| Satu |

Rumah terasa dingin saat kami tiba. Mungkin untuk seterusnya juga akan seperti ini.

Hubungan aku dan ayah tidak terlalu baik. Kurasa sebenarnya dia juga lebih menyayangimu. Karena dia dan kamu sama-sama kehilangan.

Kamu kehilangan orang tua, dia kehilangan istrinya. Sementara kelahiranku adalah pembunuh istri alias cintanya.  

Dia lebih dekat denganmu, karena dia rasa kalian saling memahami rasa sakitnya, sedangkan aku tidak.

Rumah ini akan terasa lebih dingin untuk kedepannya, karena kurasa dia juga akan menyalahkanku atas kecelakaan itu.

Kulirik Ayah yang mengembuskan napas panjang, lalu bergerak mengurung diri di kamarnya.

Aku bergeming di ruang keluarga rumah. Berandai-andai kamu sedang ada di sini.

• • •

"Ru!" Lili menoleh ke arah pintu utama dengan cepat saat mendengar pintu terbuka. Senyumannya terbentuk lebar.

Laki-laki enambelas tahun yang dipanggil Ru itu menjawab, "Ya?"

Ru melepas tas ranselnya yang penuh dengan buku pelajaran dan menyeretnya sampai ke sofa tempat Lili duduk.

"Bagaimana Eskul lukismu? Berjalan baik?" Lili bertanya dengan tatapan tertarik.

Sebenarnya mereka ada di kelas dan sekolah yang sama. Seharusnya mereka pulang bersama, tapi ini hari rabu. Ru ada jadwal eskul lukis di sekolah.

"Melelahkan!" Ru menyenderkan puggungnya ke sofa. "Aku mau menggambar sketsa di atas kertas saja."

Lili tertawa. "Memangnya kamu di suruh melukis apa?" Rambut cokelat sebahunya bergerak-gerak. 

"Sebuah apel." Ru mendengus malas. Ia sama sekali tidak tertarik menggambar objek tersebut dengan detail.

"Harusnya kamu lukis aku saja biar lebih semangat." Lili mengangkat tangannya dan membentuk V di samping matanya. Berpose imut.

"Iya harusnya aku lukis kamu saja. Kubuat asal dan jelek pun itu tetap kamu." Ru tersenyum miring. Meledek.

"Uh. Jahat." Lili mengerucutkan bibir sebal.

• • •

Kejadian itu berputar di kepalaku dengan jelas. Seperti rekaman ulang manis yang menyisakan rindu tak tertahan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top