhat kalau kamu mau mendengarkan. Aku tidak pernah mau jadi terkenal karena aku tidak suka menjadi pusat perhatian. Hampir saja aku berharap aku tidak angkat bicara, tapi setelah aku pikir-pikir lagi itu artinya sama saja aku memilih bungkam dan itu adalah salah satu cara mengkhianati para Gaburs. Oh ya ampun, rasanya kepalaku mau meledak, aku benar-benar sebal dengan ulah para awak media!" Moira memperagakan kemarahannya dengan gerakan tangannya. Nardho mendekap pacarnya erat, tetap diam tapi sebenarnya berdo'a agar para jurnalis tidak lagi mencari tahu segalanya tentang mereka atau mahasiswa lain. Beberapa jurnalis menghampiri wisma tamu kemarin dan meminta sesi wawancara dengan Nardho dan Moira, tapi kedua mahasiswa itu menolak permintaan para jurnalis. Kahoko dan Ardiansyah sekarang sudah memasang pagar tinggi di depan jalur masuk wisma tamu dan juga membuat peraturan bahwa tidak ada orang yang boleh datang tanpa terlebih dahulu meminta izin.
"Aku paham, Moira. Kamu tahu apa yang paling membuatku marah? Kelakuan beberapa orang yang meremehkan kita hanya karena kita masih muda dan masih kuliah! Kamu tahu apa lagi yang membuatku semakin marah dan membuatku tambah ingin lepas kendali kalau saja aku tidak sedang sakit? Betapa teganya orang-orang di luar sana menyerang Deandra dengan kata-kata makian hanya karena beliau seorang lesbian! Seolah-olah orientasi seksual beliau membuat ide-ide beliau tidak lagi cemerlang! Ini tidak benar. Dengar, ini bisa dengan mudah terjadi pada Johan atau Kenta. Bagaimana jika mereka berdua juga terlibat dalam pergerakan kita dan lalu diserang cuma karena mereka gay? Mereka tidak memilih untuk jadi gay, kan, cinta itu datang ya karena cinta." Nardho mendengus kesal, dia memikirkan apa yang akan dilakukan sang abang dan pacar sang abang andai kata dua pria itu mengalami hal-hal tidak mengenakkan. Moira mencium pacarnya dengan lembut dan mengacak-acak rambut cowok itu. Nardho balas mengacak-acak rambut Moira dan mereka mulai saling menggelitiki satu sama lain.
Vannie melihat mereka berdua saling main gelitik dan tersenyum sebelum memberitahu mereka bahwa makan siang sudah siap. Dia senang melihat Moira dan Nardho akhirnya bisa tertawa setelah sekian lama depresi dan tidak mau bicara. Bukan Moira namanya jika mearik diri terlalu lama dan menolak bersosialisasi.
Menu makan siang sama sedapnya seperti biasanya. Kahoko memasak ikan asap dan lobster rebus, tapi karena beliau tahu Vannie tidak bisa makan hasil laut yang bercangkang beliau juga memasak kalkun dan tumis brokoli. Tidak semua orang berselera makan siang, sayangnya, dan Rain salah satu dari mahasiswa yang kehilangan selera makan. Nardhia dan Tony memandangi huma dengan khawatir.
"Kamu tidak mau makan ikan, Rain? Kalau brokoli mau? Kamu harus makan. Apa ada yang salah dengan lidahmu hari ini atau kamu sedang tidak enak badan?" Tony bertanya.
Aku tidak sakit, Tony, tapi hatiku terasa berat. Masyarakat memang tidak menyerangku seperti mereka menyerang Deandra karena beliau mencintai Ayumi, tapi bagaimana kalau rahasiaku bocor? Bagaimana jika aku dipaksa mengakui identitasku? Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika orangtuaku sampai tahu.
"Aduh. Aku rasa tidak ada yang tahu kamu itu bigender, kok. Bukan mau menyangkal identitas gender kamu, tapi orang-orang paling mengira kamu gadis Muslim dan bukan orang yang cowok dan cewek sekaligus. Kayaknya jauh lebih akal kalau mereka lebih dulu mendengar tentang disabilitasmu dan berspekulasi tentang apakah kamu ingin disembuhkan dari kebisuan atau tidak." Nardhia mencoba menenangkan huma. Rain mendesah pasrah dan berkata huma tidak masalah orang-orang tahu huma bisu asalkan identitas huma tetap menjadi rahasia entah sampai kapan. Huma juga berkata huma tidak butuh disembuhkan dari kebisuan. Tentunya akan sangat keren jika huma punya pita suara buatan tapi sejujurnya huma tidak merindukan apa yang huma tidak pernah miliki, jadi pastinya pita suara buatan akan sangat membingungkan untuk huma. Lagipula, selama ini huma sudah menganggap suara yang diproduksi oleh alat pengubah teks jadi suara adalah suara huma.
Setelah menunggu berbulan-bulan dengan tidak sabar, sepucuk surat tiba di kotak surat Kahoko dan surat itu menyampaikan pada semuanya bahwa pengadilan antar planet telah membuat suatu keputusan yang tidak bisa diganggu gugat. Kahoko memanggil Ayumi, Deandra, Ardiansyah, para mahasiswa, dan dosen mereka Lee untuk duduk di ruang tamu.
Surat itu sendiri tidak terlalu panjang namun di dalamnya ada kabar yang ingin didengar para mahasiswa dan bahkan ada sesuatu yang membuat mereka terkejut:
Yth Nn. Deandra Milton dan kawan-kawan seperjuangan di tempat,
Kami sudah memulai penyelidikan terhadap pegawai-pegawai Perusahaan Tambang Milton Raksasa dan Perseroan Terbatas Ekstraksi Permata Milton. Setelah kami menyelidiki para karyawan dan para pemegang saham perusahaan itu, kami telah sampai pada suatu kesimpulan bahwa Tn. Milton terlibat dalam praktik-praktik yang mengancam keberlangsungan hidup banyam spesies pada tatanan ekosistem kita ,dia juga punya rekam jejak menindas dan mengabaikan kebutuhan dasar para pekerja tambang serta tidak mengikuti prosedur keselamatan kerja yang seharusnya sudah diatur. Kondisi lapangan pekerjaan di pertambangan milik Tn.Milton sangatlah berbahaya dan kami sudah membayar biaya medis untuk perawatan para pekerja dan juga memberikan mereka tunjangan untuk mencari bantuan konseling. Selain itu kami juga menemukan bahwa Tn. Milton membayar para pekerja beliau dengan semena-mena, upah mereka dibawah gaji umum rata-rata. Kami sudah memberikan para pekerja tambang sejumlah uang sebagai pengganti gaji mereka dan besarnya sepuluh kali dari gaji minimum di wilayah kerja mereka. Apa yang sudah dilakukan Tn.Milton tidaklah manusiawi dan kami memihak para korban usaha pertambangan yang tidak layak beroperasi ini.
Kami sudah mencabut izin operasi perusahaan-perusahaan Tn. Milton dan juga beliau sudah kami jebloskan di penjara untuk jangka waktu yang akan segera kami tetapkan. Jika perusahaan-perusahaan tersebut hendak dibuka kembali, tentunya harus ada para pemegang saham baru dan juga sistem yang berlaku harus dirombak habis-habisan untuk menjamin kesejahteraan para pekerja tambang. Jika perusahaan-perusahaan itu menyanggupi syarat dan prasyarat yang kami ajukan, maka selanjutnya kami akan meminta agar perusahaan-perusahaan tersebut dibuat menjadi badan usaha milik negara dan dikelola pemerintah, bukan dikelola swasta. Kami sepakat jika kami mempercayai sektor swasta untuk menangani pertambangan maka hal yang sama akan terulang kembali.
Kami mengucapkan terima kasih pada Nn. Rivera-Sakamoto, Tn. Kinoya, Nn. Johnson, Tn. Sitohang, dan semua pihak yang sudah menghadari pertemuan antar planet karena sudah bersabar menunggu keputusan kami. Ada hadiah dari kami untuk para mahasiswa Anggrek Biru. Kami tahu mahasiswa-mahasiswa ini sudah menerima beasiswa namun masih harus menanggung biaya buku-buku teks wajib, makanan di kantin, uang iuran asrama, dan lain-lain. Kami sudah memutuskan akan menanggung semua biaya di atas sampai para mahasiswa yang namanya kami sebut itu lulus kuliah.
Kami juga mendengar desas-desus mahasiswa yang sama sedang merencanakan pagelaran sandiwara. Jika tidak ada yang keberatan, kami ingin ikut menonton sandiwara mahasiswa. Kami yakin sandiwara yang direncankan para mahasiswa akan berjalan lancar, toh mereka semua sudah melawan demam panggung saat lantang berbicara di hadapan kami. Benar-benar sekelompok mahasiswa yang patut dikagumi.
Hormat kami,
Aiga Toledo Waworuntu, Ahli Hubungan Masyarakat dan Kesehatan Masyarakat
Ketua dan Pembicara Komite Pengadilan Antar Planet
Begitu Kahoko selesai membacakan surat dari Aiga, para mahasiswa bersorak-sorai penuh kemenangan dan Moira bisa merasakan air mata kebahagiaan meleleh di pipinya. Dia akhirnya bisa melepaskan segala rasa marah dan menggantinya dengan rasa haru. Nardho memberinya ciuman untuk merayakan kemenangan ini sementara mahasiswa lain menari-nari sekeliling ruangan dan Ayumi memberikan selamat pada Deandra. Wanita itu berbalik menyelamati semuanya karena ini bukan hanya kemenangan para mahasiswa dan dosen-dosen mereka, ini adalah juga kemenangan untuk para Gaburs dan komunitas Bukit Emas dan warisan budaya suku Pohon Kecil. Kahoko kemudian membalas surat Aiga, memberitahu beliau bahwa beliau diperbolehkan ikut menyaksikan pagelaran sandiwara, sebuah kerjasama antara para penyanyi, penari, penyair, pelawak, dan penyusun naskah.
Di hari pagelaran, Moira mendengarkan teman-temannya berlatih menghafalkan dialog mereka untuk terakhir kalinya sebelum naik ke panggung. Tidak ada satu pun dari mereka yang pernah main sandiwara, tapi Moira mengingatkan mereka bahwa mereka telah berhasil mendesak pengadilan antar planet untuk menghukum Mr.Milton, itu artinya mereka mampu melakukan apa saja yang mereka kehendaki.
Nardho dan Rain muncul pertama karena mereka yang akan menjadi pembawa acara. Nardho mengetuk pengeras suara dan memulai pidato sambutan:
"Teman-teman, para dosen, Nn. Waworontu, dan para anggota komite antar planet yang terhormat, izinkan saya mengatakan selamat datang! Hari ini kita berkumpul untuk merayakan berakhirnya tahun pertama kami di Anggrek Biru denan menggelar sandiwara. Ini adalah sandiwara dari mahasiswa untuk semua hadirin. Moira adalah produser, sutradara, sekaligus penyusun dan penyunting naskah sandiwara. Dia adalah orang yang banyak berjasa atas tergelarnya sandiwara ini. Saya akan menjadi pembawa acara malam ini bersama teman saya Rain yang menulis puisi-puisi yang akan kita dengar sementara musik instrumental yang mengalun ini adalah karya saya. Kembaran saya Nardhia akan menyanyikan musikalisasi puisi untuk melengkapi tarian dari Rain. Ayo beri tepuk tangan untuk Rain dan Nardhia! Kurang kencang! Lebih kencang! Oke, terima kasih sudah tepuk tangan!"
Nardhia muncul di panggung dengan gaun yang berkilauan dan suaranya memukau para hadirin.
Dengarkan cerita dari masa yang lampau, tentang persembahan pada gajah-gajah bersayap
Dengarkan cerita tentang ilmu alam, tentang percobaan-percobaan maha hebat
Saksikanlah apa yang tidak mungkin berubah menjadi mungkin
Namun hati-hatilah, para petualang, tanah ini tak boleh kalian rebut
Dengarkan cerita tetang masa perang dan masa damai, tentang hewan beringas yang dijinakkan
Dengar cerita tentang rasa bangga dan rasa senang, tentang badai dan pelangi
Saksikan kami berkisah tentang hewan yang melegenda
Tak apa jika kalian mengernyitkan dahi!
Saat lagu itu berakhir, Vannie muncul di pangung sambil memainkan terompet. Nardho memainkan gitar listrik kemudian beralih memainkan drum dengan semangat.
"Terereeeet! Aku seekor bayi Gaburs! Aku menggemaskan, beri makan aku!" Vannie menirukan suara melengking bayi Gaburs di suaka margasatwa. Tony muncul dengan jas laboratorium, kacamata laboratorium, dan rambut palsu bewarna putih. Dia punya sekantung penuh kacang dan berpura-pura memberi makan Vannie yang berperan sebagai bayi Gaburs. Mereka kemudian bersama-sama meniup terompet dan para hadirin tertawa.
Moira menekan sebuah tombol khusus untuk mengubah tampilan latar belakang dekorasi panggung dan layar berubah menampilkan baris demi baris pepohonan ditebang, lalu bangkai Gaburs menggelimpang berserakan di antara pepohonan yang tumbang. Rain dan Nardho mengenakan kostum tradisional Bukit Emas dan berakting sebagai anggota suku Pohon Luar dan melempari Vannie si bayi Gaburs dengan bom palsu. Sang aktris membuat suara binatang terluka lalu menghilang ke balik panggung. Nardhia muncul kembali dengan dandanan serba seram bak hantu, dia memakai rambut palsu yang menjuntai hingga ke lantai panggung. Dia juga memasang gigi taring palsu. Darah palsu menetes-netes dari bibirnya.
Oh manusia yang selalu lupa mengucap syukur, kalian ambil nyawa binatang tak berdosa!
Oh manusia yang selalu bodoh, kalian lukai binatang yang tak bernoda!
Kapankah kalian akan belajar, akan belajar, jangan mempermainkan lingkaran kehidupan
Sesali, sesali, tangisi diri kalian, semoga dewa-dewi di nirwana mendengar ratapan kalian
Oh manusia, selalu tamak, lihat darah yang kalian tumpahkan
Oh manusia yang tak pernah mencapai kedewasaan, lihat apa yang kau bunuh!
Layar kembali brubah dan muncul Ardiansyah, yang tampak bermeditasi di bawah pohon palsu dengan para bayi Gaburs sungguhan, bukan Vannie, mengelilinginya. Satu per satu para mahasiswa muncul dari balik panggung, mengenakan kostum tradisional yang sama dengan yang mereka pakai ke acara Pesta Menghias Gaburs berbulan-bulan yang lalu. Ardiansyah memberikan pengeras suara ke Moira dan sang gadis memberikan sepatah pidato penutup.
"Para Gaburs bisa kita deskripsikan dalam banyak cara: lucu, mungil, aktif, selalu lapar, tidak bisa diam. Binatang seperti Gaburs juga punya hak hidup. Mereka adalah bagian penting dari ekosistem Bukit Emas dan tentu saja mereka tidak boleh diperlakukan hnaya sebagai pendongkrak ekonomi leewat turisme. Seluruh penghasilan dari penjualan tiket malam ini akan disumbangkan ke suaka margasatwa khusus Gaburs. Saya dan teman-teman saya juga sudah merajut boneka Gaburs dari benang wool, kalian bisa membeli boneka untuk dibawa pulang. Ingat, baik manusia mau pun binatang sama-sama punya hak hidup, kehidupan manusia bukanlah satu-satunya jenis kehidupan yang harus dilindungi. Selamat malam dan terima kasih sudah menghadiri pagelaran sandiwara kami!"
Setelah para mahasiswa ganti baju dan beristirahat, Kahoko mengajak mereka berpiknik di kebun belakang di bawah pohon bunga jacaranda. Kebetulan sekali, malam itu ada hujan bintang jatuh, jadi para mahasiswa menonton dengan takjub meteor demi meteor kecil yang terbakar menerangi langit malam. Moira memejamkan mata dan mengucapkan suatu harapan. Nardho mengikuti apa yang pacarnya lakukan walau dia sendiri tidak terlalu mempercayai bintang jatuh.
"Harapan apa yang kamu ucapakan tadi?" tanya cowok itu pada Moira sambil mengunyah salmon asap.
"Oh, aku rasa kamu bisa menebak. Hal-hal baik. Kesehatanmu, kebahagiaan untuk semua yang kita kasihi, keselamatan para Gaburs, serta kebahagiaan keluargaku di planet Beringin Putih. Kamu sendiri?"
"Sama. Tapi aku juga memikirkan Mama di rumah. Aku berdo'a supaya Bunda Maria memberi Mama kekuatan untuk tetap tabah saat anak-anaknya berada di planet yang jauh. Aku masih mempertanyakan keimananku tapi aku rasa ada bagian dari diriku yang tetap berpegangan pada prinsip-prinsip Katolik dan tidak akan melepaskan agama ini sebab ini satu-satunya keyakinan yang aku mengerti."
Bintang-bintang jatuh menandai akhir dari studi lapangan para mahasiswa tahun pertama. Mereka semua telah menjalani petualangan yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya tapi sekarang mereka tidak sabar kembali ke kampus lalu memulai liburan musim panas!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top