🌷12. Kejutan🌷

Argo tersenyum lebar, saat melihat pekikan riang perempuan yang ia kenal di tempat hiburan. Magda menghambur memeluk lelaki menjelang lima puluh tahun yang masih menampakkan pesona masa muda.

"Daddy, makasi sudah membantuku. Aku tidak tahu lagi gimana kalau tidak ada Daddy."

"Ck, Daddy yang akan kehilangan kamu. Kita tidak bisa punya waktu bersama lagi, Sayang." Argo mengurai pelukan Magda. Matanya berusaha menyeruak lubang jaring-jaring kerudung yang digunakan Magda, untuk menemukan kecantikan alami gadis mungil itu.

"Daddy cari anak baru saja. Aku sudah harus melayani Mas Bil sekarang ini," ucap Magda. Badannya bergoyang memutar ke kanan dan ke kiri. Pipinya memerah di balik kerudung yang ia gunakan. Magda bergaya layaknya anak gadis yang polos, yang tak tahu dunia hiburan malam.

"Sudah tua. Masih suka daun muda, Mas Argo ini!" celetuk Felicia.

Kekehan menguar dari bibir Argo. "Kamu sudah tidak mau lagi melayani langganan tetapmu ini, Felicia. Kamu malah nempel dengan lelaki muda kaya itu."

Felicia mendengkus. "Karena dia kaya dan tampan! Yang jelas bukan dia saja yang ingin dipuaskan, tetapi aku juga dipuaskan."

"Tidak mendapatkanmu, maka anakmu yang jadi penghiburku! Bukan begitu, Sayang?" tanya Argo pada Magda.

Wajah Felicia kusut. Argo memang pernah menjadi salah satu pelanggan setianya sebelum ia kuliah di Inggris. Lama tidak kelihatan, Argo kembali ke club, tetapi Felicia tak lagi melayani tamu biasa. Tak dapat ibunya, memperoleh anaknya pun tak masalah sehingga ia memutuskan menjadi Sugar Daddy bagi Magda.

"Daddy suka sekali dengan Mami?"

"Mainnya mantap waktu masih muda!"

Magda berdecak, menggeleng-gelengkan kepala. Dalam hati berdoa, semoga Believe tidak sebrengsek Argo.

***

Altar suci telah berhias bunga mawar putih. Lagu Bridal Chorus yang diiringi oleh orkestra mini membuat megah pernikahan itu. Jantung Magda berdetak sangat kencang seperti derap kaki pacuan kuda. Dadanya yang kembang kempis seolah ingin meledakkan bunga bahagia. Hati Magda secerah langit biru. Senyuman Magda tak lekang dari wajah yang tertutup kerudung. Langkah demi langkah ditapaki Magda dengan mantap hendak menyambut hidup baru yang akan menjelang.

Di samping Magda, Believe dalam setelan berwarna hitam, menggandengnya. Lengan kekar itu yang akan menjadi sandaran bagi Magdalena. Tak ada lagi nama "Magda, Sang Pelacur", seperti yang sering disematkan oleh teman-temannya sejak SMA.

Mereka berucap janji suci. Bagi Magda, janji itu ia hayati. Walau cinta belum tumbuh, tapi kesetiaan dan komitmen yang akan ia pegang. Tidak seperti maminya yang menempel dari satu lelaki ke lelaki yang lain. Cincin tanda cinta utuh tak terbagi tersemat di jari manis Magda. Kilau berliannya, seperti binar cerah mata Magda.

Saat Believe membuka kerudung Magda, lengkap sudah kegembiraan Magda. Magda memandang lelaki itu dengan takjub. Tak percaya Tuhan mengabulkan doa anak seorang wanita yang berdosa, seperti dirinya.

Di sisi lain, Believe terkesiap melihat kerjap mata berbulu lentik yang menantang langit. Binar mata layaknya kejora itu dibingkai alis tebal nan alami. Senyum lebar itu memperlihatkan deretan gigi yang berkilau saat diamond-nya tersorot sinar matahari dari jendela mozaik gereja.

Tak dipungkiri wajah bulat telur itu menawan dan menghipnotis Believe untuk menyapukan bibirnya di bibir merah milik Magda. Di hadapan altar, imam dan para saksi, Believe mengecup birai mungil yang selama ini menggodanya untuk singgah ke tempat itu. Kecupan ... sedikit lumatan. Tak hanya lima detik, membuat pastor berdeham agar Believe menyudahi.

Believe tersadar. Pipinya merona, mendapati ia hampir melahap bibir Magda di depan semua orang. Alih-alih malu, Magda hanya melipat bibir lantas memberi isyarat seorang MUA untuk memberikan tisu. Magda menyapu bibir Believe yang kemerahan sambil masih menyembunyikan senyum.

"Lipstick-ku nempel," kata Magda lirih.

"Ah, ya." Believe mengambil alih tisu dari tangan Magda dan menyekanya sendiri.

"Dan, mereka kini bukan lagi dua melainkan satu. Apa yang sudah dipersatukan oleh Allah ...." ucap Pastor

"Tiidak boleh diceraikan manusia," lanjut umat yang hadir dalam sebuah sakramen suci.

Kalimat itu membuat nurani Magda meluap girangnya. Sabda yang mengukuhkan pernikahannya, bahwa Believe akan menjadi suaminya dalam suka dan duka, sehat dan sakit, untung dan malang. Seperti janjinya, Magda akan membuat Believe mencintai, dan bertekuk lutut di depannya. Malam ini Magda akan memuaskan naluri primitif Believe, agar keintiman mereka yang pertama, mampu menggetarkan hati si lelaki.

***

Magda memang bahagia. Namun, tak sama dengan Believe yang terganggu suasana hatinya. Ia baru pertama kali bertemu Argo, Sugar Daddy yang menjadi daddy Magda saat acara pernikahan mereka. Believe menaksir usia lelaki itu hampir separuh abad. Namun, penampilan dan gurat senyumnya masih terlihat menawan untuk lelaki seusianya.

Pantas saja Magda mengekorinya. Gadis muda mana yang sanggup melawan pesona Sugar Daddy itu? Tampan, mapan, bergaya. Paket lengkap untuk lelaki di usia paruh baya. Yang membuat ia merutuk dalam hati, Believe harus berjongkok dengan tumit meminta restu di depan lelaki itu. Rasanya ia ingin meloncati bagian sungkeman. Namun, tetap saja ia harus melakoni peran dari skenario yang telah ia buat sendiri hingga selesai.

"Aku tidak akan minta restu. Jangan harap kamu bisa menyentuh istriku," desis Believe seolah meminta doa pada Argo.

Argo tersenyum miring. Ia balas berbisik seolah memberi nasihat. "Aku tidak tahu kenapa kamu memilih Magda, gadis penghiburku. Hanya saja, tak akan kubiarkan kamu menyakitinya. Aku Sugar Daddy yang sangat Magda sayangi. Ehm?"

Tepukan di pundak Believe membuat darah Believe menggelegak. Ia hanya mengeratkan rahangnya, tak lagi menjawab. Believe sungguh tak senang ada Argo di dekat Magda. Otaknya selalu membayangkan wanita yang sekarang resmi menjadi istrinya diguncang oleh tubuh Argo yang tak kalah atletis darinya.

Believe mengenyampingkan perasaan negatif yang menyusup di hati. Ia tak ingin otot wajahnya menegang dan kehilangan senyum di wajah saat pesta pernikahan. Ia ingin semua terlihat sempurna.

Sebuah ballroom sengaja disewa sebagai tempat resepsi. Tamu yang diundang cukup banyak, mulai dari saudara, kolega dan sahabat pengantin laki-laki. Sedang pihak Magda hanya karyawan club yang disulap menjadi 'saudara' mereka.

Ruangan yang luas dihiasi oleh dekorasi cantik bernuansa pastel. Konsep pesta pernikahan mereka adalah standing party yang memungkinkan para tamu bisa saling menyapa sambil mencicipi sajian yang disiapkan di beberapa stan.

Semua tamu berjalan mengular, ingin memberi ucapan selamat pada mempelai yang menjadi raja dan ratu sehari. Hampir semua orang terpukau dengan kecantikan Magda, kecuali Aileen yang sudah berbaur dengan tamu undangan.

Selepas pesta, mempelai mengabadikan momen sekali seumur hidup itu dalam bidikan lensa kamera. Believe masih merasa seperti bermimpi saat melihat Magda yang ada di pelukannya saat berpose. Kini ia sudah jadi suami sah perempuan yang bekerja sebagai wanita penghibur, wanita yang 'dipelihara' oleh laki-laki dewasa.

Believe mendengkus saat menikmati sisa kue di stan kudapan untuk mengisi perut sebelum naik ke kamar hotel. Manik matanya tak bisa lepas dari sosok Magda yang sedang tertawa renyah dan menggelendot manja dengan Argo, setelah sesi foto. Ingin rasanya Believe menyeret Magda menjauh dari lelaki hidung belang itu.

Namun, panggilan Iwan, mendistraksi Believe memperhatikan istrinya. "Bil, aku ga nyangka kamu nekad!"

"Mas, aku 'kan bilang jangan ungkit apapun! Kamu saksi hidup rahasia kami!" Believe berdesis.

"Kamu cinta sama Magda? Apa segitu desperate-nya ditinggal Aileen sehingga ambil sembarang perempuan?" Iwan berdecak dan menggelengkan kepala, masih takjub dengan keputusan Believe.

"Cinta? Apa gunanya cinta kalau ga bisa bersama? Pacaran sama Aileen, tapi juga jadinya ambyar."

Iwan tergelak. Believe terkenal kutu buku. Tak terlihat tertarik dengan seorang gadis. Konon ia menyukai seorang wanita yang lebih tua-guru lesnya-dan ditolak. Entah kenapa, dari dulu selera Believe tentang wanita dipandang aneh.

"Bil, aku sudah periksa ulang lagi. Magda dalam keadaan sehat. Tidak ada penyakit kelamin atau terinfeksi HIV, jadi kamu aman kalau mau ngapa-ngapain."

"Emang ngapain?" Iwan terkekeh lebih keras, tak menjawab pertanyaan Believe.

Melihat kakak tingkatnya yang selalu tertawa tiap kali bertemu dengannya, membuat Believe memukul pelan lengan Iwan. Namun, seketika lensa Believe menangkap pemandangan seorang wanita yang berjalan menghampiri mereka. Rambutnya bob berwarna coklat, membingkai wajah bulat telur. Bibirnya bulat penuh semerah kelopak bunga mawar, yang kini mengulas senyum ke arah Believe yang sadar gadis itu menghampirinya.

Iwan memilih pamit saat mantan pacar Believe mulai mendekat, tak ingin mencampuri pembicaraan yang mungkin hanya melibatkan keduanya.

"Hai, Mas! Selamat ya, akhirnya dapat juga menantu buat Tante Joan."

Believe hanya bisa meringis. Kue yang masih ia kunyah itu tiba-tiba terasa seret, susah ditelan.

"Aku tahu siapa istrimu, Mas. Sayangnya, aku datang saat resepsi ...."

Mata Believe nanar. Rahangnya seperti tertarik ke lantai saat itu juga. Rona di wajah lenyap, tersapu embusan angin AC. Believe mengerjap, menguasai ekspresinya. Ia menggulirkan manik mata ke kanan dan kiri memastikan tak ada yang mendengar perkataan Aileen.

Believe menarik lengan Aileen keluar dari Ballroom. Udara yang sejuk di ruang itu tidak berpengaruh di tubuh Believe detik ini. Peluh tipisnya merembes keluar dari pori, sementara jantungnya berdetak kencang seperti maling yang tertangkap basah.

Begitu sampai di lorong luar Ballroom, Aileen menepis tangan Believe. Ia meringis, mengusap berulang lengannya sambil melempar lirikan tajam pada sang mantan.

"Kamu kasar sekali, Mas!" rutuk Aileen.

"Lin, apa maksudmu tadi?" Believe mengusap kasar mulut dan dagunya. Matanya masih jelalatan tak tenang.

"Aku tahu siapa gadis itu! Dia, anak mucikari Heaven's Coast 'kan?" serbu Aileen langsung.

Sontak, manik mata Believe membulat lebar. Wajah yang sudah memutih itu dingin seperti tembok di belakangnya, seolah darah enggan mengalir ke kepala. Membuatnya juga tidak bisa berpikir jernih.

"Ba ... ba ... bagaimana kamu tahu?"

"Dia nutrisionis yang sempat dipecat dari rumah sakit swasta tempat aku bekerja satu tahun lalu. Dia terkena skandal dengan direktur rumah swasta. Apa dia tidak pernah cerita pada calon suaminya? Wah, hebat juga akhirnya dia mendapatkan dokter internis lainnya." Tawa Aileen melecehkan.

Believe menggeleng. Ia berusaha menangkal setiap kalimat yang keluar dari bibir Aileen. "Ngga mungkin!"

"Itu hak Mas Believe mau percaya apa tidak. Hanya saja, aku heran ... kenapa dari sekian banyak perempuan, dia yang Mas pilih! Apa tidak ada perempuan lain? Oya, selain Aileen siapa yang akan tahan dengan sifat Believe? Selalu menghindari konflik sehingga akhirnya meletus layaknya bom waktu dan seorang Believe Ganendra selalu memilih diam, walau ledakan itu sudah meluluh lantakkan hati orang yang disayang. Herannya, orang yang tidak suka konflik, justru sedang memupuk benih masalah!"

"Ilin, apakah kamu begitu membenciku?" tanya Believe.

"Aku kecewa! Selalu dikecewakan Believe Ganendra, karena aku tak pernah tahu apakah lelaki itu benar mencintaiku."

"Aku mencintaimu ...."

.
.
.

Satu kalimat itu ditangkap dengan jelas oleh pendengaran Magda saat ia mencari suaminya. Rasanya jantungnya lepas dari rongga dada hingga nyeri yang tersisa. Dada Magda sesak seolah udara enggan memenuhi paru-paru. Seketika telinga Magda memerah. Semua keriuhan menjadi sunyi. Batinnya merintih ... perih.

Magda memilih menjauh tak ingin mendengar percakapan Believe dan Aileen lagi. Langkah kaki Magda gontai, pandangannya perlahan kabur karena bulir bening telah menggenang di permukaan bola matanya.

Inikah kehidupan normal yang Magda inginkan?

💕Dee_ane💕

Kuy, mampir ke KBM untuk baca lanjutan kisah Magda n Believe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top