Part 7
Maaf lama ga update repost kisah Kinanthi dan Mas Bayu. Tapi cerita lengkap plus ekstra part sudah ada di e book ya.
Selamat Membaca
***
Kinanthi memandang wajahnya di cermin. Perias wajahnya bekerja begitu sempurna, wajahnya dipoles nyaris tanpa cacat. Beberapa kali ia menghela napas panjang untuk meredakan gemuruh jantungnya.
Mama nampak memasuki kamarnya. Beberapa kali Mama dan Hanum, kakaknya datang untuk melihat proses rias wajah Kinanthi, wajah mereka nampak semringah karena bahagia. Kinanthi berusaha tersenyum untuk menutupi segala kecemasan yang dirasakannya.
"Kamu ayu banget, Nduk." Bu Bima memegang lembut kedua bahu Kinanthi. Matanya berkaca-kaca karena bahagia. "Kamu persis ibumu, mereka pasti bahagia melihatmu akan menikah." Mama menambahkan.
Kilatan bening menggenang di sudut pelupuk mata Kinanthi. Tanggul pertahanannya akan jebol ketika Mamanya menyinggung tentang kedua orangtuanya. Kinanthi sendiri tak yakin jika kedua orangtuanya masih ada dan mengetahui latar belakang pernikahannya, mereka akan ikut bahagia. Sebahagia kedua orangtua angkat dan saudaranya.
"Mama tidak menyangka kamu bakal menikah secepat ini, pinter sekali kamu menyembunyikan perasaanmu dan hubungan kalian sampai-sampai kami tidak tahu bahkan kaliam sudah bersiap seperti ini kami tidak tahu." Mama memegang lembut tangan putrinya.
Mama juga hampir meneteskan air matanya. Meski baru delapan tahun Kinanthi menjadi putrinya, tetapi dia sudah menyayanginya seperti putrinya sendiri. Kinanthi merupakan gadis yatim piatu yang diangkat sebagai anak oleh keluarga Bimantara saat usianya limabelas tahun. Selama ini Mama sudah menjadi pengganti ibu yang tak pernah dikenalnya.
"Mereka memang niatnya ibadah, Ma. Jadi begitu siap langsung menikah." Hanum masuk ke kamar sambil membawa segelas teh hangat untuk Kinanthi.
"Minum dulu, Dek. Biar kamu lebih tenang menunggu Bayu mengucapkan ijab kabul," goda Hanum sambil mengerlingkan matanya kepada Kinanthi.
Kinanthi hanya menunduk dan tersenyum. Pipinya bersemu merah di sela blush on yang merona di pipinya. Namun, Kinanthi bingung apa arti perasaannya saat ini.
"Kamu memang gadis yang baik, Nduk. Bayu sangat beruntung bisa mendapatkanmu," ujar Mama sedikit terisak.
"Ini hari bahagis, jangan ada air mata, ah. Kami keluar dulu ya, mau ngecek semua sudah siap berangkat ke masjid atau belum." Hanum meremas lembut bahu adiknya untuk memberinya kekuatan sebelum bangkit dan keluar dari kamar bersama dengan mamanya. Sementara Mama menyeka pelupuk matanya dengan tisu.
Kinanthi masih melihat punggung mereka menjauh keluar dari kamarnya menuju ke ruang depan. Matanya masih nanar memandang kakak dan mamanya. Dia sama sekali tak dapat menterjemahkan perasaannya saat ini. Hingga ekor matanya menangkap sesosok lelaki berdiri di sisi pintu kamarnya.
"Mas Pras," gumam Kinanthi.
Hanum beranjak dari tempat duduknya. Prastyo masuk ke dalam kamar Kinanthi. Wajahnya nampak muram, lelaki itu mengenakan jas beskap lengkap sama seperti papanya.
"Kinanthi," ucap Prastyo lirih.
"Masih ada waktu untuk mundur." Kalimat lirih Prastyo membuat hati Kinanthi berdesir.
Kinanthi menggeleng lemah, kakinya mundur dua langkah. "Tidak Mas, itu bukan sifatku."
Prastyo menghela napasnya panjang. Dia tahu benar siapa wanita yang ada di hadapannya. Kinanthi memang tidak mungkin lari dari tanggung jawabnya.
"Aku tahu pernikahan ini bukan seperti yang nampak di luar. Kamu terpaksa kan?" tanya Prastyo menyelidik.
Kinanthi terdiam tanpa kata, kepala masih menunduk. Ia tak sanggup menatap lelaki di hadapannya. Bagaimanapun dalam hatinya masih ada asa yang tak terungkap. Asa yang pernah mereka rangkai tanpa kata.
"Aku mencintaimu," ungkap Prastyo lemah.
Prastyo menyesal mengapa dalam kondisi seperti ini ia baru bisa menyatakan perasaannya pada wanita yang dicintainya. Dan semuanya sudah terlambat. Wanita itu sudah dipinang lelaki lain, meski dengan alasan yang tak masuk akal. Sebagai mempelai pengganti.
Kinanthi makin menunduk, sekuat tenaga ia menahan air matanya tidak keluar dari matanya. Butiran bening menggenang di sudut matanya. Jantungnya bagai ditusuk ribuan jarum dalam waktu bersamaan. Kalimat yang sudah ditunggunya sejak lama, terucap di menit-menit terakhir menjelang pernikahannya bersama Bayu.
"Terlambat, Mas. Kamu sudah sangat terlambat." Kinanthi mulai terisak. Ditahannya sekuat tenaga semua perasaan yang berkecamuk dalam dadanya. Bisa saja ia memilih menjadi wanita tak bertanggung jawab dengan lari bersama Prastyo sebelum akad nikah, namun itu bukan dirinya.
Prastyo terdiam, ruangan berubah hening. Hanya suara isakan yang tertahan yang terdengar diantara mereka berdua.
"Sudah siap, Dek?" Hanum tiba-tiba muncul di depan pintu kamarnya. Kinanthi berusaha menghapus titik-titik air mata yang menggenang di sudut matanya dengan tisu. Kinanthi mencoba tersenyum dan mengangguk, menyambut rengkuhan kakak perempuannya itu.
Prastyo menatap punggung wanita yang dicintainya yang berlalu bersama kakaknya. Delapan tahun dia menyimpan cinta untuk Kinanthi dan sekarang semua berakhir. Jika ada pepatah cinta tak harus dikatakan, ternyata dia salah.
***
"Saya terima nikah dan kawinnya Kinanthi Prameswari binti almarhum Singgih Suharjo dengan mas kawin tersebut diatas tunai." Bayu mengucap ikrar pernikahannya dengan satu tarikan napas.
Bayu menghela napasnya lagi. Detak jantungnya masih tak beraturan. Entah darimana dia mendapatkan kekuatan hingga tidak salah mengucapkan nama mempelainya.
"Sah... Sah." Terdengar riuh suara dari anggota keluarga yang hadir dalam ruangan itu. Sebuah gedung di sisi masjid yang disulap menjadi tempat akad nikah mereka. Setiap sudutnya dihias dengan bunga lily, rangkaian bunga mawar putih dan merah jambu turut mempercantik ruangan itu. Desain pernikahan shaby yang sangat cantik, penuh bunga dan berkesan mewah.
Bayu menarik napasnya. Dia menunggu mempelainya datang dan duduk disandingkan bersamanya. Jauh di lubuk hatinya, Bayu masih mengharap wanita yang disandingkan di sebelahnya adalah Citra.
***
Sementara di ruangan lainnya ...
Kinanthi meremas jemarinya. Jantungnya berdetak tak beraturan. Keriuhan ruangan di sebelahnya memberikan isyarat bahwa sekarang ia sudah sah menjadi istri Bayu. Ada sedikit rasa sesak di dada Kinanthi. Membayangkan menikah dengan orang yang tidak dicintai dan tidak mencintainya membuatnya ingin menangis.
Kinanthi meremas tangan Hanum, telapaknya dingin dan berkeringat. Kinanthi sangat gugup pada pernikahannya.
"Kamu gugup ya, Dek?" tanya Hanum lembut.
"Aku harap kalian bahagia, meski itu tak mudah di awal pernikahan kalian." Hanum memeluk lembut adiknya. Dirinya berusaha memberikan kenyamanan kepada adiknya.
"Mbak Hanum, Mbak Kinanthi sudah bisa diajak keluar sekarang." Suara Kirana mengagetkan mereka berdua. Kirana adalah adik perempuan Bayu.
Hanum menggandeng Kinanthi keluar dari ruangan tempat mereka menunggu. Kaki-kaki Kinanthi serasa tak bertulang, ia hampir limbung ketika akan berdiri dari kursinya.
"Kamu tidak apa-apa, Dek?" tanya Hanum.
Kinanthi hanya mengangguk lemah. Rasa gugup yang menyerangnya sejak pagi ternyata menguras semua energinya. Termasuk juga kejutan yang sempat diucapkan Prastyo sebelum mereka berangkat ke masjid tadi. Tubuh Kinanthi terasa ringan tanpa tenaga.
Hanum memapah adiknya menuju lokasi Bayu mengucap janji setianya bersama Kinanthi. "Janji setia? Ah ... Betulkan janji setia itu memang untuknya?" Kinanthi bertanya dalam hati.
***
"Mempelaimu, Bro." Bandi berbisik sambil menepuk bahu adiknya. "Untung namanya bener." Bandi masih menggoda adiknya sejak mereka berangkat dari rumah tadi.
Bayu menoleh untuk melihat dari dekat mempelainya. Sesosok gadis memakai gaun putih panjang, berbahan satin dilapisi tile berwarna putih juga. Bagian bawah gaun panjangnya bertabur bunga kecil dari bahan tile juga. Jilbab berwarna putih menutup sempurna kepalanya dihiasi kerudung panjang menjuntai hingga lantai dan mahkota kecil di ujung kepalanya.
"Itu kan bukan baju yang dipesan Citra, jadi gadis itu memakai bajunya sendiri," gumam Bayu dalam hati.
Sejenak Bayu terpesona dengan wanita yang dipapah kakak iparnya. Dia cantik, tak kalah cantik jika dibandingkan Citra, namun kecantikannya berbeda. Bayu tidak mampu menggambarkan kecantikan Kinanthi. Wajahnya dipoles make up yang sangat natural, namun kelihatan ayu.
"Ndak usah curi-curi pandang begitu, sudah halal sekarang kamu pelototi juga ga masalah." Bandi kembali berbisik pada adiknya. Bayu mendengus kesal. Dia tidak menginginkan pernikahan ini, termasuk tidak menginginkan mempelainya. Namun demi nama baik keluarganya, pernikahan ini tetap terjadi.
Tetapi saat ini ada sedikit rasa yang tak dipahaminya. Rasa kepada gadis itu setelah dirinya memandangnya. Seorang gadis yang sekarang duduk bersanding bersamanya. Dan sudah sah menjadi istrinya.
***
Sementara di sudut lain di ruangan itu, ada sosok lain yang memandang dengan tatapan pilu. Prastyo yang menyimpan asa sejak kedatangan Kinanthi ke rumahnya delapan tahun yang lalu, saat ini harus ikhlas melepasnya menikah dengan lelaki lain. Sayangnya lelaki yang tidak mencintai dan dicintai oleh Kinanthi.
Prastyo berlalu meninggalkan ruangan itu. Sekuat apapun dia berusaha tegar, ternyata kehilangan perempuan yang dicintainya menikah dengan lelaki lain membuatnya tak bisa menahan gejolak emosinya.
***
Ada yang baper? Angkat tangan
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top