🌷7. Skenario🌷
Menurut pesan singkat yang diterima Believe, maminya ingin bertemu Magda Minggu siang ini. Magda terpekik girang. Mata bulatnya menyipit, bersembunyi di balik pipi yang menggelembung karena tarikan bibir lebar. Tubuh kecilnya melonjak-lonjak seolah kakinya terbuat dari pegas. Ia tak bisa menyembunyikan seruannya walau kedua tangan telah menutupi mulut mungil berbibir merah layaknya delima.
Felicia mengintip dari celah daun pintu yang menganga tak lebar. Mendesah pasrah, melihat suka cita anaknya yang tak dapat diredam. Siulan dari sejak pagi terus membahana, dendang ria lagu yang liriknya Felicia tak paham entah berbahasa Korea, Jepang atau China, yang jelas tak bisa dipahami wanita 45 tahun itu, terus mengalun dari bibir kecil Magda.
Badan Magda yang mungil kini menari-nari. Tingginya hanya 155 cm. Kepala Felisia kembali memutar ingatannya saat Magda lahir prematur di usia kehamilan bulan ke enam. Kontraksi perut buncitnya terasa tepat setelah ia mengalami pelepasan untuk kesekian kali ketika melayani tamunya yang menyukai bercinta dengan wanita hamil. Perasaan bersalah menyusup karena selama beberapa minggu, Magda harus mendekam di inkubator. Dokter sudah meramalkan bahwa Magda tak selamat, tetapi nyatanya, bayi itu masih bernapas dan tumbuh hingga usianya 25 tahun walau tubuhnya tak sebesar yang lain.
Felicia mau melakukan segalanya asal Magda bahagia. Berusaha memberikan 'kenormalan' bagi putrinya, tetapi tetap saja takdir membawa putrinya kembali ke lembah kelam pelacuran. Berkutat dengan dunia malam.
Felis akhirnya mendorong daun pintu, membuat Magda menghentikan tarian anehnya. "Ada apa kok kelihatannya seneng banget?"
"Ini … ehm, maminya Mas Believe pengen ketemuan."
Mengembuskan napas kasar, Felis duduk di tepi ranjang. Ia menepuk kasur, memberi isyarat Magda agar duduk di sebelahnya.
Magda menurut. Mata bulat berbingkai bulu lentik itu mengerjap menanti maminya bicara. "Kamu yakin akan menikah dengan Believe?"
Magda mengangguk berulang, dengan senyum lebar memperlihatkan diamond gigi di taringnya. "Kamu cinta Believe?"
"Ih, Mami. Siapa yang tak suka dokter ganteng, pinter, dan mapan?"
"Mami nanyanya kan 'cinta', bukan 'suka'." Magda menelan ludah kasar.
Cinta … Magda tak percaya cinta selain cinta ibu pada anaknya. Karena cinta membuntukan nalar, seperti sang mami yang akhirnya memberikan rahimnya disembur benih lelaki yang tak pernah ia tahu itu siapa. Padahal semahal apapun bayaran Felis, ia mau melayani tamunya dengan syarat harus memakai sarung. Selain mencegah infeksi penyakit menular seksual, Felicia juga tak ingin hamil.
Cinta tak ada dalam kamus Magda. Bergonta-ganti pacar, begitu tahu dia anak mucikari ujung-ujungnya para lelaki itu menodong meminta jatah gratis. Tentu saja Magda enggan. Ia tak sebodoh ibunya. Saat Magda menolak, yang ada ia dimaki sok suci. Anak mucikari matre dan akhirnya diputuskan.
"Sugar daddymu sudah tahu?"
Dia mengangguk. "Daddy yang suruh aku ngejar Mas Believe waktu ia ngintip aku pole dance. Siapa tahu bisa jaring duit, katanya. Eh, ga tahunya jaring suami." Magda terkikik
Felis berdecak. Tak percaya dengan sugar daddynya Magda justru menyuruh Magda mengejar Believe. Mungkin Argo Birowo, yang menjadi sugar daddy Magda, sudah kehabisan uang. Bagaimana tidak kalau setiap bertemu Magda, uang lima puluh juta bisa Magda kantongi di rekening? Belum pemberian Argo yang lain. Magda hanya bergoyang sedikit, uang mengalir ke pundi perempuan mungil itu.
"Mi, Magda janji akan bahagia. Mami ga usah khawatir. Akhirnya cita-cita Magda kesampaian."
"Kamu mau ngaku kerja sebagai apa?"
"Mas Believe bilang aku bekerja sebagai manajer resto. Sedang Mami adalah pemilik resto."
"Manajer? Pemilik resto?" Felis tergelak. "Maminya Believe akan terkaget-kaget bila datang ke Heaven's Coast. Bisa jantungan dia."
"Bukan di situ. Di Taste Buds. Aku diakui manajer di situ. Mami pemiliknya."
"Loh, itu kan resto punya sugar daddymu?" Mata Felis membeliak disambut cengiran Magda.
"Daddy sudah setuju. Aku bilang Daddy biar jadi pendamping Mami pas aku nikah."
"Heh?" Rahang Felis kini terbuka lebar tertarik gravitasi bumi. "Jangan bilang kamu ngaku Daddy itu ayahmu."
"Nggak, Mi. Aku udah cerita ke Mas Believe kalau aku ga punya ayah. Skenarionya Mami janda ditinggal mati. Terus Daddy Argo itu kakak 'papi' ku."
"Ya Tuhan … sebejat-bejatnya Mami, Mami ga pernah ngajarin kamu bohong."
"Tapi Mami ngajarin aku cara nyenengin sugar daddy?"
Felis menghela napas kasar. Walau tubuh putrinya kecil, isi dalam cangkang kepalanya berkerut-kerut menyimpan banyak informasi. Mudah sekali Magda membalikkan omongannya. Tak heran guru-guru menyesal saat Magda menolak mengikuti SNMPTN jalur undangan ke fakultas kedokteran.
"Baiklah atur saja. Perhatikan sikapmu, jangan terlihat murahan. Semoga kamu bisa mendapatkan hidup normal yang tidak bisa Mami berikan," kata Felis pada akhirnya. Wanita berumur empat puluh lima tahun itu menyibak anak rambut Magda di balik telinga, berharap sang putri bisa bahagia melakukan rencananya.
Bagi Magda, detik demi detik merangkak lambat. Magda sangat antusias menyambut "kenormalan hidup" yang sebentar lagi ia genggam. Hingga akhirnya, hari Minggu yang sudah disepakati datang juga. Berbekal skenario yang sudah dirancang, Magda yakin bisa meyakinkan mami Believe yang katanya alot seperti daging ayam kampung yang kurang lama dimasak.
Wajah Magda sudah dipoles, menonjolkan mata bulat yang indah. Bulu mata bermaskara menjadi lebih lentik dan menggoda saat mengerjap. Dress mini biru dongker di tubuh Magda memperlihatkan tungkai yang dibalut high heel agar tingginya bisa mengimbangi postur Believe yang jangkung.
Believe datang tepat waktu, bertepatan saat Magda menyemprotkan parfum beraroma melati yang harumnya tak menusuk hidung. Sebelum menemui Believe, Magda meyakinkan dirinya tampil sempurna dengan tatanan rambut coklat yang digerai rapi. Sebagian rambut spiralnya menjuntai menutup bahu telanjang karena kerah dress yang lebar menyamping. Dress pilihan Felis itu memberi kesan anggun, sekaligus seksi karena memperlihatkan bahu putih dan tulang selangka yang menonjol.
***
Believe sudah duduk di ruang tamu rumah Magda. Ruang tamu itu tak terlalu luas. Ada beberapa foto keluarga terpajang apik di dinding. Semua foto Magda dan Ibunya dalam berbagai pose. Namun, manik mata Believe tertuju pada sebuah foto yang menarik perhatiannya.
Foto Magda berjubah toga. Di bawahnya tertulis Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang. Believe mengernyit dengan bibir mengerucut. Otaknya berpikir, kenapa seorang pelacur berpendidikan cukup tinggi. Apa Magda kepepet karena tuntutan kebutuhan? Tapi melihat dua mobil yang berjajar manis di depan, Believe yakin gadis itu tidak kesusahan uang.
Ah, semua yang didapat, pasti hasil dari menjual diri, pikir Believe.
Seorang wanita yang masih terbilang muda datang menyapa, membuyarkan lamunan Believe yang menatap kosong gambar Magda. Wajah tirus wanita itu terlihat kencang, dengan mata serupa milik Magda. Paras halus yang berkulit putih tampak licin seperti porselen. Tanpa banyak riasan, raut yang tersenyum ramah kepadanya memancarkan gurat kecantikan masa muda.
"Mas Believe ya? Saya maminya Magda. Panggil aja Mami Felis."
Believe berdiri menyalami wanita yang ia pikir adalah kakak Magda. Felis menyilakan tamunya duduk kembali.
Hening menggelanyut dengan kebekuan yang membuat kuduk Believe meremang. Tatapan mata mami Magda membuat Believe tak bisa berkutik. Ia hanya mengusap telapak tangannya menghalau gugup. Perutnya terasa melilit seperti menghadapi ujian komprehensif.
"Mas, titip Magda ya." Suara Felis memecah sunyi.
Believe tersenyum kaku. Seorang mucikari yang mempunyai anak ternyata tetaplah seorang ibu. Suara yang melantun dari bibir Felis, bernada khawatir akan kebahagiaan putrinya. Membuat Believe didera rasa bersalah, seolah harapan seorang ibu disandangkan di pundaknya untuk membahagiakan anak tak berbapak itu.
Kembali sepi meraja hingga suara high heel yang beradu dengan lantai keramik putih mengalun dan akhirnya menghilang. Penglihatan Believe kini disuguhi pemandangan perempuan manis yang berwajah innocent seperti anak kecil yang tak mengenal dosa perzinahan. Siapa akan menyangka pemilik mata yang kerjapnya menggemaskan itu bekerja di tempat hiburan malam.
Mata Believe melebar, tak berkedip. Mulutnya sedikit terbuka, dengan genangan liur di dalam mulut karena tenggorokan tersekat susah menelan ludahnya sendiri.
"Mas." Sapaan Magda dari bibir mungil yang berpoles liptint warna nude itu membuat wajah melongo Believe menguap.
"Ada yang aneh?" Magda menggerakkan badan ke kanan dan ke kiri dengan memegang kedua sisi rok dressnya. Gerakan itu seperti boneka yang ingin Believe peluk dengan gemas.
Believe menggeleng. Reaksi Believe itu mendapat kekehan kecil dari Felis. Believe bertingkah layaknya remaja yang malu-malu bertemu gadis incarannya.
Mendapati tak ada suara yang meyakinkan Magda akan penampilannya, ia bertanya lagi. "Aneh ga? Norak?"
"Ngga. Can … cantik kok," kata Believe seraya bola matanya menyudut memperhatikan Felis yang masih saja mengurai raut bahagia.
Magda tersipu, menyibak anak rambut ke belakang telinga layaknya gadis lugu. "Yuk, berangkat," ajak Magda menyembunyikan wajah yang memerah.
Believe terkesiap, melirik jarum jam yang melingkari pergelangan tangan. "Ok. Tan—"
"Mami Felis. Panggil begitu," potong Felis membetulkan. Believe memberikan cengiran.
"Ah ya, Mami, kami berangkat dulu."
***
Setelah berpamitan, sejurus kemudian Believe dan Magda sudah duduk di kabin depan mobil SUV milik Believe. Selama perjalanan Magda tak bisa menyembunyikan perasaan gugupnya. Berulang kali ia menarik rok berusaha menutup paha. Kaki kanannya bergerak kecil naik turun dengan sesekali ia menggigit bibir.
"Tidak usah khawatir. Aku yakin Mami akan senang berkenalan denganmu." Believe berusaha menenangkan dengan menggenggam tangan mungil Magda. Mobil perlahan menurun kecepatannya dan berhenti di lampu merah.
Mata Magda menatap lurus ke bawah, menekuri tangan kekar Believe. Sesekali Believe mengusap punggung tangan yang bergetar itu dengan ibu jarinya. Batin Magda perlahan menjadi tenang seolah zat sedatif telah disuntikkan padanya. Sensasi belaian lembut yang baru kali ini menyentuh kulit Magda, merambat pelan seperti siput merayap, mengalirkan rasa hangat. Sebuah cerapan baru yang menggetarkan relung hati Magda.
Memang Magda sedikit lebih tenang. Tubuhnya tak lagi gemetar. Namun, kini debaran jantung yang awalnya sudah berdetak kencang itu, berdegup nyaring seolah ingin mendobrak rongga dadanya. Suasana kabin yang sunyi saat peralihan lagu, seolah dikuasai oleh tabuhan organ pemompa darah Magda.
Magda melirik ke arah Believe yang memandang ke depan sementara tangan kanannya menumpu di kendali bulat mobilnya. Ia memastikan suara degap jantungnya tak didengar Believe. Dalam hati Magda merutuk. Bukannya debarannya mereda, profil wajah dengan hidung menonjol dan bibir tipis itu semakin membuat dada berdenyut keras.
Seolah mengetahui Magda mengerlingnya, Believe menoleh dan bertanya, "Ada yang salah dengan wajahku?"
Sontak, lidah Magda menjadi kaku, membuat mulut Magda gagu.
💕Dee_ane💕💕
Penasaran dengan lanjutan cerita ini? Silakan kuy, mampir di KBM. Ceritanya udah tamat di sana🙂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top