23 Secret
D tak pernah mencapai apartemennya. Ia tidak diantarkan pulang. J membawanya kembali ke markas, yang kemudian disambut dengan pukulan dan hantaman dari anak buah Iko yang lain. Lelaki itu waspada, tetapi ia tak melawan. Ia hanya berusaha mati-matian untuk tidak tertidur. D mengumpulkan tenaganya demi membuatnya terjaga, karena jika ia tertidur, ia akan lupa dengan semua hal yang ia ingat. D mengepalkan tangan, sesekali menampar dirinya sendiri untuk tetap siaga. Saat anak buah Iko berhenti, D dengan napas tersengal-sengal bertanya, "Di mana Raline?"
Iko yang sedari tadi mengawasi dari balik kursi, mengernyit. "Raline? Masih berani kamu menyebut namanya?"
"Bunuh aku saja, asal jangan macam-macam dengannya," pinta D dengan memelas.
Sang bos bersedekap dengan ekspresi pongah, kemudian mengedikkan bahunya ke arah J yang berada di sisinya. J mengambil ponsel di atas meja, lalu menelepon seseorang. Saat tersambung, lelaki itu mengaktifkan mode pengeras suara, dan terdengar suara Raline yang ramah.
"Iya, selamat sore, Bapak Iko. Ada yang bisa saya bantu?"
D terkesiap. Berarti Raline selamat! Gadis itu tidak diculik oleh sang bos. Entah siapa yang dilihatnya di gedung tadi, setidaknya itu bukan Raline. Lelaki itu menghela napas lega, lalu tertawa. J mematikan panggilan, lalu menaruh ponsel ke atas meja.
"Kamu benar-benar mau berkorban demi gadis itu rupanya, hm?"
Mata D terpejam, meskipun ia merasa kelelahan, ia memaksa dirinya untuk tidak tertidur. "Apapun, Bos. Tolong jangan bunuh dia. Biarkan dia tetap hidup."
"Baiklah kalau begitu. Kamu tahu konsekuensinya, kan?"
"Bos ... biarkan aku berpamitan ...." desis D dengan suara serak.
"Bukan kamu yang memutuskan, D. Kamu selamanya milikku. Jangan lupakan posisimu, D. Kamu beruntung aku masih mau mengasihani kamu."
***
Kali ini, Pak Dirga memberinya banyak pekerjaan, sampai Raline baru bisa bebas pukul sembilan malam. Gadis itu sudah mengirim pesan kepada D mengenai kesibukannya, tetapi lelaki itu tampaknya mematikan ponselnya. Saat ia keluar gedung, Raline sudah tak menjumpai karyawan lainnya selain security. Alice yang sudah pulih setelah kecelakaan di Cina pun baru menyelesaikan pekerjaannya bersama dengan Raline.
"Pulang sama aku aja, yuk." Alice sudah mendengar cerita tentang orang misterius yang mengejar Raline, ikut khawatir dengan keselamatan rekan kerjanya itu. Pak Dirga pun sudah tahu mengenai nasib mobilnya, tak mempermasalahkan karena ada asuransi yang menanggung semua kerusakan serta Raline bisa selamat, meskipun gadis itu tak bilang bahwa D membunuh pengejarnya.
"Aku bingung, D nggak bisa dihubungi."
"Sementara nginep aja di tempatku. Kalau berdua, paling nggak kamu nggak akan sendirian. Biar aku timpuk itu yang stalking kamu."
Akhirnya Raline menerima ajakan Alice, dan mereka berdua naik taksi online menuju rumah Alice. Di kamar Alice, berkali-kali Raline menghubungi nomer D tetapi tidak ada jawaban. Gadis itu sungguh cemas. D sempat mengirim pesan bahwa ia tengah bekerja mendampingi Iko, tetapi setelah itu tidak ada kabar darinya lagi. Yang ada malah Iko sempat menelepon tapi tidak mengatakan apa-apa sore tadi. Sungguh aneh.
Raline kemudian mencoba melacak posisi ponsel D dengan sebuah aplikasi yang mereka pasang di perangkat masing-masing. Namun, saat gadis itu mengecek, ponsel itu malah ada di daerah yang tidak diketahui olehnya. Apakah D masih mendampingi bosnya? Gadis itu dililit kebingungan. Berulang kali D menyampaikan kecurigaannya tentang sang bos yang mengincar gadis itu karena tak ingin D terganggu. Walaupun Raline sedikit curiga, memangnya seketat apa pengamanan yang dibutuhkan oleh Iko sampai D tak bisa berhubungan dengan orang lain?
Alice berusaha menenangkan rekan kerjanya itu, lalu mengajaknya beristirahat. Meskipun sulit untuk memejamkan mata, tetapi kelelahan jauh mendominasi tubuh dan pikiran Raline. Gadis itu akhirnya terlelap.
Namun rupanya, sampai beberapa hari berikutnya, D tetap menghilang. Raline sudah tak bisa lagi melacak keberadaan sang kekasih. Raline pun berhari-hari menunggu di apartemen lelaki itu, tetapi sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa lelaki itu pulang. Sempat terpikir oleh Raline untuk menghubungi Meisya atau Iko, tetapi ia takut hal itu akan berdampak pada keselamatan D. Ia juga takut untuk menghubungi polisi, sebab peristiwa pembunuhan dua orang pengejarnya masih membayang-bayangi dirinya.
Pesan-pesan misterius yang dulu menerornya, kini datang lagi. Entah siapa pengirim pesan itu, karena masih gigih mengirimi gambar-gambar yang tidak pernah Raline buka.
Sampai kemudian, ibu jari Raline tak sengaja memencet gambar itu, dan ponselnya segera mengunduh gambarnya secara otomatis. Ternyata itu foto D yang tengah mengacungkan pistol laras panjang. Dahi gadis itu berkerut. Ia membuka gambar-gambar yang lain, yang menunjukkan berbagai pose D yang memegang senapan, lalu foto orang yang bersimbah darah yang diambil dari kejauhan. Tangan Raline gemetar, sampai benda pipih itu lepas dari genggamannya.
Apakah ini yang dimaksud dengan misi rahasia yang dibicarakan D? Membunuh seseorang? Raline tak mengenali semua orang yang terkapar itu, tetapi pasti mereka bukan hanya sekadar stalker. Tangan Raline memegangi kepalanya yang kini berdenyut nyeri, tak kuasa menahan semua data yang muncul bertubi-tubi tentang D.
D tak mungkin bohong, sangkalnya dalam hati. Namun, ia pernah melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana D bisa membunuh tanpa ada ekspresi yang ada di wajahnya. Raline menelan ludah. Apakah ia berpacaran dengan pembunuh bayaran?
"Ya Tuhan, ini sungguh-sungguh gila!" desisnya. Siapakah D sebenarnya?
Raline kemudian mengetik di mesin pencari Google tentang Devan. Sayangnya tak peduli berapa banyak kata kunci yang ia selipkan, tidak ada yang cocok dengan D. Gadis itu menghela napas, merasa buntu dengan semua kebingungan ini. Lalu ia teringat dengan sebuah nama yang sempat ia temukan di celana panjang D. Raline menyimpan kertas itu di dompetnya, berjaga-jaga kalau-kalau D mencari kertas itu.
Tergesa, Raline meraih dompet yang ada di tasnya, lalu mencari secarik kertas yang bentuknya sudah berantakan. Ketemu! Raline segera mengetik nama itu di mesin pencari Google dan kenyataan yang terpampang di sana, sungguh mengejutkan.
Athalarik Darwis. Seorang atlet menembak Indonesia yang memenangkan medali emas pada nomer 10 m air rifle men pada SEA Games 2015, SEA Games 2017, nomer 50 m air riflle men Olimpiade 2012, serta pada Olimpiade Rio 2016.
Nama ini sungguh asing bagi Raline, hanya saja foto yang ada di sana adalah foto D. Wajahnya beberapa tahun lebih muda, tetapi Raline mengenali senyuman khas lelaki itu, juga ekspresinya saat tengah serius. Ia tak mungkin salah. Ini adalah D yang ia kenal. Namun, mengapa namanya berbeda? Apa yang sebenarnya terjadi? Semakin ia menggali tentang D, semakin ia yakin bahwa ia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang lelaki itu.
*episode23*
Nah, ternyata D bukan D yang dikenal sama Raline! Jadi siapa si D ini? Makin pusing ya, Keliners? Sama ha ha ha...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top