🌷6. Menanti Magda🌷
Begitu Believe pulang, Magdalena juga bergegas pulang ke rumah. Ia tak sabar memberi tahu maminya kalau ia mendapat lamaran dari seorang dokter spesialis muda yang rupawan. Lupakan soal lamaran yang tak jelas itu, yang jelas Magda senang selain ia bisa keluar dari tempat hiburan itu, ia juga bisa mendapatkan uang muka.
"Jangan beritahukan siapa pun perihal lamaran berbayar ini. Mengerti? Aku ingin pernikahan kita terlihat normal."
Itu syarat dari Believe. Tentu saja Magda menyetujui. Ia pun bermimpi mempunyai sebuah keluarga normal. Ya, kenormalan dalam hidup yang ia inginkan sekarang. Mimpi dan doanya setiap hari adalah bisa keluar dari lembah kelam pelacuran, menikah resmi secara negara dan gereja, mempunyai keluarga, menjadi istri yang baik untuk suaminya, dan akhirnya dia menjadi seorang ibu. Magda merasa cita-citanya tidaklah muluk.
Walau cita-citanya sejak SD selalu dicibir karena hanya mengatakan ingin menikah, menjadi istri dan ibu yang baik, tetapi Magda tak pernah peduli. Pernah maminya dipanggil oleh guru BK karena dianggap Magda tak punya motivasi meraih cita-cita yang tinggi padahal nilainya bagus. Para guru menyayangkan Magda tidak masuk kedokteran tetapi justru masuk Akademi Gizi. Ketika orang lain bertanya alasannya, Magda mengatakan bahwa ia akan menjadi istri dan ibu yang baik bila tahu ilmu gizi. Lagi-lagi orang lain menggelengkan kepala karena ujung-ujungnya apa yang dilakukannya demi mendukung cita-cita Magda untuk bisa menjadi istri dan ibu yang baik.
Mereka menertawakan mimpi Magda, tak tahu bagaimana rasanya hanya mempunyai ibu dan tak pernah tahu siapa ayahnya. Selain itu orang-orang juga tidak pernah tahu bagaimana rasanya Magda hidup dari pekerjaan melacur. Memakan uang hasil keringat menjajakan tubuh. Magda muak hidup dalam lembah kelam dunia malam. Namun sekarang, doanya telah terkabul. Ia akan melangkah dari tempat itu, tanpa takut tak bisa membiayai hidup di kemudian hari.
Hari ini, maminya sudah pulang dari Paris sore tadi bersama seorang lelaki yang diketahui Magda adalah pacar sang mami. Begitu masuk, Magda sudah disambut dengan kerutan alis yang menukik tajam. Kalau biasanya Magda tak memedulikan ekspresi itu, kini Magda menghampiri Felicia dan memasang senyuman lebar di wajah.
"Ada apa jam segini sudah pulang?" Felis, mami Magda, melirik jarum jam yang menunjukkan pukul sepuluh malam. Menurut Felis, jam sepuluh masih terbilang sore untuk dunia malam yang hingar bingar.
"Aku mau cerita sama Mami."
Felis masih tak mengalihkan pandangannya dari wajah mungil Magda yang parasnya semakin mirip dengan sang pemberi benih. Melihat wajah ceria Magda, Felis menebak akan ada kabar baik yang akan disampaikan putri tunggalnya.
"Tumben kamu cerita sama Mami? Cerita apa?" tanya Felis yang sebenarnya penasaran dengan apa yang akan disampaikan Magda.
"Aku ... dilamar." Magda terpekik perlahan.
Alis Felis semakin mengerut mencetak tiga garis di pangkal hidung mancungnya. "Dilamar? Setahu Mami tak ada laki-laki yang serius sama kamu? Apalagi setelah tahu latar belakangmu."
"Tapi ini beda, Mi. Yang nglamar seorang dokter, temannya Dokter Iwan. Namanya Believe."
Felis mengerjap berulang. Ia tak percaya ucapan anaknya. "Believe? Dokter? Kamu dijadikan istri kedua?"
Magda menepuk dahinya keras, terkekeh renyah. "Dia perjaka, Mi."
"Mana tahu dia perjaka apa bukan? Laki-laki nggak ada bedanya mau perjaka atau bukan," cibir Felis.
Magda berdecak. "Yang jelas aku dilamar, Mi."
Felis menelengkan kepala, merasa aneh ada lelaki yang mau menerima Magda apa adanya. "Betul ia mau menerima kamu apa adanya?"
Magda mengangguk. Walau sebenarnya Magda tahu Believe menerimanya karena ia terlihat buntu mencari istri. Sementara Magda pun menerima agar ia bisa keluar dari tempat hiburan malam itu. Namun, melihat Felis yang seolah tak percaya, Magda harus bisa meyakinkan maminya.
"Mas Believe tahu kok, Mi. Tapi, orangtuanya kan ga tahu latar belakang Magda. Bisa nggak mami mengaku kalau mami bekerja bukan sebagai mucikari?" tanya Magda hati-hati.
"Magda, jangan kamu pikir Mami mantan pelacur terus mami bisa kamu suruh berbohong seenaknya. Tidak! Mami memang pelacur dan mucikari, tapi mami bukan pembohong!"
"Ah, jadi Mami mau aku jadi menjalani hidup seperti Mami? Menjadi simpanan banyak lelaki?" Mata Magda yang bulat menatap nyalang maminya.
"Magda! Kamu ... Walau buruk begini, Mami adalah ibumu. Yang mengandung dan melahirkanmu! Tolong hormati Mami!"
"Kenapa Mami mempertahankan Magda? Kenapa Mami tidak gugurkan Magda? Mami selama ini tidak tahu betapa berat tekanan yang aku dapat? 'Pelacur kecil' julukan yang aku dapat waktu sekolah! Dan bekerja normal pun begitu tahu aku anak seorang pelacur, teman-teman lelaki melecehkanku, sehingga akhirnya aku terjebak di tempat yang sama dengan Mami!" seru Magda.
"Karena Mami tidak ingin kehilangan kamu!" Suara Felis tidak kalah keras dari Magda.
Rahang Magda merapat erat dengan mata yang memerah mulai tersulut rasa sakit hati dan kecewa. "Siapa laki-laki yang darahnya mengalir dalam darahku?"
"Nggak usah diingat-ingat! Itu bagian masa lalu Mami. Tapi karena kamu, Mami menjadi kuat! Mami harus hidup dengan cara apapun!"
Magda menunduk dengan tubuh yang bergetar. Ia mengerti maminya sangat mencintainya. Selalu melindunginya, dan memberikan limpahan kasih sayang. Namun, tetap saja terselip rasa malu dan kecewa saat mendapati maminya seorang pelacur.
"Mi, Magda mohon. Magda mau menikahi Mas Believe. Jangan remukkan cita-cita Magda," ucap Magda lirih kemudian berbalik menuju kamarnya.
Felis mendesah, merasa bersalah pada Magda. Walau ia seorang wanita yang menjajakan raganya untuk bertahan hidup, ia bukanlah seorang pembohong. Karena ia tahu sakitnya dibohongi. Seperti laki-laki itu membohonginya sehingga benih yang disebar tumbuh di rahimnya 26 tahun lalu.
***
Believe mengusap wajahnya kasar selama perjalanan pulang. Dia bahkan sudah mentransfer uang muka sebanyak dua puluh lima juta rupiah malam itu juga ke rekening Magda. Mengacak kasar rambutnya, Believe hanya menggeleng-gelengkan kepala tak percaya dengan apa yang sudah ia perbuat dan putuskan. Biasanya ia bisa berpikir nalar, tapi setiap bertemu Magda, nalarnya seolah buntu. Tak bisa berpikir logis.
"Apa aku stress karena diputus Aileen?" gumam Believe mencari alasan logis atas tindakannya. Believe merutuk. Semua sudah terlanjur basah. Uang sudah ditransfer, dan melihat mata Magda yang berbinar itu, Believe tak tega menjilat ludahnya lagi.
Namun, seulas senyum tipis menggantung di wajah, ketika Believe merasakan letupan-letupan kecil di dadanya. Believe merasa ia sudah gila. Yang jelas ia tak mau membayangkan bila maminya tahu latar belakang Magda yang merupakan anak pelacur yang sekarang menguasai club terbesar di kota Solo.
Malam ini pun, Believe tak bisa terlelap dengan mudah. Ia masih terngiang dengan wajah ceria Magda yang selalu sukses membuat dadanya bergetar. Mungkin kalau ia tidak mengikuti saran bartender itu, ia pasti tidak akan berakhir melamar Magda. Gara-gara tarian serupa monyet yang bergelantungan tak jelas yang dilihatnya itu, membuat jantung Believe bekerja terlalu keras, mengalir ke bawah perut bukannya ke kepala, sehingga saat yang sama ia lebih mengikuti logika pangkal paha dibanding logika otaknya.
Waktu merangkak begitu lambat malam itu. Ia ingin mendengar reaksi maminya tentang lamarannya pada seorang gadis. Apakah maminya setuju? Believe tak yakin karena maminya terlalu pemilih.
"Mi, aku sudah punya pacar. Tapi aku mau langsung menikahi dia." Believe memulai ceritanya.
Joana menelengkan kepalanya. Ia menatap dalam-dalam gerakan mulut Believe, tak ingin ada kata yang dilewatkannya. "Kenapa buru-buru?"
"Aku ... aku ga pengen kehilangan dia aja. Belajar dari pengalaman yang lalu," kata Believe.
"Siapa namanya?" Joana masih melancarkan pertanyaan bertubi.
"Magdalena. Magda panggilannya."
Joana menganggut mendengar jawaban Believe.
"Dia bekerja di mana?" tanya Joana lagi.
"Selama ini dia bekerja di ... ehm ... resto steak. Kami berjumpa saat aku sering makan di sana." Betul-betul Believe ingin menampar dan memukuli dirinya sendiri karena sudah tega melontarkan kebohongan.
"Resto steak? Sebagai?"
"Manajer. Aku menceritakan kondisi mami dan setelah ia tahu keadaan Mami, Magda mau resign," tambah Believe.
Mata tua yang sudah berkeriput itu membelalak. Rahangnya menganga lebar tak percaya dengan pendengarannya.
"Aduh, jangan begitu. Mami kan sudah ada perawat. Mami memang ingin kamu cepat menikah. Apa kamu sudah pikirkan matang-matang?"
"Magda yang mau, Mi. Katanya kalau semua kerja, Mami ga ada yang urus. Trus, kami sudah memikirkan semuanya untuk langsung menikah."
"Ya Tuhan, baik sekali. Kapan kamu bawa Magda ke rumah?" Joana mengelus wajah Believe yang berusaha keras tersenyum di depan maminya.
"Minggu ini, Mi. Nanti aku beri kabar Magda."
Joana menarik bibirnya lebar. Wajahnya berseri-seri dan manik matanya menyorotkan suka cita yang membuat Believe merasa bersalah karena tidak bisa memberikan gadis yang sesuai dengan sang mami harapkan.
"Mami, menantikan gadis pilihanmu, Bil," kata Joana menepuk pelan pipi putra bungsunya.
💕Dee_ane💕💕
Yuhuuu, mau baca part lengkapnya? Silakan mampir di KBM dan KK yak☺️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top