20 The Answer
Karena tak tega dengan kondisi D, Raline memutuskan untuk membiarkan lelaki itu beristirahat. Ia meminta D melepaskan pakaiannya dan berganti dengan pakaian yang lebih santai. Ia juga memesan makanan dan hendak membantu D mencuci pakaian. Reflek, gadis itu merogoh semua yang ada di kantong baik di kemeja maupun celana, lalu menemukan secarik kertas yang sudah kusut. Raline membuka dan membaca sebuah nama di kertas tersebut. Athalarik Darwis.
Iseng, Raline mengetik nama itu di mesin pencarian google, yang langsung menampilkan beberapa foto lelaki sedang dalam pose menembak. Gadis itu tersentak, lalu mencoba mengetik salah satu foto dan ingin memperbesarnya agar ia bisa melihat lebih jelas. Namun, ponselnya mendadak berbunyi karena ada panggilan masuk. Rupanya dari ojol yang mengantarkan pesanan Raline. Gadis itu meminta agar makanannya ditaruh di depan pintu. Ia sudah membayarnya melalui dompet digital dan memberikan tip cukup besar karena sudah meminta pengemudi ojeknya naik ke atas. Raline hanya ingin memperkecil risiko.
Setelah pengemudi itu melakukan apa yang diminta Raline, ia pun berlalu. Raline mengecek dulu lewat kamera di depan pintu, dan memastikan tidak ada orang. Setelah itu, Raline membuka pintu dan mengambil pesanannya. Raline memesan bubur ayam, yang segera ia taruh mangkok, dan ia bawa ke kamar D.
Raline menyuapi lelaki itu, yang masih tampak pucat dan lemas. Sebenarnya, Raline masih jengkel karena D melupakannya sekali lagi. Namun, setelah dokter tadi menjelaskan bahwa D adalah pasiennya, gadis itu menahan diri untuk tidak meluapkan amarahnya.
"Terima kasih, Raline." D mengusap pipi gadis itu dan tersenyum.
"Untuk apa?"
"Aku tahu kamu marah. Karena aku nggak ingat kamu sama sekali." Lelaki itu berucap dengan nada sendu. "Sudah berapa lama kita pacaran?"
Raline menghela napas. "Baru tiga sampai empat bulan."
"Maaf, ya."
Gadis itu menggeleng. Ia menyendok bubur dan menyuapkannya kepada lelaki di hadapannya. "Never mind. Aku cuma ... kecewa karena kamu nggak jujur aja. Tentang penyakit lupamu ini."
"Oh. Aku nggak pernah cerita ya?"
"Nggak. Aku juga nggak tahu, kamu ini sakit apa. Kamu selalu ... tampak kuat dan ngelindungin aku segala macem. Ternyata kamu sakit dan aku nggak tahu." Gadis itu berusaha sekuat tenaga untuk tidak menumpahkan air mata. Ia lalu teringat saat D memutuskan untuk tidak lagi berhubungan dengan Raline saat mereka pertama kali bertemu. "Apakah waktu itu kamu mutusin aku karena penyakit ini?"
"Jadi ini bukan yang pertama kali? Aku ngelupain kamu?" D duduk menyandar pada dinding, sembari menyatukan kedua tangannya.
"Benar. Harusnya waktu itu aku curiga. Kamu juga bilang, hubungan kita ... nggak baik kalo diteruskan. Tapi enam bulan berikutnya, kita ketemu lagi dan kamu ngejar-ngejar aku lagi. Dan bilang kamu nggak akan ngelupain aku lagi." Raline memejamkan mata. "Apa kamu berkepribadian ganda? Ini adalah kepribadianmu yang lain lagi? Ada dua orang dalam satu tubuh?"
D menggeleng. "Jujur aja aku nggak tahu, apa yang terjadi. Saat ini, aku merasa kosong. Aku tidak tahu aku siapa, kamu siapa. Dan kita di mana. Tapi aku juga nggak bodoh-bodoh amat untuk tahu caranya berkomunikasi dan paham dengan apa yang kamu bicarakan."
"Bahkan yang terjadi kemarin, kamu nggak inget?" Raline mengamati wajah lelaki itu lekat-lekat, mencari tahu apakah ia sedang berbohong. D menggeleng. "Mungkin kita sebaiknya ke dokter Pras. Dia udah janji ngasih tahu aku yang sebenarnya."
***
Dokter Pras mengacungkan selembar foto perempuan yang sangat cantik. Raline mengenalinya sebagai artis yang terkenal, Luna Maya. D menggeleng. Beberapa kali, dokter tersebut mengacungkan beberapa foto, seperti presiden, politisi tertentu, yang D bisa kenali sebagian. Namun, beberapa kali juga dokter itu mengacungkan foto orang yang random. Sampai Raline bertanya itu foto siapa.
"Hanya foto orang umum saja, yang saya tunjukkan setiap kali kontrol. Mengetes apakah saudara Devan bisa mengingatnya dari kunjungan bulan sebelumnya."
Setelah itu sang dokter menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan kondisi negara yang terbaru, lalu bertanya tentang hal-hal yang pribadi. "Bulan kemarin, kamu cerita tentang kekasihmu, Devan. Mungkin waktu itu kamu lebih siap. Sekarang apakah kamu mau cerita tentang dia?"
D menoleh ke arah Raline dan menggeleng. "Sama sekali tidak ada yang saya ingat, Dok."
Mendengar jawaban D, dokter Pras menuliskan beberapa kalimat pada berkas pasiennya. Lalu ia menghela napas. "Tidak apa-apa. Semoga bulan depan, kamu ada perkembangan ya."
"Jadi, dia sakit apa?" cecar Raline yang tidak sabaran. "Apa dia amnesia karena jet lag?"
Senyuman dokter Pras sungguh membuat Raline merasa dikasihani. "Bukan, bukan amnesia. Tapi memang berhubungan dengan ingatan. Penyebabnya, saya kurang tahu, karena saat D kontrol kepada saya, itu sekitar empat tahun yang lalu. Dan dia sudah mengalami ini. Penuturan dari saudaranya waktu itu, dia mengalami kecelakaan, benturan di kepala."
Raline menatap dokter itu dengan bingung, menantikan penjelasan berikutnya. Tangan sang dokter lalu menarik beberapa film berwarna hitam, yang memperlihatkan otak manusia dengan tulisan kecil-kecil di bawahnya. Telunjuk lelaki itu mengarah ke beberapa bagian otak yang tampak aneh.
"Ini, ada beberapa pendarahan sebelumnya di sini. Sekarang sudah sembuh tetapi hal ini berefek pada kemampuan Devan untuk mengingat sesuatu. Kemampuan berpikir jangka panjangnya masih baik, ia masih tahu cara makan, minum, berpakaian, bahkan mengobrol seperti orang pada umumnya. Namun, ia menderita penyakit yang sering disebut sebagai ingatan ikan mas."
"Maksudnya apa itu?"
"Kemungkinan karena dia mengalami trauma kepala, juga stress pasca trauma. Beberapa pasien yang juga mengalami penyakit ini, memiliki gejala yang berbeda. Anda mungkin pernah mendengar yang namanya short term memory loss. Penyakit hilang ingatan jangka pendek." Dokter Pras menarik napas panjang. Lalu ia melanjutkan, "Jadi, otak ini memiliki dua kemampuan mengingat. Ada ingatan jangka panjang, ada yang jangka pendek. Jangka pendek ini berkisar antara kejadian yang baru saja terjadi, durasinya bisa beberapa menit sampai satu hari. Nah, orang yang mengalami penyakit ini, bermacam-macam versinya. Ada yang lupa setelah sepuluh menit, ada yang lupa selama satu hari. Ada juga yang malah tidak ingat setelah lima menit. Otaknya tidak mampu menyimpan segala sesuatu yang ia lihat, dengar dan rasakan dalam rentang waktu itu, sampai menjadi ingatan jangka panjang."
Raline mengangkat kedua tangannya, seakan kewalahan dengan penjelasan yang bertubi-tubi. "Sebentar dulu. Apa tadi? Short term memory loss?"
Lelaki di hadapannya mengangguk. "Seperti Dory pada film Finding Nemo, kalau kamu pernah nonton filmnya."
"Dory? Ikan yang nggak ingat apa-apa itu?" Gadis itu terhenyak. "Seperti Drew Barrymore di film 50 First Date?"
"Ya, saya pernah nonton film itu dan itu yang paling mendekati kondisi Devan saat ini. Rentang waktunya sehari. Seperti kamu mengetik di komputer, banyak sekali. Kemudian, kamu mematikan komputernya tanpa mengklik tombol save. Hilang semua ketikan yang sudah kamu kerjakan." Dokter Pras menepuk tangan Devan dengan lembut. "Jadi, sekarang setelah mendengar penjelasan kita, dia akan sadar, dia akan ingat dan berperilaku seperti biasanya. Kalian mungkin bisa nge-date, makan malam romantis, dan sebagainya. Lalu keesokan harinya, ada yang mengklik tombol reset pada ingatannya. Devan akan lupa. Lupa sama kamu, sama apa yang kalian lakukan kemarin, bahkan lupa dengan dirinya sendiri."
*episode20*
Nah, sudah terjawab ya penyakitnya D apaan. Semoga penjelasan dokter Pras bisa terpahami ya, Keliners. Sekarang, kalau punya cowok yang bakal lupa setiap hari sama kamu, tetep kamu pacarin, atau tinggalin aja nih?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top