PART 1

Selamat datang buat kalian yang baru ketemu dengan cerita ini. Semoga senang dengan kisah Kinanthi dan Bayu. Cerita ini sudah diterbitkan dan e book nya masih tersedia di playstore.

*** Selamat Membaca ***

***

Kinanthi menutup map berisi lembar-lembar kerjanya. Begitulah pekerjaannya setiap hari, membuat laporan perkembangan anak yang telah didampinginya di kelas. Kinanthi merupakan sarjana Psikologi, dan dia mengambil konsentrasi pada psikologi anak. Namun, kecintaannya pada dunia pendidikan membawanya menekuni profesi menjadi seorang shadow teacher atau guru pendamping di sebuah sekolah inklusi.

Kinanthi menatap kembali buku-buku dan map-map berisi lembar kerjanya. Dia menarik napas panjang, terharu atas pencapaian dalam hidupnya. Disentuhnya buku demi buku kemudian dia mengedarkan matanya ke seluruh ruangan guru. Gadis berusia 23 tahun itu sangat bahagia dengan kehidupannya yang sekarang.

Mata Kinanthi menerawang, teringat peristiwa delapan tahun yang lalu. Ketika mendadak ayahnya wafat dan dalam sekejap membuatnya harus menerima kenyataan menjadi sebatang kara. Ibu Kinanthi meninggal ketika melahirkannya, selama 15 tahun dia hidup bersama ayahnya yang memilih membesarkan sendiri Kinanthi.

Malam itu, tiba-tiba dada ayahnya sesak. Kinanthi yang masih terkejut dengan teriakan lemah ayahnya yang kala itu sedang menonton televisi belum bereaksi apa-apa ketika sedetik kemudian tubuh ayahnya limbung. Ayah yang merupakan satu-satunya orangtua dan tempatnya bergantung, pergi memenuhi panggilan Sang Maha Kuasa.

"Bu Kinanthi ada yang menunggu di ruang tamu, seperti biasa."

Suara Pak Hadi satpam sekolah membuyarkan lamunannya. Wajah Pak Hadi yang jenaka nampak tersenyum menggoda.

"Pacarnya ya, Bu?" tanyanya.
Kinanthi membalas senyuman Pak Hadi. Dia mengambil tas kerjanya dan beranjak dari tempat duduknya.

"Mau tau apa mau tau banget, Pak." Kinanthi balas menggoda Pak Hadi.

"Kalo itu pacarnya Bu Kinanthi kan saya jadi ndak punya kesempatan lagi," goda Pak Hadi.

"Inget istri Pak, dirumah sudah menunggu." Kinanthi menjawab sembari tertawa lepas dan berlalu menuju ruang tamu.

Di ruang tamu sekolah sudah menunggu seorang lelaki muda dengan postur tinggi dan kurus. Lelaki berkulit kuning itu berbaju casual dengan kaos berwarna putih dilapisi jaket berbahan Jeans dan celana Jeans branded dengan warna senada jaketnya.

Prastyo adalah kakak angkat Kinanthi. Pak Bimantara, ayah Prastyo adalah sahabat ayahnya. Beliau yang mengangkat Kinanthi menjadi putri mereka, memberinya keluarga setelah satu-satunya keluarga yaitu ayahnya meninggal dunia.

"Sudah lama nunggunya, Mas?" tanya Kinanthi.

Prastyo tersenyum. "Tidak, belum seribu tahun kok."

Kinanthi mencubit lengan Prastyo. Prastyo sudah menjadi kakak laki-lakinya selama ini. Kinanthi tak segan bersikap sebagai seorang adik kecil kepada Prastyo.

Masih lekat dalam ingatan Kinanthi ketika Bu Bima membuka tangannya memeluk Kinanthi. Pagi itu dia bingung kepada siapa harus menumpahkan tangisnya. Ayahnya mendadak pergi karena serangan jantung, sudah terbujur kaku ditutupi kain batik di ruang tamu. Kinanthi hanya menatap pilu jenazah ayahnya dan menangis dalam diam. Hingga Pak Bima sahabat ayahnya datang bersama istrinya dan merangkulnya hingga Kinanthi sanggup menumpahkan perasaannya.

Bu Bima juga yang kemudian menggandeng tangannya menuju pintu rumahnya, memberinya kasih sayang dan juga keluarga. Kinanthi kehilangan ayahnya, namun Allah memberikannya orangtua yang lengkap dan dua orang kakak yaitu Hanum dan Prastyo.

"Mau kemana kita hari ini?" tanya Prastyo

"Makan dulu yuk, Mas. Sudah keroncongan nih perutku." Kinanthi menarik lengan Prastyo menuju motor Prastyo yang diparkir tak jauh dari gerbang sekolah.

"Mau makan dimana kita?" tanya Prastyo setelah menyalakan motornya.

"Mie ayam biasanya yuk Mas," ajak Kinanthi.

Prastyo hanya mengangguk dan tidak menjawab. Ia bergegas mengendarai motornya ke arah yang diminta Kinanthi.

***

"Kinan." Prastyo memang Kinanthi dengan lembut.

Dada Kinanthi mendadak berdesir mendengar suara lembut Prastyo. Tidak biasanya lelaki itu memanggilnya demikian.

"Heem." Kinanthi menjawab panggilan Prastyo, namun matanya tetap melekat pada mie ayam bakso di hadapannya. Tangannya sibuk mengaduk-aduk mie dalam mangkoknya.

Prastyo menarik napas panjang, jantungnya bergemuruh. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa gugupnya. Akhirnya Prastyo tidak jadi ngomong dan hanya mengaduk-aduk jus alpukat yang dipesannya tadi. Sedangkan Kinanthi nampak asyik menikmati mie ayam bakso makanan favoritnya.

Sejak kedua orangtuanya membawa pulang gadis itu, Prastyo yang kala itu berusia 20 tahun sudah menaruh hati kepada Kinanthi. Prastyo kagum dengan kemandirian dan ketegaran Kinanthi. Jalan hidupnya yang sulit tidak membuatnya menjadi gadis yang cengeng, tetapi malah membuatnya semakin kuat.

"Mas Pras mau ngomong apa? Ditunggu kok malah diem." Kinanthi tiba-tiba membuyarkan lamunan Prastyo.

"Eh engga, kamu makan saja kayaknya kelaparan ya?" tanya Prastyo.

"Heem, banget." Kinanthi memberikan penekanan pada jawabannya.

Kinanthi menyeruput es jeruknya. Dan meletakkan sendok garpunya dalam mangkoknya dengan posisi menyilang. Sudut matanya melirik ke arah mangkok Prastyo yang masih utuh. Sementara jus alpukatnya juga tak banyak berkurang meski sedotannya selalu berada di mulut sang pemilik.

"Mas Pras sehat kan?" tanya Kinanthi kuatir.

Prastyo agak terkejut dengan pertanyaan Kinanthi. Dia menjawab pertanyaan Kinanthi, " Iya sehat, kenapa?"

"Kok makanannya masih utuh semua, tadi sudah makan memangnya?" tanya Kinanthi lagi.

Prastyo hanya mengangguk, padahal sejak pagi hanya segelas air mineral saja yang masuk ke dalam mulutnya. Sejak semalam dia begitu gugup. Ada perasaan yang ingin diungkapkannya kepada Kinanthi, namun selalu urung ia lakukan.

"Mas makan dulu gih, Kinan tunggui." Kinanthi memerintah kakaknya itu untuk menghabiskan makanannya.

Prastyo sama sekali tidak berselera makan, padahal mie ayam bakso ini adalah makanan favorit mereka sejak lama. Dulu mereka sering datang bertiga bersama dengan Hanum, kakak perempuan mereka. Namun sejak Hanum menikah, mereka selalu datang berdua saja. Hal ini juga yang membuat hubungan mereka berdua semakin dekat.

"Hari ini aku capek banget," ucap Kinanthi sambil menarik napas panjang.

"Kenapa?" tanya Prastyo sambil berusaha menghabiskan sendok demi sendok mie ayamnya.

"Ada anak baru yang harus kudampingi dalam kelas, dan dia sangat spesial. Mungkin harusnya belum bisa masuk dalam pembelajaran klasikal, tapi entah kenapa sudah dimasukkan dalam kelas. Jadi kesannya seperti dipaksakan." Kinanthi nampak sangat bersemangat cerita.

"Terus siswamu yang dulu, Moreno ya kalau tidak salah namanya?" tanya Prastyo membalas cerita Kinanthi.

"Heem. Dia sudah bisa mandiri. Temanku menggantikanku jadi shadow teachernya dari luar kelas." Kinanthi memberikan penjelasan.

"Lhah, kenapa yang sulit dikasihkan ke kamu?" tanya Prastyo dengan nada sedikit tinggi.

"Karena latar belakang pendidikanku, Mas. Aku dinilai lebih mampu menangani anak-anak yang masih spesial itu," jawab Kinanthi.

Prastyo semakin kagum dengan adik angkatnya itu. Kinanthi memang wanita yang tangguh. Prastyo pernah melihatnya ketika bekerja sebagai shadow teacher, dia sangat telaten menangani anak-anak yang ia sebut spesial itu. Kinanthi tidak pernah menyebut mereka anak-anak yang sulit apalagi nakal. Padahal hanya dengan melihatnya saja Prastyo sudah merasa gemas dengan segala tingkah polah anak-anak itu.

"Sudah habis, Bu Guru," ucap Prastyo tiba-tiba.

Tidak terasa cerita Kinanthi membuatnya tidak sadar menyelesaikan makan siangnya. Perutnya sebenernya meminta hak nya namun rasa gugup membuatnya melupakan rasa laparnya.

"Kita pulang sekarang?" tanya Kinanthi.

Prastyo sebenarnya masih ingin bersama Kinanthi barang sejenak. Ada sesuatu hal yang sangat ingin dibicarakan sejak lama. Namun entah kenapa selalu urung ia nyatakan. Dan sekarang, kesempatan itu datang lagi. Tetapi lidahnya tetap kelu untuk menyatakan.

Prastyo hanya mengangguk. Akhirnya batal lagi ia menyatakan perasaannya kepada Kinanthi. Wajah Kinanthi nampak sangat lelah. Prastyo tidak tega untuk menahannya disana lebih lama lagi.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top