🌷14. Pagi Pertama🌷
Magdalena hanya bisa mengurai senyuman di wajah. Lengkungan bibir itu bagaikan lengkung sabit yang mengoyak batinnya. Rasanya nyeri, tetapi tak dapat Magda ucapkan. Ia sudah sangat terbiasa membingkai senyuman walau hati tertekan. Begitulah hidup para wanita malam. Harus ceria saat batin tersiksa.
Malihat Believe menutup matanya lagi, Magda tak ingin mengganggu. Ia harus bisa menawan hati Believe dengan cara yang elegan dan tidak terkesan murahan. Masih memutar otak, Magda bangkit dari ranjang mereka, tak ingin mengganggu suami barunya.
***
Believe terbangun setelah sempat terlelap lagi selama lima belas menit. Ruangan kamar kosong, hanya ditemani sorot cahaya matahari yang kini menghangatkan ruangan mereka. Hanya desau embusan angin AC yang memeriahkan kamar pengantin mereka. Believe mendesah, tak menyangka sekarang ia sudah berganti status menjadi seorang suami.
Mengangkat tangannya menutup mata, Believe mulai khawatir apabila kenyataan bahwa Magda adalah seorang anak mucikari dan bekerja di kelab terbongkar dan didengar maminya. Selain Iwan, sudah ada satu orang lagi yang mengetahui. Aileen.
Believe bergidik membayangkan bila Aileen membuka mulut di hadapan maminya. Terlebih gadis itu tampak kecewa selama menjadi kekasihnya.
Believe menggelengkan kepala, menepis kecemasannya. Ia yakin mereka sudah membuat skenario yang rapi. Hanya saja, sikap Magda yang agresif dan selalu menggoda membuat Believe justru ketakutan rahasia mereka terbongkar.
Believe mengembuskan napas kasar. Ia menegakkan tubuh, mengedarkan pandang mencari Magda. Hanya ruang kosong yang ada di hadapannya. Melongok angka di layar gawai yang tergeletak di nakas sisi temlat tidur, waktu sudah menunjukkan pukul delapan. Semalam Believe memang tidak bisa tidur, memilih duduk di lounge untuk menyegarkan pikirannya, sehingga bangun kesiangan.
Private pool yang berada di sisi kamar, menjadi pilihan Believe untuk menghilangkan kantuk. Ia melompat turun begitu saja, membuka kaus merah menguak ukiran otot perut yang indah dipandang. Ia turunkan celana pendek begitu saja, memperlihatkan boxer short bermotif smiley kesukaannya. Believe berlenggang menuju lemari hanya dengan balutan celana ketatnya karena tak melihat penampakan Magda. Mengambil kimono handuk di dalam lemari, Believe pun bergegas menuju pool yang memperlihatkan air yang bening.
Kolam berkeramik dasar biru yang terletak di samping kamar itu, berkilauan tersorot oleh sinar matahari matahari pagi, mengundang Believe untuk masuk dan memanjakan diri di dalamnya. Di sisi kanan dan kiri kolam tumbuh tanaman hias yang menyejukkan mata. Warna hijau taman hias dan biru dari dasar keramik kolam serta cerahnya langit, membuat suasana hati yang kelam pasti akan kembali cerah.
Believe menjulurkan kaki, menyentuhkan ujung jari pada permukaan air. Hawa sejuk yang membelai pori-pori kulit merambatkan rasa nyaman dan kesejukan dalam hati Believe. Menarik kedua sudut bibirnya, lelaki itu puas dengan bonus yang diterima dari Wedding Organizer yang direkomendasikan oleh Magda. Tak dipungkiri selera Magda cukup tinggi.
Setelah meletakkan begitu saja kimono handuknya di atas kain handuk yang disangka adalah keset, Believe turun ke dalam kolam tanpa kacamata berenang, karena ia memang tidak bersiap membawa. Believe memejamkan mata menghindari matanya menjadi pedas oleh air yang mengandung chlorin.
Tubuh Believe menyelam, melayang di tengah kedalaman air. Kolam yang tak terlalu luas cukup untuk bergerak beberapa kali kayuhan gerakan tangan. Namun, gerakannya terhenti saat ia merasa tangannya menabrak sesuatu.
Bukan sesuatu yang keras, tapi empuk, diikuti pekikan keras seorang wanita. Believe menghentikan gerakannya dan berdiri menapak dasar kolam. Permukaan air beriak menyapu tepian kolam berbatu hitam, menyiram tanaman hijau.
Believe menyeka wajahnya kasar, dan membuka mata. Bayangan gadis berambut coklat yang kulitnya basah, berkilat terpapar sinar mentari. Dengan bikini sewarna kulit membuat tubuh Magda layaknya polos tanpa sehelai benang.
Jakun Believe naik turun. Matanya tak bisa berkedip, menatap pipi merah Magda yang menggemaskan. Belum bikini dengan spageti string itu hanya menutup minimalis bagian tubuh Magda yang menonjol.
Magda yang tadi tersentak, dan berteriak karena ada sesuatu yang memegang dadanya, mendongak menatap Believe yang baru menyembul dari dalam air. Air yang membasahi wajah menetes di ujung dagu, sebagian mengalir dari leher ke dada bidang lelaki itu. Magda mengerjapkan kelopak mata berbulu lentik, mendapati Believe yang terlihat jantan
Di sisi lain, Believe juga termangu dan membeku di dalam air bersama Magda. Kecanggungan pun merajai suasana.
"Mas Believe?" cicit Magda.
Believe berbalik, membuang muka. Wajahnya seperti kepiting yang baru saja diangkat dari panci rebusan. Jantung yang berdetak kencang, mengacaukan aliran darah, antara memilih ke atas atau ke bawah. Namun, mata yang menangkap ukiran indah ciptaan Tuhan itu, membuat otak Believe kekurangan oksigen, karena rupanya aliran darahnya lebih suka terjun bebas ke bawah, terpusat di pangkal kakinya. Menggelembungkan organ yang awalnya terkulai lemas.
"Mas ...."
Believe menepis tangan Magda yang menepuk pelan lengan berototnya.
"Aargghh!" pekik Magda seraya menarik tangannya. Ia mengelus pelan punggung tangan yang ditampik kasar Believe, dan meniup lengan yang memerah secara mengerling kesal pada suaminya.
Mendengar seruan Magda, Believe berbalik dan mendapati tangan berkulit cerah itu memerah seketika. "Maaf ...."
"Tidak apa-apa." Magda menyerongkan badan. Pipinya semakin merah, saat Believe memandang tubuhnya yang berbalut bikini itu.
Menyadari gerakan Magda yang seolah menyembunyikan badannya dengan canggung, Believe mengangkat kepalan tangan ke depan mulutnya sambil berdeham.
"Magda, kamu jangan berani memakai bikini seperti ini! Kamu pikir kamu seksi?" Believe menunjuk dengan dagunya. Manik matanya menghindari menatap tubuh Magda.
"Yang penting 'kan rasanya. Itu punya Mas Bil juga kebangun!"
Mendengar reaksi Magda, rona di wajah Believe semakin pekat. Ia mengatur raut mukanya tidak ingin terlihat bisa diremehkan oleh istri kecilnya. Walau kenyataannya berkata demikian, ia tidak ingin mengakui. Sungguh, bibir mungil Magda ini harus diberi pelajaran agar tidak berkata yang vulgar.
"Sana mandi, biarkan aku berenang dengan tenang! Kamu membuat kolam ini penuh!"
Magda mendengkus. Namun, ia masih sempat menyapukan jari lentiknya di lekukan otot perut Believe. Lelaki itu tersentak kegelian. Netranya membeliak dengan geraman serupa anjing beranak.
Lihat saja nanti, Mas. Kamu akan meminta aku selalu ada di sampingmu! rutuk Magda dalam hati.
Magda pun meluncur sepanjang kolam. Gerakan kaki Magda memperagakan seekor katak yang mengapung di air, membuat Believe tak mampu menelan ludahnya sendiri. Tenggorokan tercekat ketika manik mata Believe bergulir ke samping. Kedua tungkai itu menari dengan irama beraturan bergantian dengan gerak tangan. Membuka bagian yang seharusnya ditutupi.
Believe membuang muka, memijat pelipisnya, mengutuk Magda yang terlihat sangat ... seksi? Mendengkus keras untuk menetralkan detak jantungnya, Believe melanjutkan kembali aktivitasnya.
***
Selama dalam perjalanan pulang, pandangan Magda menerawang ke luar. Jejeran pepohonan di sisi jalan itu tak menarik perhatian karena kepalanya terfokus mencari ide untuk melumpuhkan Believe yang selalu membuat hatinya panas dingin. Saking keras memutar otak, alis berbulu lebat nan rapi itu mengerut di pangkal hidung. Bibirnya mengerucut, seiring dengan pikirannya yang berpikir tajam.
Beberapa menit kemudian, mata Magda berbinar cerah. Lengkungan bibirnya naik, terukir di wajah bulat telur berkulit mulus, memperlihatkan kilatan diamond gigi.
Believe sesekali melirik istrinya. Baru beberapa jam menjadi suaminya, mata Believe seolah tertarik terus pada sosok mungil di sampingnya. Pesona Magda tak ubahnya seperti magnet yang belum juga mau diakui oleh Believe.
"Kenapa senyum-senyum? Mencurigakan!" Mata Believe menyipit menoleh sekilas Magda.
Magda mencebik, hingga bibir itu menipis dan semakin menggemaskan. Lagi, desiran itu menggelitik batin Believe hanya dengan melihat bibir Magda.
Magda tak menjawab. Ia akan membuat Believe terperangah dengan rencana besar yang akan ia lakukan. Magda yakin strateginya ini akan berhasil untuk menaklukkan lelaki yang sombong tetapi diakui Magda sangat berkharisma.
Believe tak menaruh curiga apapun. Ia hanya menarik satu sudut bibirnya, menanggapi Magda yang sok misterius.
Sesampaikan mereka di rumah, Magda disambut oleh Cinde yang masih ada di rumah itu. Magda hanya membuntuti Believe ke kamar yang akan menjadi tempat mereka beristirahat. Kamar itu cukup luas dengan spring bed king size baru. Satu lemari yang bersanding dengan lemari kayu jati juga tampak baru saja dibeli. Satu meja ada di sisi lain dinding.
"Aku merasa sudah cukup penuh kamarku. Makanya tidak ada meja rias."
Magda mengempaskan pantatnya di atas kasur membuat tubuhnya terpental beberapa kali. Ia tak mengindahkan ucapan Believe. Matanya masih terus mengedarkan pandang ke seluruh sudut kamar yang sederhana.
"Terima kasih, sudah memberiku kehidupan normal."
Believe gagu tak dapat membalas ucapan Magda. Ia hanya berdeham lantas berbalik keluar. Magda tersenyum melihat sikap Believe yang canggung. Membaringkan kasar punggungnya di kasur, Magda memandang langit-langit kamar.
"Magda, semangat!!"
***
Magda menyapa mami mertuanya, begitu ia membereskan barang-barangnya. Ia meyakinkan Joana bahwa ia akan merawatnya dengan baik.
"Mi, nanti Magda akan memasakkan makanan sehat yang enak buat mami. Magda udah sempat hitung Indeks Massa Tubuh Mami dan puji Tuhan status gizi Mami masih normal. Karena Mami dalam masa pemulihan, Magda sudah menyusun diet yang enak dan dijamin Mami suka!" kata Magda panjang lebar sambil mengeluarkan buku catatan bergambar kuda poni berwarna pink.
Binar mata Magda dihalangi oleh bingkai kacamata yang bertengger di hidung mancungnya. Kacamata itu memang khusus dipakai Magda saat belajar, atau membaca saja. Melihat menantunya yang bersemangat, Joana tersenyum riang. Matanya bercahaya menatap perempuan kecil yang kini menjadi istri anak bungsunya.
Magda duduk di sisi Joana, kemudian menunjukkan catatannya. Mata tua Joana yang kabur samar-samar menangkap bayangan deretan tulisan yang rapi. Joana mengelus pipi mulus Magda dengan penuh kasih.
"Rapi sekali catatanmu, Sayang. Pasti nilaimu bagus waktu kuliah."
Magda tersipu, mengulum senyum. "Puji Tuhan, nilai Magda tidak mengecewakan." Magda berdeham mengatur suaranya, menyembunyikan rasa malu sekaligus bangga karena dipuji Joana. "Ini, Mi. Magda bikin daftar menu untuk Mami. Juga Magda udah kontak temen fisioterapi Magda, untuk bantu penyembuhan Mami."
Mata Joana berkaca. Dadanya membuncah oleh rasa bahagia yang tak bisa terlukis dengan kata-kata. Menyibak anak rambut Magda ke belakang telinga, Joana berkata, "Begini ya rasanya punya anak perempuan. Manja ... lain sekali sama anak-anak laki-laki Mami."
"Mi, Mami harus sehat. Demi Mas Brave, Mbak Cinde, Brain, Mas Believe ... juga Magda."
Joana mengangguk. Kata-kata Magda seolah menyihirnya, meluluhkan kerasnya perangai Joana, sehingga wanita itu hanya memberikan anggukan.
"Demi cucu Mami dari Believe juga ...," tambah Joana sambil mengusap perut bawah Magda.
Dada Magda berdesir nyeri. Bagaimana bisa memberikan cucu, malam pertama mereka hanya diisi dengan tidur nyenyak. Dalam kepiluan, Magda berusaha mengurai senyuman.
"Iya, Mi. Pasti Magda juga akan memberikan cucu penerus keluarga Ganendra," sahut Magda dengan nada getir yang tersampaikan ke telinga Believe.
💕Dee_ane💕
Kuy, mampir ke KBM atau Karyakarsa buat kalian yang penasaran dengan lanjutan cerita ini😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top