Bab 17: Kegokilan Remaja, Taman Suaka Gaburs, dan Pengabdian Masyarakat
Rain dan Ardiansyah telah berhasil bersama-sama mendirikan tenda sementara para gadis sibuk mengayuh kayak tidak jauh dari bibir pantai. Tony membersihkan area perkemahan dari bebatuan dan sampah sementara Nardho mengumpulkan ranting bakau untuk dijadikan api ungun. Beberapa saat kemudian setelah area perkemahan disiapkan, Moira dan para gadis kembali dari petualangan mereka di laut. Mereka bertiga basah kuyup, jadi mereka menyelimuti diri dengan handuk dan duduk di depan api unggun untuk mengeringkan diri. Nardho merogoh tas ranselnya dan menawarkan permen marshmallow. Sahabat-sahabatnya memakan permen marshmallow dengan mata berbinar-binar, apalagi permen empuk yang gampang meleleh itu sangat enak dimakan dengan biskuit manis dan cokelat!
"Ini enak sekali! Ini bukan permen biasa, kan? Kamu harus beritahu aku kamu dapat permen ini dari mana, nanti saat kita pulang ke kampus aku mau beli. Ah, permen ini membuatku serasa di langit ke tujuh." Moira melebih-lebihan.
"Iya, itu permen marshmallow kenyal yang sudah diberi perasa leci dan ceri terus gulanya dari tebu organik. Bukan aku yang beli, Tony tempo hari dapat dari pasar petani dan dia tidak memperbolehkan aku makan permen ini kecuali untuk momen-momen spesial. Nah, ini kan momen spesial, jadi boleh dong aku makan permen. Eh lihat, permenku sudah tidak berbentuk!" Permen Nardho meleh di atas api unggun.
"Keren banget. Aku ingin tahu permen ini dibuat dari bahan apa saja." Moira yang penasaran membaca bagian belakang kemasan dan berharap menemukan kolagen atau gelatin di daftar bahan, tapi dia hanya menemukan bahan seperti sirup jagung, ekstrak buah, pewarna makanan, getah pohon karet, dan tepung pati tumbuhan. Oh, jadi tekstur yang empuk ini bukan dihasilkan dari produk hewani. Baguslah! Rain ternyata ikut membaca kemasan bareng Moira dan dengan bersemangat memberi tahu teman-temannya bahwa terkadang gelatin dibuat menggunakan urat-urat babi yang tidak boleh dikonsumsi umat Muslim, jadi Rain sangat senang bisa menemukan permen marshmallow yang tidak haram. Moira tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya tidak boleh makan babi, dia suka makan babi panggang saat Natal, tapi tetap saja dia menghormati peraturan agama yang dianut Rain dan senang karena kawannya itu bisa makan permen tanpa harus merasa ragu-ragu atas kandungan di dalamnya.
Di kejauhan, perahu-perahu para nelayan mulai bermunculan karena beberapa anggota suku Pohon Kecil mulai menyebar jaring dan berharap menangkap ubur-ubur. Ardiansyah menjelaskan ke para mahasiswa bahwa ubur-ubur di daerah Bukit Emas hanya berenang ke permukaan laut jika bulan purnama untuk kawin dan bertelur, di malam-malam lainnya ubur-ubur tidak pernah terlihat. Suku Pohon Kecil mempunyai banyak jenis makanan yang terbuat dari ubur-ubur, misalnya sup ubur-ubur pedas, salad ubur-ubur dengan taburan wijen, lobak, dan mentimun, lalu tentu saja ada ubur-ubur yang bisa dimakan mentah. Moira tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya makan ubur-ubur tapi Tony yang menyukai hidangan laut bilang ingin sekali mencoba berbagai olahan ubur-ubur. Ardiansyah melanjutkan penjelasannya tentang masakan tradisional di Bukit Emas dan Moira nyaris muntah ketika pria tersebut menjelaskan bagaimana suku asli perkampungan itu suka menggoreng ubur-ubur dengan minyak kacang tanah dan saus cuka. Ayumi berkata rasa ubur-ubur goreng tidak seaneh kedengarannya, tapi beliau mengerti bagi yang belum terbiasa pasti agak menggelikan.
Nardhia berkeliling pantai dan melihat ada menara air beberapa meter dari area perkemahan, menara itu bahkan punya kincir angina di sampingnya, dan juga ada mercusuar menjulang di sebelah menara air. Gadis itu mengisyaratkan agar kawan-kawannya ikut melihat-lihat menara air dan para mahasiswa itu pun menaiki tangga yang membawa mereka ke puncak menara. Moira menggandeng tangan Nardho dan memastikan kekasihnya naik tangga pelan-pelan dan tidak kecapekan. Pasangan tersebut sampai di puncak menara tepat ketika Nardhia dan yang lainnya sedang berfoto-foto dengan latar belakang laut lepas. Malam itu langit tidak berawan dan bintang-bintang berkelap-kelip.
"Aku penasaran apakah aman kalau aku terjun dari menara air ini dan berenang ke mercusuar di seberang sana. Cahaya dari mercusuar cukup terang dan air laut tampaknya memang dingin, tapi aku ingin terjun, pasti seru." Tony menatap mercusuar dan Nardhia dengan bercanda mengatakan dia tidak mau tanggung jawab jika cowok itu tenggelam. Ardiansyah hanya tertawa mendengar celotehan cewek itu dan menurutnya Tony tidak akan kenapa-kenapa, air laut di bawah menara cukup dalam buat berenang tapi juga tidak terllau dangkal, jadi tidak perlu khawatir akan terbentur batu karang atau batu lainnya yang bisa melukai perenang dan penyelam. Namun demikian, dengan setengah bercanda pria tua itu mengingatkan para remaja untuk berhati-hati terhadap bulu laut dan hiu. Tony melengos, dia tahu hiu jarang sekali membunuh manusia dan kalau ada hiu menyerang manusia kemungkinan besar itu karena si hiu merasa terancam atas kehadiran manusia.
"Aku terjun!" Tony melepas kemejanya dan melompat dari menara air. Nardhia berteriak melihat cowok itu loncat dan merasa lega saat melihat kepala kekasihnya muncul dari bawah laut. Dia ikut terjun dan mereka berdua berlomba-lomba berenang ke mercusuar, sementara kawan-kawan mereka riuh rendah menyoraki dan melihat siapa yang akan sampai duluan.
"Teman sekamarmu aneh tapi aku lebih heran lagi pada kelakuan kembaranmu si Nardhia. Dia memang orangnya asyik begitu dari sananya atau ini sisi baru darinya yang aku jarang lihat?" Moira menanyai Nardho. Cowok itu tertawa kecil dan cuma mengatakan cinta membuat orang jadi bodoh dan gegabah.
"Aku penasaran masa kecilmu kayak gimana, pasti gokil banget ya jadi kembarannya Nardhia. Kalian dari dulu selalu akur? Aku gak punya kakak dan adik, kamu tahu kan, walaupun Neesa sudah aku anggap adik sendiri."
"Dia kembaran yang baik. Kadang aku lupa Nardhia tuh cewek, habisnya waktu kecil dulu dia tuh hobi banget ajak aku gulat terus dia jago juga bikin aku kalah gulat dan dia kalau sudah main gulat gak kenal ampun. Kayaknya menular dari Kak Johan, kami tiga bersaudara gila gulat sampai dimarahin Mama."
Nardhia dan Tony kembali dari aksi gokil mereka dan Ardiansyah menanyai mereka apakah mereka puas lompat dari menara. Tony mengacungkan dua jempol. "Iya dong! Tadi tuh keren. Taruhan, besok aku pasti terjun lagi! Kalau saja aku juga bisa terjun payung, pasti tambah mantap."
Hari berikutnya, para mahasiswa bangun jauh sebelum matahari terbit karena Ardiansyah berjanji akan membawa mereka mendaki bukit ke suaka khusus Gaburs. Ayumi dan Lee telah menugaskan mahasiswa mempelajari fisiologi dan kelakuan para Gaburs. Masing-masing mahasiswa juga diharapkan bisa menyumbangkan bakat dan keterampilan mereka untuk melayani para anggota suku Pohon Kecil: Moira ditugasi membuat recana pembelajaran mengenai anatomi Gaburs untuk digunakan di kelas-kelas kesenian SMP setempat, Rain ditugasi menciptakn koreografi baru untuk remaja-remaja penari lokal yang sedang meencanakan festival tahunan bertema Gaburs, Vannie ditugasi membuat brosur tentang Gaburs untuk didistribusikan ke para turis di pusat penerimaan tamu di gerbang utama Bukit Emas, Tony ditugasi membuat papan permainan edukasi tentang Gaburs yang bisa dimainkan anak-anak TK dan PAUD, sedangkan Nardho dan Nardhia ditugasi membuat lagu-lagu anak tentang Gaburs yang bisa dinyanyikan para ibu suku Pohon Kecil untuk meninabobokan buah hati mereka. Tugas-tugas tersebut akan dikumpulkan di hari yang sama para mahasiwa menggelar panggung sandiwara di hadapan kedua orangtua Ayumi. Hari ini misi mereka adalah mengenal para Gaburs lebih dekat!
Para mahasiswa menyusuri lahan berumput yang terawat dan melewati kebun-kebun yang penuh dengan aneka bunga dan tumbuhan yang asing bagi mereka, termasuk beberapa spesies kaktus dan pepohonan tropis. Mereka akhirnya tiba di tempat tujuan. Ardiansyah memasukkan kode sandi dan gerbang terbuka lebar, tampaklah gajah-gajah kecil bersayap hinggap di pepohonan. Salah satu gajah bersayap itu terbang menukik dan membuat suara bagai terompet untuk menyambut Ardiansyah. Lelaki tua itu menggendong si gajah bersayap dan membiarkannya bertengger di pundak. Si gajah tampak nyaman berada di pundak Ardiansyah.
"Semuanya, ini Flora, salah satu Gaburs yang saya rawat sejak dia masih bayi. Dia suka dielus-elus dan dibelai, jadi jangan takut kalau kalian mau coba sentuh bulunya." Ardiansyah melepaskan Flora dan gajah bersayap itu lari kembali kea rah pepohonan sambil masih mengeluarkan suara-suara seperti terompet.
"Kalian mau mencoba memberi makan para Gaburs? Nih, saya bawa kudapan supaya mereka bisa mengemil." Ardiansyah memegang sebungkus kacang tanah tanpa kulit dan membagikannya sama rata ke para mahasiswa. Segerombolan Gaburs yang kelaparan mengerumuni para mahasiswa namun dengan tenang Ardiansyah menyebarkan kacang tanah ke lain arah dan tidak lama kemudian hanya beberapa Gaburs yang masih berkerumun di dekat para mahasiswa. Moira berjongkok untuk membelai beberapa Gaburs kecil dan membiarkan mereka makan kacang langsung dari tangannya. "Mereka menggelitiki aku. Haha." Moira tertawa.
"Apakah semua Gaburs lahir di suaka ini? Apakah mereka akan selamanya hidup di penangkaran?" Vannie bertanya sementara seekor Gaburs mengendus-endusnya dan merengek minta lebih banyak jatah kacang tanah engan air liur yang menetes dari mulutnya yang sedikit terbuka. Vannie menunjukkan kantung kacang tanahnya sudah kosong dan si Gaburs meringkik kecewa melihat tidak ada tambahan kacang tanah.
"Beberapa dari mereka lahir di rimba raya dan hutan-hutan sebagai bayi Gaburs liar namun bayi-bayi Gaburs di alam liar tidak akan bertahan hidup lama karena aktivitas para turis membuat mereka merasa terancam sampai-sampai mereka merasa kurang nyaman untuk keluar dari tempat perembunyian dan mencari makan. Kalau tidak ada yang intervensi, bayi-bayi Gaburs itu harus bergantung pada induk mereka tapi sayangnya Gaburs dewasa tidak merawat bayi-bayi Gaburs—begitu seekor bayi Gaburs lahir, si induk meninggalkan sarang dan membangun sarang baru yang letaknya berjauhan dengan sarang yang lama. Banyak teman sebaya saya di Bukit Emas ini yang bekerja sebagai pelatih Gaburs dan sudah menyelamatkan puluhan bayi Gaburs. Ketika akhirnya bayi Gaburs beranjak dewasa, yaitu ketika mereka menginjak usia tiga setengah tahun, kami akan memulai memperkenalkan mereka pada program-program rehabilitasi supaya mereka siap dilepas kembali ke habitat alami mereka. Ini artinya sedikit demi sedikit mengenalkan mereka pada suara-suara bising kegiatan manusia dan juga suara-suara manusia pada umumnya supaya mereka tidak lagi merasa para turis adalah ancaman." Ardiansyah menjelaskan sambil mencoba melepaskan diri dari dua Gaburs muda ang berusaha memanjat tungkai kakinya.
"Apakah tidak apa-apa melepas mereka ke tempat yang menjadi objek wisata yang penuh dengan turis? Bapak yakin para turis tidak akan memburu, menyakiti, atau menjadikan para Gaburs sasaran senapan dan objek adu tembak?" Nardho mengelus seekor Gabur yang menciumi jari-jarinya dan mencari-cari kacang tanah di kantung celana panjangnya. Cowok itu tidak habis pikir apa jadinya jika para Gaburs diburu dan tidak punya kesempatan beranak pinak.
"Hukum yang berlaku di kampung ini melarang turis melakukan kegiatan pemburuan. Kami juga sudah melarang para turis untuk merokok, menyalakan kembang api, dan membawa kendaraan roda empat. Bersepeda dan membawa binatang peliharaan seperti anjing masih diperbolehkan namun yang jelas anjing yang dibawa haruslah bukan anjing yang dilatih mengejar buruan." Ardiansyah mencoba melepaskan diri dari segerombolan Gaburs kecil yang bergelayutan di kakinya dan dua dari Gaburs yang bergelantungan tersebut akhirnya beringsut pergi.
Moira sibuk mencatat segala penjelasan Ardiansyah, maksudnya akan dijadikan referensi mengerjakan tugas kuliah tapi juga sebagai bahan untuk membantu Deandra berargumentasi di persidangan antar planet nanti. Moira tidak tahu-menahu seluk-beluk persidangan antar planet namun dia yakin jika para juri bisa melihat bagaimana para Gaburs bergantung pada hutan-hutan di Bukit Emas untuk berkembang biaak maka ada kemungkinan Deandra bisa memenangi kasus dan Tn. Milton akan didesak untuk idak jadi memindahan perusahaan tambangnya. Remaja peempuan itu tahu bahwa sudah dari dulu manusia selalu menempatkan diri sebagai pusat dari ekosistem sama seolah-olah status manusia sebagai makhluk yang serba bisa otomatis membuat manusia punya hak menjahati makhluk lain yang lebih rendah kedudukannya di rantai makanan. Moira berharap catatan-catatannya akan berguna untuk menunjukkan bahwa manusia bukanlah pusat dari alam semesta. Dia tidak sabar menunggu datangnya hari persidangan karena dia yakin Deandra bisa menegakkan keadilan bersama dengan orang-orang yang berada di pihaknya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top