21 Infatuation
Bagaimana caranya D selalu ingat jati dirinya padahal ia menderita short term memory loss? Jawabannya adalah video. Setiap pagi, D akan bangun dengan kebingungan, lalu ia akan meraih ponselnya. Di dalam ponselnya ada video rekaman yang sengaja ditaruh di galeri paling atas, di mana video itu adalah rekaman dirinya yang berbicara mengenai identitasnya. Dengan begitu, ia akan segera sadar siapa dirinya dan beraktivitas seperti biasa.
Bagaimana dengan Raline? Bagaimana D bisa mengingatnya?
Dari sepenggal cerita gadis itu mengenai bagaimana mereka bertemu dan pasang surutnya hubungan mereka, D mengira bahwa dulu ia tidak punya rekaman video yang menjelaskan tentang gadis itu, selain nomernya yang disimpan di kontak. Karena itu, D tahu jika gadis itu menelepon, tetapi ia tidak tahu siapa gadis itu dan apa hubungannya dengan dirinya.
Bahkan perpisahan yang digagas oleh D beberapa bulan lalu pun, lelaki itu sama sekali tidak ingat. Bukan karena ia tidak mau, melainkan otaknya yang tidak bisa menyimpan semua kenangan itu. Jadi setelah mendengar penjelasan dokter Pras, D menghabiskan waktunya untuk menonton video perkenalannya, dan membangun identitasnya dalam kepalanya. Lalu ia menonton video kedua, yang sepertinya ia sematkan sendiri.
Video itu memperlihatkan seorang gadis yang tengah tidur, riasannya berantakan dan mengenakan gaun yang sudah kusut. Sepertinya D mengambil sendiri video itu karena kemudian ia mendengar suaranya sendiri yang tengah berkata, "Dia ini Raline Prameswari. Jangan pernah lupakan dia, coz she's the love of your life."
Setelah itu, ada video lagi yang menjelaskan, siapa Raline, tanggal berapa ia lahir, apa kesukaannya. D mengenali suaranya saat menonton video itu. Juga ada beberapa video mengenai apa yang mereka lakukan hari itu.
"5 Agustus 2024. Kami makan di The Attic. Raline bertanya apakah yang akan aku lakukan jika seandainya dia menderita penyakit parah yang akan mengambil nyawanya. Aku jawab bahwa aku takkan menyerah dan pergi ke seluruh dunia agar bisa menyembuhkan penyakitnya."
D tersenyum mendengar jawabannya sendiri, yang bahkan terdengar sangat menggelikan. Namun, ia sadar, bahwa betapa berartinya Raline untuk dirinya sampai ia harus merekam semua kisah mereka demi bisa membuat dirinya mengingat gadis itu.
Lalu ada video lama yang bertanggal empat bulan yang lalu. Raline tampak sempoyongan, mengenakan gaun yang sama dengan saat D mengatakan bahwa dia adalah cinta dalam hidupnya.
"Sudah kamu rekam, hah? Sudah?" Mata gadis itu separuh terpejam saat wajahnya menghadap ke kamera, tetapi ekspresinya tampak marah. "Aku menghabiskan waktuku selama berbulan-bulan, menangisi kamu, meratapi kenapa kamu nggak mau sama aku, padahal kamu bilang kamu juga suka padaku! Kamu beneran orang paling jahat di muka bumi ini, tau! Dan setelah aku menderita selama ini, ternyata enak banget kamu lupa dengan semua yang terjadi. Ini nggak adil! Mudah banget kamu lupain aku, dan semua kenangan kita. Cuma aku yang sakit hati sendirian! Sekarang, denger ya. Aku bakal bikin kamu nggak bisa lupa sama aku. I will make you always remember me, remember who I am! Aku, Raline Prameswari. Camkan itu!"
Lalu videonya tampak bergoyang, dan memperlihatkan dengan resolusi samar bahwa Raline tengah memegang kepala D dan menciumnya. Lalu videonya berakhir. Setelah menonton semua itu, D termenung dan memikirkan semua yang telah terjadi. Apa yang dikatakan oleh Raline dalam videonya benar, bahwa jika suatu saat hubungan mereka berakhir pun, hanya Raline yang akan sakit hati sendirian. Ia akan melupakan semuanya, tidak peduli betapa menyenangkan atau menyakitkan kenangan itu. Tidak adil bagi Raline.
Saat ini ia sedang berada di kamar, sepulang dari pemeriksaan dengan dokter Pras. Raline yang juga sudah tahu penyakitnya belum bicara apa-apa. Gadis itu malah bersikeras untuk memasak, setelah mereka tadi mampir belanja. Kali ini perasaan D campur aduk. Dari apa yang ia rekam selama mereka berpacaran, ia tahu perasaannya sungguh besar kepada gadis itu. Ia bahkan menyempatkan diri merekam setiap malam, meskipun dia berada di Cina, jauh dari Raline. Namun, ia tahu, pada suatu waktu, kejadian pagi tadi akan terjadi lagi. Dan melihat betapa gadis itu sangat sedih karena D melupakannya lagi, membuat hatinya terasa nyeri. Ia tak bisa membiarkan gadis itu menangis lagi karena dirinya.
Pintu kamarnya diketuk. D menyuruh gadis itu masuk. Raline tersenyum membawakan nampan dengan piring dan mangkuk di atasnya. "Aku cuma bisa masak ini."
Sepiring nasi dengan ayam goreng serta sup wortel dan kentang, ayam goreng. D menerimanya dengan canggung. "Terima kasih. Aku ... nggak sesakit itu sampai harus dibawakan makanan ke kamar. Kita bisa makan di ruang makan."
Raline menggeleng. "Nggak papa. Dimakan ya." Setelah itu ia keluar dari kamar D, membiarkan lelaki itu makan dengan tenang.
Tak butuh waktu lama, D menghabiskan semua yang disajikan oleh Raline. Rasanya mungkin tidak seenak makanan restoran, tetapi lelaki itu tahu tulusnya Raline dalam menyiapkan semuanya. Jadi ia keluar kamar sembari membawa nampannya. Namun, D tak menemukan gadis itu di dapur. Ia segera mencari Raline ke seluruh ruangan dan menemukan gadis itu tengah berkutat dengan laptopnya, yang tampak seperti tabel dengan banyak garis di layarnya. D menghampiri Raline dan menyentuh pundaknya.
"Lin, aku ... ingin bicara." Ia duduk di tepi ranjang, sementara Raline duduk di kursi di depan meja yang berdekatan dengan ranjang.
"Ya, tentu." Gadis itu menutup laptopnya dan berbalik menghadap D. "Aku agak terkejut dengan semua penjelasan dokter tadi, tapi ..."
"Lin, aku nggak mau kamu akan mengalami sakit hati sendirian lagi," sergah D segera. "Bisa saja ingatanku juga lama-lama akan terkikis dan aku nggak akan ingat kamu selamanya."
"Aku tahu dan aku ...."
"Sebaiknya memang kita berpisah saja."
Raline terkesiap, lalu air matanya mengalir begitu saja. Namun, gadis itu mengusapnya dan berkata, "Nggak, D. Aku nggak mau."
Lelaki itu merasakan rahangnya mengeras dan mulai mengepalkan tangan. "Jangan keras kepala, aku nggak mau dikasihani karena penyakitku ini. Apalagi sama kamu."
"Mungkin kamu lupa tapi ... sebelum mulai pacaran kamu pernah bilang bahwa kali ini aku yang akan memegang kendali."
"Lin ...."
"Kamu bilang, kali ini, aku yang akan memutuskan akan mengakhiri hubungan ini atau tidak. Kamu dulu bilang begitu. Jadi D, selama aku belum bosan sama kamu, jawabanku adalah enggak. Aku nggak akan dan nggak mau ninggalin kamu."
"Lin, kamu cuma akan terluka dalam hubungan kita. Bahkan dokter Pras aja nggak ngejamin kapan aku bisa pulih dari penyakit ini." D memegang kepalanya dan mengerang. Rasanya frustasi dan menyakitkan.
Raline menyentuh tangan lelaki itu dan berkata dengan lembut, "Hari ini kamu ngerasa bersalah karena udah lupain aku. Kamu ngerasa hatimu sakit karena kamu takut bakal ngelupain aku, kan? Itu aja udah cukup, D. Aku tahu kamu mencintaiku sebesar itu. Aku bakal inget bahwa kamu juga nggak mau bikin aku menderita."
Mata lelaki itu berkaca-kaca, merasa sedih saat ia mendaratkan pandangannya ke wajah kekasihnya. "Aku cuma pengen kamu bisa bahagia, mencintai lelaki yang nggak akan ngelupain kamu setiap harinya."
"Ini cinta yang aku mau, D." Gadis itu bangkit berdiri dan mengusap pipi D dengan lembut. Kemudian ia mengecup bibir lelaki itu, sementara air mata kembali menetes ke pipinya. "Biarkan aku mencintaimu seperti ini, aku yang akan mengingat kamu sampai kapanpun. Biarkan aku yang mendampingimu, sampai suatu saat aku bosan dan berhenti."
"Berjanjilah kalau kamu tidak sanggup bersamaku lagi, kamu akan segera pergi dan mencari bahagiamu sendiri."
Kedua mata mereka saling bertaut. "Aku janji. Aku bakalan membuatmu mengingatku suatu hari nanti, D." Seolah rasa ragu itu lenyap, Raline memberanikan diri untuk mengecup kekasihnya, dan mengalungkan kedua tangan ke leher lelaki itu. D yang terkejut, mendorong gadis itu menjauh. Namun Raline mengeratkan pelukan dan memagut bibir lelaki itu, merilis semua perasaannya. "Biarkan aku jadi cinta satu malam kamu, setiap harinya."
*episode21*
Nah, apakah kita sudahi saja ceritanya sampai di sini? :)
Lanjutannya mungkin berbahaya buat kesehatan jantung, Kels.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top