🌷13. Malam Pertama🌷
Magdalena berjalan gontai, melintasi ballroom yang masih riuh oleh para pekerja catering yang memberesi alat makan. Walau bibir Magda melengkungkan senyum, tak dapat dipungkiri sinar matanya meredup. Argo yang mendapati wajah sendu Magda, segera menghampiri sugar babynya.
"Makasi udah bantuin Magda, Dad." Magda masih mengulas senyum di wajah saat laki-laki paruh baya itu ada di depannya. Ia tidak ingin rasa terkejutnya karena mendengar perkataan Believe yang sudah menjadi suami sah secara agama dan negara itu dicium oleh orang lain.
Namun, Argo justru mengernyit. Ia membungkuk, menyamakan wajahnya dengan paras ayu Magda. "Kamu kenapa, Sayang? Kok burem gitu wajahnya?" Argo menatap lurus mata Magda.
Magda menelan ludah, tapi masih memaksa otot pipi untuk melengkungkan bibir ke atas. "Mungkin Magda cuma capek, Dad."
"Belum apa-apa sudah capek. Gimana mau main sama suamimu?" goda Argo.
Magda meremas gaun di paha luarnya. Sekuat hati ia menahan diri untuk tidak melontarkan keluhan. Bukankah ia sendiri yang ingin menikah dengan bayaran? Uang lima puluh juta adalah gadai dari hidupnya di dunia malam. Mestinya Magda tahu, lelaki tak harus cinta hanya untuk melakukan hubungan yang sarat dengan naluri primitif dengan seorang wanita dari dunia malam. Magda hanya memberikan senyum tipis.
Mengetahui Magda bungkam, Argo menangkup wajah bulat telur itu. Ditatapnya erat dan lekat mata bulat yang menggoda saat mengerjap. "Daddy, akan selalu ada buat kamu. Kalau Believe macam-macam bilang Daddy. Daddy akan membeli kamu dari dia!"
Magda justru mencebikkan bibir. "Ish, Magda bukan barang!"
Argo terkekeh. Ia mengelus pipi Sugar Baby yang selama ini selalu menghiburnya dengan kedua ibu jari. "Walau Daddy kehilangan Baby Daddy, Daddy akan selalu mendoakan kebahagiaanmu."
Mata Magda memerah melihat netra Argo yang alih-alih memancarkan sorot seorang lelaki hidung belang, tetapi justru memperlihatkan kharisma seorang ayah. Ucapan Argo yang tulus membuat batin Magda menghangat. "Makasi, Dad."
Kecupan Argo yang lembut di kening Magda meluruhkan air mata dari kelopak mata perempuan mungil itu. Seandainya Believe selembut dan seperhatian lelaki paruh baya itu, pasti lengkaplah kebahagiaan Magda. Namun, momen itu terdistraksi saat Believe mengetuk bahu Argo.
"Ups, main cium-cium saja sama istri orang!" Mata Believe menatap Argo dengan nyalang.
"Loh, wajar 'kan seorang Pakdhe dekat dengan keponakan?" Argo berusaha menutupi sikap Believe karena tidak ingin orang lain tahu apa yang terjadi.
Believe mendengkus. Namun, di hadapan Magda, Argo berkata dengan tegas dan lugas, "Aku titip Magda. Dia selama ini menjadi Sugar Baby-ku. Aku tidak rela My Baby tersakiti. Mengerti?"
Believe menarik sudut bibir kirinya. Ia menaikkan alisnya menantang Argo. "Magda sudah menjadi istriku, dan kamu tidak ada urusannya dengan dia lagi! Mengerti!"
"Jangan sampai menyesal, Bil!" Argo menepuk lengan Believe dua kali, kemudian berlalu dari hadapan mereka.
***
Magda merasa kehilangan saat maminya berpamitan. Untuk pertama kalinya, Felicia menangis di hadapan Magda. Felicia yang Magda kenal tangguh dengan wajah yang selalu tersenyum itu, tak kuasa menahan haru juga sedih harus melepas sang putri. Sepanjang sakramen tadi, Magda terenyuh, Felicia tak henti-hentinya menggugurkan bulir bening membasahi pipi. Dan, kini drama itu terjadi lagi.
"Mi, jangan nangis terus. Magda 'kan tidak ke mana-mana. Mami masih bisa menjenguk Magda di rumah Mami Joan." Felicia mengusap pelan matanya dengan tisu agar riasannya tak berantakan. Sudah dua pak tisu lebih ia habiskan untuk membasuh tangis yang tak bisa ia kendalikan.
Dipeluknya Magda dengan erat, dan mengecup berulang putri kecil yang dulu ia lahirkan tanpa kehadiran suami dan bapak bagi putrinya. "Maaf 'kan Mami sudah memberikan kehidupan yang berat untuk kamu. Mami bangga dan bersyukur keputusan Mami mempertahankan kamu justru memberi penghiburan bagi Mami."
Lagi, mata Magda kini berkaca-kaca. Sekuat tenaga ia menahan tangisan, tetap saja air mata itu deras meleleh. "Kalau gitu, kenapa Mami menangis?"
Felicia mengurai pelukannya. Ia memegang ke dua bahu Magda dan menatapnya dengan tatapan kasih seorang ibu. "Apa yang Mami doakan terwujud. Doa seorang pendosa, ternyata boleh dikabulkan Tuhan."
"Apa doa Mami?" Pandangan Magda agak mengabur saat air melapisi bola matanya.
"Jangan sampai kamu hidup seperti Mami. Hidup sendiri tanpa suami yang melindungi. Kamu bisa menemukan cintamu, dan menikah dengan orang yang bisa menerima kamu apa adanya."
Magda menggigit bibirnya erat. Ia tahu ibunya adalah "Wanita Nakal" menurut tanggapan orang, tapi wanita ini selalu ada untuknya. Walau kadang Magda menghujat dan membenci maminya, Felicia selalu berkata bahwa bagaimana pun Felis adalah wanita yang mengandung dan melahirkannya. Itu salah satu fakta yang tidak akan pernah dihapus.
Dan sekarang Magda merasa wanita tegar itu terlihat rapuh. Rumah besar mereka akan dihuni oleh Felicia sendiri. Tanpa suami. Hanya berteman dua orang pembantu dan Browni, anjing Golden Retriever kesayangan Magda.
"Mi, titip Browni. Jangan nonton tivi sampai ketiduran di sofa. Ga ada lagi yang bangunin Mami." Felicia kembali tersedu sedan.
Believe yang usai bercakap dengan Aileen, kini masuk kembali ke ballroom, menghampiri mami mertua dan istrinya. Ia mengangkat alis, memberi isyarat tanya pada Magda. Magda hanya tersenyum tipis, sambil memberi pelukan pada sang mami.
"Berjanjilah kamu akan bahagia, Magda. Hidup Mami hanya untuk kebahagiaan kamu!"
Hati Magda kini teriris-iris. Suatu kenyataan yang Felicia tidak mengetahui, bahwa ia hanyalah istri yang dibeli oleh Believe. Ia tak lain hanyalah pelacur legal bagi dokter internis itu. Sama seperti maminya.
Believe ikut merangkul Felicia, lalu berbisik pelan. "Mami, Magda akan bahagia. Tenang saja."
Magda menelan ludah kasar. Ia mengurai rangkulannya, menatap Believe dengan mata memicing. Lelaki itu mencintai gadis yang Magda kenal sebagai seorang pediatrik. Kenapa justru tidak menikahinya, dan memilih membeli Magda? Sungguh, sikap Believe membingungkan Magda.
"Mas, titip Magda ya? Anak ini kelihatannya aja happy. Pinter banget menyembunyikan perasaan susahnya."
Believe mengerling sekilas Magda. Yang dilirik hanya mengalihkan pandang, menatap maminya. Believe menyadari bahwa seorang ibu tetaplah seorang ibu. Semua yang dilakukan hanya untuk kebahagiaan anaknya. "Tenang, Mi. Ada Bil di sini yang akan menjaga Magda."
"Ya, Mami tidak perlu khawatir lagi."
***
Magda kini sudah ada di dalam kamar pengantin yang sengaja disediakan oleh pihak E.O bagi pengantin. Sebuah kamar hotel dengan tipe Suite King ini terbilang luas dengan private pool yang ada di samping kamar. Namun, kamar yang lapang itu terasa menyesakkan bagi Magda. Padahal ia sudah melepas korset yang menghimpit dada, berganti dengan lingerie abu yang akan menjadi baju tidurnya.
Dengan rambut yang masih setengah basah, Magda duduk di depan meja rias. Believe belum terlihat lagi setelah mengantarnya. Setelah melepas jas, hanya berbalut kemeja putih, lelaki itu kembali turun karena katanya ada yang harus dikerjakan.
Magda menghela napas. Berulang kali ia menoleh ke arah pintu kamar, tetapi tak didapatinya juga suara kunci kamar terbuka. Magda kembali menyisir rambut cokelatnya, menatap bayangan diri di dalam cermin. Alisnya mengerut, saat merasakan matanya terasa panas.
"Ini yang kamu inginkan, Magda. Bebas dari Mami dan dunia malamnya, tapi tak ubahnya kamu hanyalah pelacur bagi Believe."
Satu bulir bening meluncur di pipi mulus Magda, saat ia mengedip. Dia menyedot hidungnya keras, dan menyeka air matanya dengan kain lingerie satin yang lembut.
"Tidak, kamu tidak boleh menangis. Kamu harus bahagia. Kamu harus membuat suamimu jatuh cinta! Seperti kamu merasakan debaran saat Mas Believe menyelubungkan jaket padamu!" kata Magda pada bayangannya.
Magda memutuskan untuk berbaring sembari menunggu. Ia sudah mempersiapkan diri untuk malam pertamanya dengan perawatan pre-wedding yang terbilang cukup mahal. Ia ingin memberikan pelayanan yang terbaik bagi lelaki yang telah mengangkatnya dari lembah hitam dunia malam.
Namun, rencana Magda tak sejalan dengan kenyataan ....
Kelam langit malam kini sudah tergantikan dengan angkasa yang berwarna biru. Semburat sinar matahari yang terik pun menyusup di antara celah gorden, menyapa para penghuni yang masih terlelap. Magda menggeliat, kala mata yang terpejam dibelai kehangatan. Membuka kelopak matanya, Magda mendapati langit-langit putih yang menaungi mereka. Tak hanya itu, saat menoleh ke kiri, ia mendapati Believe yang tidur di sebelahnya.
"Kapan Mas Believe datang? Kenapa aku tidak tahu? Malam pertama kami ...?" Mata besar Magda membeliak menyadari sesuatu yang salah. Magda merangkai kembali ingatannya semalam. Setelah ia menyisir rambut, ia memang membaringkan tubuh sambil menunggu Believe. Namun, ia bahkan tidak menyadari kedatangan Believe, karena ia pasti telah terlelap lebih dulu.
Magda merutuk. Bagaimana bisa ia tertidur di saat malam pertamanya? Terus kenapa Believe tidak membangunkannya?
Magda mengubah posisi berbaringnya miring, menghadap Believe. Ia menatap wajah Believe yang awet muda. Kelopak mata yang terpejam itu berjajar bulu mata yang cukup panjang. Tulang hidung Believe menonjol dan bibir merah itu menggoda untuk dikecup. Magda menjilat bibirnya yang kering, menggigit bibir, serta menelan ludah saat mendengar panggilan maya pikirannya untuk mendaratkan bibir di bibir Believe.
Jantung Magda berdegup kencang. Perlahan-lahan ia mengikis jarak, wajahnya semakin mendekat. Magda memejamkan mata menghirup harum embusan napas Believe yang manis dan jantan. Naluri feminin Magda tersentil. Namun, ketika ujung hidungnya berjarak sepuluh senti dari bibir Believe, mata Believe membuka.
"Kamu mau ngapain, Magda?"
Kelopak mata mengerjap berulang. Jantung yang berdentum tadi serasa terlepas dari rongga dada saat suara bass Believe menyeruak kesunyian. Magda menarik badan, dengan wajah yang panas dan memerah. Ia menyumpahi dirinya karena ketahuan oleh Believe hendak mencium lelaki itu.
"Wanita penghibur beda ya? Dia lebih agresif." Believe masih berbaring miring ke kiri. Ia mendapati wajah Magda yang berpaling darinya.
"Magda, kamu bisa menjalankan apapun sebagai istriku. Tapi satu hal yang belum bisa aku lakukan ..." Believe menjeda ucapannya. Ia membasahi bibir dengan ujung lidah. Matanya masih menatap Magda yang memandang ke arah jendela yang masih tertutup tirai. Believe yakin telinga Magda mendengarkan suaranya. "aku tidak bisa bercinta tanpa cinta."
Hati Magda benar-benar tergerus gelombang dahsyat kata yang terlontar dari mulut Believe. Terang-terangan Believe mengatakan tak mencintainya. Magda mengeratkan rahang, mengatur ekspresinya. Ia menoleh, dan mengelus pipi Believe. "Tapi Mas Believe harus tahu. Seorang wanita penghibur akan melayani dengan tulus tuannya, ada atau dengan cinta."
💕Dee_ane💕
Hai, Deers! Kuy, mampir ke KBM atau ke KK. Di sana ada full part cerita ini. Kalau ke KK, kamu langsung dukung yang part 2 ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top