Tiga
Eitss, taburan bintang jangan lupa 😘
Btw kuy ramaikeun dg komentar ciamik
Selamat membaca 😘
🍒🍒🍒
Safira mengekor Alva mengikuti kemana pria itu melangkah.
"Sekarang kamu pilih apa saja yang kemarin ibu mau," perintahnya. Tanpa kata gadis itu mengambil sesuai daftar yang ada. Alva sabar mendorong trolly yang mulai penuh. Meski ia kesal terkadang sesekali ia mengoreksi barang yang dipilih Safira.
"Sudah, Mas. Semua sudah selesai," lapor gadis itu padanya. Ia mengangguk, lalu mengajak ke kasir.
"Sekarang kita ke sana," jelas lelaki itu menunjuk gerai pakaian dan perlengkapan wanita. Mata bening Safira menatap ke arah Alva.
"Kenapa?"
"Ke sana?"
"Ck, iya! Ke sana, kamu nggak mau?"
Safira menggeleng cepat.
"Saya tidak butuh, Mas. Kemarin saya sudah bilang ke ibu kalau ...." Gadis itu menghentikan kalimat saat tangannya lagi-lagi digenggam erat Alva, meski sedikit tertatih mengikuti langkah lelaki itu.
"Kamu bisa pilih baju mana yang kamu mau, atau kamu butuh perlengkapan pribadi, seperti pakaian dalam dan semisalnya, silakan pilih." Alva menatap kesal padanya.
"Tapi saya masih punya baju dan nggak perlu beli," sanggah Safira serius.
Lelaki itu mendekatkan wajah padanya.
"Aku nggak mau ibu marah gara-gara kamu pulang nggak bawa apa-apa! Cepat pilih!"
Meski Alva terlihat kesal tapi tetap Safira menggeleng. Ia merasa tidak ada yang perlu dibeli. Alva terlihat kehilangan kesabaran.
"Oke, aku pilihkan baju buat kamu!" ucapnya kesal. Alva melangkah memilih baju yang berjajar rapi. Sesekali ia melirik gadis di sebelahnya.
Ada seringai nakal menghias bibir saat dress berwarna merah muda dengan potongan dada rendah dan panjang diatas lutut. Ia memainkan alis memberi isyarat agar Safira mencoba di ruang ganti. Gadis itu mendelik lalu menggeleng cepat.
"Saya nggak mau, Mas."
"Kenapa?"
"Itu ...." Safira menunjuk ragu pada baju yang di pegang Alva. Pra itu menahan tawa melihat ekspresi gadis lugu di depannya.
"Aku mau kamu coba baju ini. Atau kamu cari sendiri!"
Safira akhirnya mengatakan dia akan mencari baju yang pas untuknya. Mendengar itu dirinya tertawa menyeringai, baju merah muda itu tetap ia masukkan ke kantong belanjaan. Gadis itu akhirnya menemukan baju yang menurutnya cocok. Sebuah dress panjang berkerah dengan warna hijau lembut. Alva melihat dress di tangan Safira kemudian memberi isyarat agar gadis itu mencoba di kamar pas.
Ragu gadis itu keluar dari kamar pas.
"Mas Alva," panggilnya pada lelaki yang tengah memainkan gadget. Mendengar namanya dipanggil ia menoleh. Alva tampak terpesona menatap gadis di depannya.
"Mas, kenapa lihat saya seperti itu, jelek ya? Nggak cocok ya?" cecar Safira salah tingkah.
Sambil menggeleng ia berkata, "nggak-nggak, bagus kok. Eh, maksudnya cocok!" balasnya tak mengalihkan pandangan dari Safira. Gadis itu tersenyum kembali masuk ke dalam kamar pas.
Alva tersenyum kecil menyadari ia baru saja terpukau melihat penampilan Safira.
"Mbak, ini juga ya, Mbak. Sekalian ditotal sama yang dipakai dia tadi," ucapnya menunjuk dress pendek berwarna pink tadi. Pramuniaga yang melayani tersenyum simpul melihat ulah Alva.
"Eh tapi jangan sampai dia tahu," sambungnya lagi.
"Pacarnya ya, Mas?" celetuk salah satu dari mereka. Pemuda itu tak menanggapi, ia kembali memainkan gadget.
"Kita pulang sekarang?" tanya gadis itu dengan tangan menenteng paper bag berisi baju telah berada di sampingnya. Alva mengangguk. Mereka berdua menyusuri mall. Saat sampai di depan pakaian dalam wanita, Alva tersenyum nakal melirik Safira.
"Kamu nggak perlu beli itu?" tanyanya menunjuk manekin mengenakan baju tidur transparan. Safira memejamkan mata menggeleng melanjutkan langkahnya. Tawa Alva terbit melihat tingkah gadis itu.
"Mas Alva, kita turun pake itu lagi ya?" Ia menunjuk ke eskalator. Pria itu mengangguk santai sambil sesekali membalas pesan di ponselnya. Sampai di depan tangga, kembali wajah gadis itu menegang. Sedang Alva sudah lebih dulu turun tanpa menoleh ke Safira. Gadis itu mundur teratur setelah hampir saja ia terjatuh setelah disenggol seseorang.
Pria itu menepuk dahinya menyadari telah meninggalkan Safira. Wajahnya pias setelah ia melihat tak ada gadis itu di ujung tangga. Dengan mengumpat kembali ia menuju tangga ke atas.
"Hai penakut! Bisa nggak sih nggak bikin repot orang lain? Seharusnya kamu belajar bukan malah ketakutan seperti ini!" geram Alva menatap kesal. Safira melipat wajahnya, lagi-lagi pria itu memarahinya.
"Ck, ayo!" Lengan Safira ditarik sedikit kasar olehnya, lalu mengajak menuju eskalator. Tapi gadis itu mundur menolak dengan kepala menggeleng. Alva menggeram kesal.
"Oke! Terserah kamu, aku mau pulang, capek!" sungutnya pergi meninggalkan Safira. Alva telah kehilangan kesabaran, kali ini lelaki itu benar-benar meninggalkannya.
***
Langit mulai memerah, senja menjelang, Safira mematung di sudut mall menatap lalu lalang orang yang sejak tadi seolah tak ada habisnya.
Pria angkuh itu benar-benar meninggalkannya sendirian. Ia berhasil turun setelah mengikuti segerombolan orang menggunakan lift. Kini gadis bingung harus pulang ke mana.
Sementara perutnya melilit minta diisi dan ia tak memegang uang sepeser pun. Lelah berdiri ia duduk di dekat deretan pot bunga besar yang menghias depan mall itu.
"Ayo pulang!" suara tak asing tiba-tiba muncul di samping. Safira menoleh, Alva masih dengan baju yang ia pakai tadi. Wajah gadis itu memerah menahan marah melihat pria itu tanpa ekspresi bersalah.
"Aku tadi harus nemuin teman di lantai bawah, kamu pasti lapar 'kan? Ayo kita cari makan," ucapnya tanpa rasa berdosa.
Mata Safira berkaca-kaca, pelan ia bangkit melangkah meninggalkan Alva begitu saja.
"Eh, tunggu! Kamu mau ke mana?" Lelaki itu menahan lengannya sehingga tubuh Safira dekat di dadanya.
"Kamu mau pergi ke mana?" tanyanya lagi.
Gadis berkepang dua itu menarik lengannya dari genggaman Alva, lalu kembali melangkah. Cepat pria itu menarik Safira tanpa menunggu gadis itu kembali berontak, ia membopong menuju mobil tak peduli banyak mata memandang mereka. Sementara Safira menutup mata dengan kedua tangannya tanpa berhenti meminta untuk diturunkan.
"Sudah, sekarang kita cari makan!" Alva melirik gadis yang telah duduk di sebelahnya.
Lelaki itu mengemudikan mobilnya pelan. Sesekali ia melirik gadis yang tengah menatap keluar jendela itu.
"Mau makan apa? Aku nggak mau ibu nanti marah karena aku nggak ngajak kamu makan!" ungkapnya dingin. Safira diam masih menatap jendela.
"Marah? Oke aku minta maaf!" serunya dengan suara tinggi. Karena tak ada balasan dari gadis itu, Alva melajukan mobilnya sangat cepat sehingga wanita di sebelahnya itu memekik ketakutan.
"Mas Alva! pekiknya menatap kesal pada lelaki itu.
"Kenapa? Ada yang salah?" Santai ia menjawab sambil terus mengemudi dengan kencang. Safira protes meminta pria itu agar tidak mengemudi dengan kencang.
"Oke, jawab dulu kamu mau makan apa!"
Gadis itu menggeleng mengatakan ia tidak tahu harus makan apa. Mata gadis itu berkaca-kaca menatap Alva dan terus memohon agar lelaki itu memperlambat mobilnya.
"Cengeng! Oke aku pelan, kita makan di tempat biasa aku nongkrong," ujarnya mengurangi kecepatan. Mobil meluncur ke sebuah cafe.
"Turun," perintah Alva seraya membuka sabuk pengaman. Safira menurut, perlahan ia membuka pintu dan mengikuti langkah pria di sampingnya. Alva mengambil lokasi di sudut sehingga lebih leluasa menatap ke segala arah. Seorang pramusaji memberikan buku menu pada mereka berdua.
"Kamu mau pesan makanan apa?" tanyanya menatap Safira. Gadis itu menggeleng seraya berkata, "terserah, Mas Alva."
Dengan menghela napas Alva memesan dua porsi spaghetti carbonara plus minuman blue ocean. Tak lama kemudian datang menu yang dipesan Alva.
"Makan," ajaknya.
Pria di depannya terlihat menikmati makan malam itu, sedang Safira mencoba menikmati makanan yang asing di lidahnya.
"Hai, Bro! Siapa ini?" tanya seseorang yang baru datang dan duduk di sebelah Alva. Dengan senyum ia menjelaskan bahwa gadis di depannya itu adalah kerabat dari jauh yang baru saja tiba.
"Gue nggak loe kenalin?" tanya teman Alva seraya menatap intens pada Safira.
"Kenalan aja sendiri!" balasnya seraya menikmati minuman.
"Hai, aku Deva, panggil aja Dev!" Pria itu mengulurkan tangannya, disambut Safira dengan menyebutkan nama.
"Safira, nama yang cantik! Sama seperti yang punya nama," goda Deva masih dengan tangan menjabat. Wajah putih itu bersemu merah mendengar pujian Deva.
"Nggak usah gombal!" sergah Alva menepuk kuat punggung Deva. Lelaki itu tertawa melepaskan tangan Safira.
"Gue nggak gombal, Al! Emang dia cantik kok, sumpah! Gue pacarin ya," cecar Deva menatap temannya. Mendengar itu Alva hanya menggeleng kepala. Ia tahu lelaki itu play boy sama seperti dirinya.
Melihat tanggapan Alva, Deva terbahak.
"Atau jangan-jangan loe mau embat juga?" sindirnya masih dengan tawa.
"Diem loe! Bacot!" sergahnya kembali menepuk kuat punggung Deva yang justru makin nyaring tawanya. Kedua pria itu asik dengan obrolan mereka,Alva seolah kembali lupa bahwa ada Safira yang sejak tadi diam merasa tak nyaman.
"Ya udah, gue balik dulu. Ayo!" ajak Alva pada Safira.
"Eh beneran ya, Al!"
"Apaan?"
"Safira gue jadiin cewek gue," kelakar Deva menatap nakal pada gadis yang sejak tadi menyembunyikan wajahnya.
"Serah loe!" balas Alva tertawa.
***
Mobil kembali meluncur, malam semakin merangkak naik. Safira tampak lelah dan mengantuk, hingga ia terlelap. Menyadari gadis di sebelahnya tidur, ia mengecilkan volume suara dari tape mobil. Sekilas melirik wajah lelap Safira. Wajah tanpa polesan make up di itu memang menarik. Alva menyeringai teringat ucapan Deva.
"Loe benar, Dev! Dia emang cantik, tapi nyusahin!" batinnya.
🍓🍓🍓
Bersambung 😊
Cilok jika typo yaa, btw hari ini lunas up tiga judul sekaligus😊. Lalu berikutnya agak lelet sabar yeee😍🤗. Btw makasih udah mampir dan setia membaca.
Bye 😍😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top