11 Sober

Raline membelalak. Ia tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Bebas diapain aja? Dia bakal lupa semuanya? Matanya berpaling ke arah D yang masih tersenyum kepadanya.

"Dia ini asprinya Pak Dirga, D. Rekannya Bos. Bentar lagi kita bakal sering ketemu karena denger-denger bakal ada proyek juga." Meisya menjelaskan kepada D.

"Oh, udah lama kamu kerja sama Pak Dirga?" D segera menimpali.

Meisya segera mengedipkan mata kepada Raline dan berkata, "Ya udah. Silakan kalian ngobrol ya. Have fun!"

Sekretaris Iko itu sungguh di luar nalar! Mulut Raline menganga, tak percaya saat gadis itu malah meninggalkannya sendirian dengan lelaki ini!

"Em, mau ngobrol di sana sambil minum? Kamu sukanya apa?" tanya D lagi, seolah tak memedulikan ekspresi Raline yang campur aduk saat ini.

"Memangnya bener ya, omongan Meisya tadi?" Raline segera melewatkan basa-basi dan ingin langsung ke inti. "Bahwa kamu akan lupa dengan apa yang terjadi hari ini?"

D mengangguk mantap. "Yap. As she said so. Emang itu jadi masalah?"

Jawaban apa yang harus Raline berikan? Gadis itu memejamkan mata, kini merutuki waktunya selama enam bulan lamanya meratapi lelaki sialan ini sudah terbuang sia-sia. Dia sendiri yang bilang kalau itu akan jadi masalah! Dada Raline mendidih dan ia menuding wajah D dengan telunjuknya.

"Emang itu jadi masalah? Memangnya kamu nggak masalah gitu, kalo kamu ngelupain pacar, atau berapa cewek yang sudah kamu tiduri begitu? It's not a problem for you?"

D menggeleng. "Menjadi masalah pun, aku bisa apa? That's a part of me. Aku nggak bisa ngapa-ngapain juga tentang hal itu."

Sepertinya memang tidak ada gunanya. Raline melenggang dengan penuh amarah dan meninggalkan D begitu saja di sana. Saat pelayan membawa baki dengan penuh gelas minuman, gadis itu meraih salah satunya secara acak dan menenggaknya. Rasa manis dan pahit yang tajam menusuk lidahnya, membuatnya mengernyit. Astaga. Namun, tetap saja tidak bisa menghilangkan kejengkelannya kepada D.

"Enam bulan aku nangisin dia, dan dia seenaknya bisa senang-senang tanpa ngerasain apapun? Sialan!" maki Raline. Ia mengambil segelas minuman lagi secara acak. Bahkan hingga dua-tiga gelas berikutnya. Seolah isi gelas itu tidak bisa menghilangkan dahaganya.

Lambat laun, kesadarannya mulai hilang, membawanya ke sebuah pemahaman baru yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Matanya kemudian menemukan D yang kini tengah berdansa dengan seorang gadis--entah siapa. Raline mengibaskan rambut dan membiarkan tubuhnya mengikuti insting.

***

D menyandarkan tubuhnya di dinding, lalu menghela napas. Kemudian ia menoleh ke sisi kirinya, di mana seorang gadis tengah tertidur nyenyak. Saat ia membuka matanya, ia sadar bahwa hari sudah pagi. Jendela yang terbuka lebar tanpa tertutup gorden di seberangnya sudah menunjukkan langit biru tanpa awan serta sinar matahari yang menerobos ke sela-selanya. Entah di mana ia berada sekarang.

Jadi ia memutuskan untuk bangkit dari ranjang dan membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Reflek ia meraih ponselnya sebelum melangkah ke toilet dan memeriksa pesan terakhir yang ada di sana.

Begitu ia keluar dari kamar mandi dan mengenakan bath robe, gadis di ranjang itu membuka mata dan mengerang. "Duh, pusing."

Lelaki itu mendengkus geli dan menghampirinya. "Morning, Babe."

Mata gadis itu membulat dan ia segera duduk tegak. "Whoa." Tangannya segera teracung di depan. "Apa maksudnya, itu? Kemarin kita nggak ngapa-ngapain."

Alis D terangkat. "Really?"

"Yeah, really. Semabuk-mabuknya aku, aku pasti ingat. Aku tidur pulas, nggak ngelakuin aneh-aneh. Gaunku masih terpasang. Aku cuma ... aku cuma ...." Gadis itu mengernyit sembari memegang kepala. "Oh, shit."

"Iya, iya. That's fine. Sekarang kamu ke kamar mandi dan bersihkan dirimu sana. Akan kuantar kamu kerja." D berkata dengan ringan, lalu mengecup puncak kepala gadis itu.

Namun, gadis itu mengelak dan meronta-ronta. "Apa-apaan sih?"

"Udahlah, nggak usah malu, Babe." Lelaki itu terkekeh.

Gadis itu menyipitkan mata. "I'm not your Babe. Stop manggil aku Babe."

"Kamu pasti marah karena ngira aku bakal lupa, ya?"

Kalimat itu cukup membuat gadis itu terhenyak. Ia bahkan menahan napas cukup lama. "Bukannya gitu kan? Kamu pasti lupa."

D merangkulkan lengannya ke arah gadis itu dan kembali mengecup kepalanya. "Enggak tuh. Aku inget."

"Nggak mungkin." Gadis itu mendorongnya dengan kuat. "You don't even remember my name the last time we met."

"I remember." Kali ini, D mencium bibir gadis itu dengan lembut, lalu menatap kedua matanya dengan yakin.

"You don't!" sergah gadis berambut panjang itu, ekspresinya lebih marah daripada sebelumnya.

"Raline." D menyebutkan nama itu, sembari memasang senyuman di wajah. "Raline Prameswari."

Kini, gadis itu terperangah dan menatap D dengan ekspresi tak percaya. "Gimana bisa?"

"Bisa dong." Lelaki itu merasa bangga dengan dirinya sendiri. "Raline Prameswari. The love of my life."

Raline menggeleng seolah masih tak bisa memercayai pendengarannya. "Bukan. No. I'm not the love of your life. Kita ini bukan siapa-siapa, D."

Sekarang, giliran D yang memasang ekspresi bingung. "Kamu bukan ... istriku? Atau ... kita nggak ada hubungan kekasih? Pacar? Kamu Raline, kan?"

"Iya. Aku Raline." Gadis itu kemudian meraih ponsel dan terperanjat saat melihat jam yang tertera di sana. "Astaga naga! Aku telat."

Tanpa memedulikan D, Raline bergegas ke kamar mandi. Sementara D masih duduk terhenyak di ranjang, merasa ada yang aneh dengan situasinya. Kebingungan demi kebingungan kembali menyerang pikirannya.

"Aku nggak ada waktu, em. Makasih ya buat semuanya. Eh, ngapain aku bilang makasih? Pokoknya gitu deh. Bye, D! Aku udah telat ke kantor!" Raline meraih tasnya yang ada di atas nakas dan berlari keluar. Meninggalkan D sendirian, terbengong-bengong.

***

Pesawat telpeon di mejanya berdering. Raline yang tengah menunggu pesanan makanannya dari ojek online mengangkatnya dan segera berkata, "Iya, Mbak. Aku bakal ke bawah." Pasti sang driver sudah menunggu di bawah. Alice yang mendengar ucapan Raline, segera mengeluarkan uang dari dompet dan menyerahkannya kepada gadis itu. Raline menerimanya dan segera berlari ke lift.

Saat di lantai bawah, Raline segera menuju lobby. Namun, ia terperangah karena yang menunggunya bukan ojek, melainkan lelaki yang mengenakan jas rapi dan membawa sekotak cokelat mahal.

"Lho?" Raline menoleh ke arah resepsionis. "Ojeknya mana?"

Widya, yang tadi menelepon Raline malah mengangkat bahu. "Ojek apa Mbak? Itu tamu yang nyariin Mbak Raline."

Tanpa babibu, lelaki itu menghampiri Raline dan mencium pipinya. "Kaget ya? Maafin aku ya, Babe. Apapun salahku tadi malam, aku minta maaf. I love you to the moon and back."

Raline tak percaya dengan apa yang terjadi. Lelaki ini bahkan melakukannya di depan Widya dan selusin orang yang sedang berada di lobby! Bagaimana gadis ini bisa menjelaskannya nanti ke semua orang?

"Apaan sih? Kenapa kamu ngelakuin ini?"

Lelaki itu, D, mengeratkan pelukannya. "Coz I miss you. Lagian kenapa kamu malu, sih? We're couple anyway."

*episode11*

Gile, abis ninggalin gitu aja, sekarang malah nempel terus kayak perangko. Enaknya cowok modelan D ini diapain ya Gaess?


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top