BAB 1

Seorang gadis cantik berjalan-jalan di pasar dengan cheongsamnya yang indah berwarna merah marun terbuat dari sutra dan rambutnya yang digelung dengan ikatan rumit bersama pelayannya bernama Minah. "Minah, apakah ada helai rambutku yang tidak ikut terikat?" tanya gadis itu sambil merapikan rambutnya. "Tidak ada, nona Yua... Sudah rapi dan cantik seperti biasanya."
"Kau memang yang terbaik, Minah." Bagi seorang gadis dari saudagar kaya sudah adatnya untuk mengikat rambut dengan rapi dengan jepit rambut atau tusuk konde dengan hiasan indah karena itu menunjukkan tingkat strata mereka. Kecuali rakyat jelata dan pelayan.

"Sebenarnya aku malas harus mengikuti pesta muda mudi musim semi. Berkenalan dengan banyak pria dan perjodohan lalu menikah sehingga tidak jadi perawan tua. Usiaku delapan belas tahun dan harus menikah jika tidak mau menjadi perawan tua di usia dua puluh lima tahun. Hufft...." Yua bisa jadi cerewet jika menyangkut masalah ini dan Minah seperti biasa akan setia mendengarkan sambil tertawa kecil karena melihat bibir Yua yang terlihat maju jika sedang cerewet.

"Aah... Padahal musim panas sudah lewat tapi kenapa aku merasa panas di pasar ini." Ucapnya sambil mengibaskan kipasnya lalu Minah membuka payung untuk meneduhkan nonanya. "Kenapa tidak daritadi kau memayungi aku?"
"maaf, nona Yua... Tadi matahari tidak terlalu terik."

Sebenarnya Yuana selalu diberikan berbagai pakaian sutra, perhiasan, hiasan rambut, perlengkapan rias wajah oleh ayahnya jika beliau pulang dari berdagang ke berbagai kota dan negara. Tapi jika Yua bosan, dia pun pergi berbelanja bersama Minah ke pasar tradisional yang terkenal di kota Bandung. Ketika Yua tertarik dengan salah satu hiasan rambut dan ingin mencobanya tanpa diduga seorang gadis yang lebih kecil menarik tangannya lalu segera membawanya pergi dari sana. "Nona Yua, Nona Mei.... Tunggu saya." Minah juga ikut mengejar mereka sambil membawa payung, tas tangan yua serta beberapa barang belanja Yua yang ternyata lumayan banyak dengan tergopoh-gopoh.

.....

"jiejie harus lihat di perkebunan ada Raden Rakai... Ayo, jie." ucap Meilin sambil menarik tangan kakaknya menuju perkebunan teh dan di belakang terlihat Minah yang kelelahan membawa barang-barang Yua. "Lihat pakaian kita, Mei. Aku tidak mau pakaianku kotor pasti akan banyak cacing disana."

"Jiejie memilih takut dengan cacing atau bertemu dengan Raden Rakai?" Tanya Mei dengan mata berbinar. Mei gadis cantik seperti kakaknya dengan mata jernih dan agak besar, wajah oval mungil, putih, bibir mungil. Wajah mereka berdua memang mirip. Tapi Mei lebih pintar, ceria dan lincah sedangkan Yua manja, dan lebih anggun. "Kamu sangat bersemangat sekali hufft."

Mereka berdua menghampiri pria muda bernama Raden Rakai. Pria itu menatap angkuh ke arah dua gadis berbeda usia tersebut. "Selamat siang, Raden Rakai jiejie ingin bertemu dengan anda." Rakai masih menatap dengan datar dan angkuh. "Saya datang... Kemari untuk bertanya dengan anda, Ra...den." Kata Yua sambil sesekali menyikut adiknya karena meilin terus mendorongnya untuk mendekat pada pria tampan tersebut. "apakah.... Raden Rakai akan datang di acara pesta muda mudi musim semi?"

"Kenapa aku selalu bertemu dengan kalian dimanapun aku berada?" ujarnya sambil menghela nafas frustasi. "Tapi maaf... Sepertinya aku tidak bisa datang. Dan... Kalian tidak perlu memanggilku Raden, panggil namaku saja." Sambungnya lagi. "Tapi... Saya terbiasa memanggil anda dengan gelar anda karena anda adalah keturunan darah biru." Kata Yua lagi.

"Sepertinya aku masih ada beberapa urusan, jadi kamu tidak perlu mengikutiku seperti ekor." Balas Rakai sambil berlalu. Meninggalkan Yua, adiknya, dan Minah yang sedang tertidur di bawah pohon rindang dengan mulut terbuka. Entah sudah berapa kali ini terjadi juga kalimat terakhir yang diucapkan pria itu tak terhitung jumlahnya. Yua berjalan meninggalkan perkebunan sambil memanggil pelayannya, "Minah,... Kita pulang." Minah segera terbangun dengan air liur yang sudah mengalir padahal hanya sebentar dia tidur. Mei melihat ke arah kakaknya dan Rakai yang berjalan berlawanan arah lalu menyusul kakaknya.

Raden Mas Rakai Aryo Sakabumi, Putra tunggal Raden Mahesa dan kanjeng Rahayu. Keluarga mereka masih keturunan darah biru juga termasuk saudagar dan tuan tanah terkaya di daerahnya sehingga setelah kedua orang tuanya meninggal sejak usianya 16 tahun Rakai menjadi pewaris tunggal kekayaan orang tuanya. Sekarang dia menjadi saudagar dan tuan tanah seperti ayahnya.

Yua dan Rakai pertama kali bertemu ketika acara pertemuan kerabat yang sudah menjadi tradisi keluarga Raden Mahesa setiap tahun. Dimana pertemuan itu untuk mempererat tali persahabatan walau mereka tidak ada hubungan darah. Orang tua Yua juga diundang untuk pertama kalinya sebagai sesama sahabat dan rekan usaha dengan pakaian khas cheongsam mereka dan tuan Lie juga selalu memakai topi bundar dan kaca mata hitamnya.

Saat itu ketika Yua berusia 10 tahun dia diganggu oleh beberapa anak laki-laki dan perempuan pribumi bangsawan yang merupakan anak-anak salah satu sahabat orang tua Rakai. Yua ingin bermain bersama mereka karena dia merasa orang tuanya tidak memperhatikannya lagi semenjak ada Mei. Perasaan anak kecil yang wajar jika merasa cemburu pada adiknya.

Tapi mereka justru mengatai Yua. "Kamu anak keturunan berbeda dengan kami. Ayahmu hanya pendatang di negara kami. Kata Romoku kalau kalian tidak kaya. Kalian tidak akan bernafas di negara kami. Kamu putih seperti hantu. Hahahaha...."
"Apakah aku salah jika bermain bersama kalian?" ucap Yua sambil terisak. "Kita akan bermain di kebun. Kamu takut bukan kalau bajumu kotor?"

Dan mereka pergi meninggalkan Yua sendirian yang berjongkok sambil menangis menutup wajahnya. Lalu seorang anak laki-laki remaja datang mengelus kepalanya. "Jangan buang air matamu untuk sesuatu yang sia-sia, nona kecil nanti matamu bengkak dan kamu tidak cantik lagi. Nanti kalau kamu sudah dewasa kamu akan menjadi gadis yang anggun karena perbedaan itulah daya tarik sebenarnya. Jangan pernah merasa dirimu berbeda." Yua mengangkat kepalanya dan tersenyum kepada Rakai... Cinta pertama Yua. Merekapun saling berkenalan.

Semenjak itu mereka selalu bersama. Rakai seperti seorang kakak untuk Yua. Terlebih Rakai selalu menggendong Yua dari belakang jika mereka berjalan-jalan di kebun. Ketika Rakai menyingkirkan cacing yang ada di kaki Yua saat mereka bermain di kebun.

Tapi kedekatan mereka hanya berlangsung selama satu tahun. Semenjak orang tua Rakai meninggal. Rakai sudah berubah menjadi pria dingin, bermain dengan para wanita yang lebih tua darinya, sibuk dengan usahanya, dan minum-minum di kedai Cempaka yang merupakan tempat hiburan juga banyak para wanita penjajah diri.

Semenjak itu juga Yua menjadi gadis yang lebih manja, berkelas, dan agak angkuh juga hanya memiliki sedikit teman dan menutup diri untuk pria manapun padahal sudah tahun kedua dia mengikuti pesta muda mudi. Yua berusaha mengikuti Rakai dan masih berharap kalau Rakai akan berubah. Yua sering melihat Rakai keluar dari rumahnya dengan wanita yang berbeda-beda. Namun Yua tetap mendekat pada Rakai sedangkan Rakai selalu menjauh. Rakai menghindarinya seperti menganggap Yua adalah lalat penganggu.

Yua sempat bertanya pada dirinya. Apakah rasa lelah akan menghampirinya?

Sampai titik jenuh itu pun sampai saat melihat sebuah skandal Rakai. Yua sudah biasa melihat Rakai bersama dengan para wanita dewasa. Tapi hal ini lebih menyakitkan.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top