Part 6

Terima kasih sudah berkenan membaca kisah Kinanthi Bayu Citra plus Prastyo. Kisah lengkapnya tersedia di e book, ya.


***Selamat Membaca***

***

Keesokan paginya...

Kinanthi mengetuk pintu pavilyun tempat Hanum tinggal bersama keluarganya. Pavilyun Hanum memang bagian dari rumah keluarga Bagaskara, namun memiliki akses sendiri tanpa harus melalui rumah utama.

Bandi sedikit terhenyak ketika membuka pintu pavilyunnya. Ia tak mengira tamu yang mengetuk pintu rumahnya adalah Kinanthi.

"Kinanthi," ucap Bandi dengan nada terkejut.

"Ayo masuk, Mbakmu sedang menyuapi Haura di taman, sebentar aku panggilkan ya." Bandi mengundang adik iparnya masuk ke dalam rumah. Sementara Bandi berlalu menuju taman di samping pavilyun mereka.

Kinanthi hanya mengangguk lemah. Tadi ia berangkat dengan hati mantap untuk menjawab permintaan Hanum. Tetapi sesampainya di rumah Hanum, hatinya mendadak terombang-ambing lagi antara iya dan tidak. Apalagi setelah melihat foto Bayu dalam foto keluarga mereka saat pernikahan Hanum.

"Lelaki itu sepertinya dingin," keluh Kinanthi dalam hati.

Wajah Bayu memang bukan tipe yang ramah. Dia cenderung pendiam dan kaku. Cara bicaranya juga berbeda dengan Bandi yang cenderung supel.

"Kinanthi, kamu datang dek." Hanum memeluk adiknya dengan hangat.

Mereka duduk bersebelahan di sofa ruang tamu. Hanum memegang erat telapak tangan Kinanthi. Sementara Kinanthi hanya menunduk. Kinanthi sekuat tenaga menyembunyikan rasa gugup yang menyerangnya sejak tadi. Bunyi irama jantungnya saat ini mungkin akan terdengar oleh lawan bicaranya.

"Dek, kamu sudah punya keputusan?" ucap Hanum lirih. Nada suaranya sangat hati-hati. Sementara tangan mengelus lembut punggung tangan Kinanthi.

Kinanthi mengangguk lemah. Dia sudah memutuskan, namun bibirnya masih belum kuasa untuk berucap.

"Kalau kamu menolaknya, aku ikhlas kok Dek. Bagaimana keputusanmu?" tanya Hanum lagi.

Kinanthi kembali mengangguk sehingga Hanum kesulitan menterjemahkan arti anggukan adiknya itu.

"Kamu bersedia?" Hanum bertanya lagi. Kali ini nada suaranya sangat berhati-hati.

Kinanthi masih belum sanggup berkata apa-apa. Hatinya ingin menolak, tetapi hutang budi pada keluarga Bimantara, terutama pada Hanum membuatnya tak kuasa menolak permintaan tolong Hanum.

"Kinanthi,  pernikahan itu suatu hal sakral. Kalau kamu belum siap, tidak apa-apa kamu menolak permintaan kami." Bandi masuk ke ruang tamu dengan menggendong Haura.

Bandi duduk di sofa. "Kamu belum mengenal Bayu dengan baik, lagipula ini juga terlalu mendadak. Kamu gadis yang baik, bahkan terlalu baik untuk Bayu. Tapi Bayu belum tentu bisa jadi suami yang baik untukmu." Bandi mewejang adik iparnya.

"Mas, Mbak, Kinanthi sudah memutuskan. Kinanthi tetap akan menerima pernikahan ini. Mungkin ini cara Allah mempertemukan jodoh Kinanthi." Kinanthi akhirnya bisa memberikan jawaban.

"Kamu yakin? Ketika kamu sudah maju, maka tak ada jalan untuk mundur kembali." Bandi mengingatkan lagi.

"Iya Mas, Kinanthi Insya Allah siap. Jika Allah sudah menetapkan, siapa yang bisa menolak?"

Hanum memeluk adiknya erat. Matanya berkaca-kaca karena rasa haru yang membuncah atas pengorbanan adiknya. Jawaban Kinanthi bagaikan air sejuk yang mengguyurnya di tengah teriknya gurun.

"Kita akan urus semua ya, Dek. Nanti kami yang akan mengurus semuanya." Hanum menjelaskan. Kinanthi hanya mengangguk lemah.

*****

Malam itu...

"Apa maksudnya?" Bayu bertanya dengan nada tinggi. "Bayu harus menikah dengan orang yang tidak Bayu cintai, bahkan tidak Bayu kenal?" Bayu bertanya dengan sengit.

Napas Bayu memburu, keringat dingin membasahi dahinya. Wajahnya merona merah karena marah. Bayu sama sekali tidak menyangka bahwa ide konyol kakak iparnya akan diluluskan oleh kedua orangtuanya hanya demi gengsi.

"Bayu." Pak Bagas memanggil putranya dengan nada tegas. "Bapak tahu kamu marah dan tidak terima dengan rencana ini, tapi ini bukan hanya demi gengsi kami tapi juga kebaikanmu." Pak Bagas menjelaskan dengan bijak.

"Tapi menikah itu bukan sesuatu yang main-main, Ayah. Jangankan mencintainya, mengenalnya pun tidak." Bayu menyanggah penyataan ayahnya.

"Menikah tidak melulu selalu dengan cinta, Bay. Memang cinta itu perlu tetapi bukan segalanya. Pada akhirnya kamu akan menyadari bagaimana cinta hadir karena sebuah niatan ibadah dalam menjalani pernikahan itu lebih indah daripada sekedar cinta karena duniawi." Bandi ikut mewejang adiknya.

Bayu hanya termenung. Napasnya sudah kembali teratur. Meski hatinya masih tak menentu. Hanya dalam beberapa hari kehidupannya jungkir balik bak roller coster. Rencana pernikahan indah bersama Citra, gadis yang sangat dicintainya sejak lima tahun terakhir berubah menjadi sebuah pernikahan paksa dengan gadis yang dia kenal saja tidak.

"Baik, demi keluarga ini akan Bayu jalani pernikahan ini," ucap Bayu lirih.

Bayu beranjak dari tempat duduknya, berlalu menjauh dari kedua orangtuanya dan kakaknya. Hatinya masih terasa bagai ditusuk-tusuk ratusan jarum panas. Terasa pedih dan sesak.

*****

Dua hari kemudian...

Bayu duduk di kursi taman, menyendiri dari hiruk pikuk persiapan pernikahan di dalam rumahnya. Tangan kanannya memegang sebatang rokok yang sudah hampir habis. Selama ini Bayu bukan perokok. Namun kekalutannya membuatnya tertarik melarikan diri pada rokok.

"Bay, apa kabar?" tanya Bandi seraya menepuk pundak adiknya.

Bayu yang terkejut buru-buru mematikan rokoknya dan bergeser memberikan tempat untuk kakaknya duduk. "Aku baik, Mas." Bayu menyambut pertanyaan kakaknya.

"Bay, aku sebenarnya juga kurang setuju dengan pernikahan ini," ucap Bandi tiba-tiba.

Bayu terperanjat mendengar ucapan kakaknya. Terkejut dengan kejujuran kakaknya sekaligus kecewa kenapa kakaknya diam saja tidak menghalangi rencana kedua orangtuanya. Bahkan ide itu datang dari mulut istrinya sendiri.

"Kenapa Mas Bandi tidak mencegah rencana ini?" tanya Bayu.

"Mas tidak setuju bukan karena kamu, tapi karena Kinanthi," jawab Bandi.

"Karena Kinanthi? Maksud Mas Bandi bagaimana?" tanya Bayu kebingungan.

"Kinanthi itu gadis yang baik, sangat baik dan terlalu baik untuk menjadi istrimu," jawab Bandi.

"Maksud Mas aku bukan lelaki yang baik? Begitu?" tanya Bayu dengan nada sedikit meninggi.

Emosi Bayu mudah sekali terpancing akhir-akhir ini. Sedikit saja masalah bisa membuatnya marah atau meninggikan suaranya. Oleh karena itu, Bayu memilih menjauh dari segala kesibukan persiapan pernikahannya. Bayu bertanya-tanya, bagaimana dengan gadis itu, apakah dia bahagia menyambut pernikahan ini, atau seperti dirinya sibuk meratapi kehidupannya sekarang.

Bandi memegang lembut bahu adiknya. "Sabar, Bro." Bandi menenangkan adiknya.

"Pernikahan kalian bukan pernikahan biasa, memang cinta bisa datang belakangan. Tetapi apa kamu sudah memilih melepas Citra seutuhnya dan menerima rumah tangga yang akan kau bina bersama Kinanthi?" Pandangan Bandi menerawang sambil mengatakan kalimatnya.

"Jika belum dan kamu masih berharap Citra kembali, itu sangat tidak adil untuk Kinanthi," tambah Bandi.

"Kenapa gadis itu tidak menolaknya,  Mas?" tanya Bayu penasaran.

"Banyak hal yang membuat dia tak bisa menolaknya, Bay. Kelak kamu akan tahu, dan setelah tahu kamu pasti kagum dengannya." Bandi berdiri dan menepuk bahu adiknya seraya berlalu menuju pavilyunnya.

Bayu mendengus kesal. Dia bertanya-tanya sebaik apa sih gadis itu bahkan kakak dan ibunya sendiri tak henti memuji gadis itu di segala kesempatan. Berbeda dengam saat ia menyatakan akan menikahi Citra.

"Racun apa yang telah kau berikan kepada keluargaku hingga mereka begitu menyukaimu," rutuk Bayu dalam hati.
*****

Yeeaay ada yang galau karena mau menikah dengan orang lain nih...

Tunggu kelanjutannya ya...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top