01 Meet Cute
"Tenang saja, besok aku pasti sudah lupa."
Saat kalimat itu meluncur dari bibir lelaki di hadapannya, Raline tertawa, lalu dengan wajah yang masih memerah menahan malu, ia berlari ke dalam gedung. Mengapa ia harus mengalami peristiwa memalukan di depan seorang lelaki yang yah ... ganteng. Jujur saja, kalau seandainya kancing bajunya tidak terbuka dan membuatnya memamerkan pakaian dalamnya ke mana-mana, ia pasti akan memperpanjang percakapan—berharap lelaki itu akan meminta nomernya. Sayangnya ia sudah kepalang malu untuk itu.
Semua karena alarmnya mati hari ini, entah kenapa. Padahal bosnya—Bapak Dirga yang terhormat—akan mengadakan pertemuan penting dengan investor, dan Raline harus standby untuk menyiapkan keperluannya. Karena terlambat, gadis itu tak lagi naik bus, tetapi memesan ojek online. Ia mengenakan jaket saat dari rumah hingga motor sang pengemudi masuk ke dalam basement area parkir sebuah gedung. Raline sudah terbiasa memasuki apartemen bosnya dari lift di basement. Namun, saat ia melepas jaket dan melangkah menuju lift, ia berpapasan dengan lelaki yang mengenakan setelan hitam-hitam seperti agen rahasia yang menegurnya karena kemejanya yang terbuka.
Lelaki tadi sungguh tipenya. Gadis itu kemudian menggelengkan kepala, menepis pikirannya yang tidak-tidak saat ia berada dalam lift. Ingat, Pak Dirga pasti akan memberinya SP lagi jika ia tidak fokus dengan pertemuan hari ini. Ia tak mau itu terjadi. Selain kehilangan kemudahan dan fasilitas yang cukup lumayan, ia tidak mau harus berjibaku dengan lamaran dan kerumitan menghadapi interview HRD sekali lagi.
Setelah menyiapkan keperluan Pak Dirga, Raline diperintahkan untuk ke kafe The Attic yang ada di Kemang. Gadis itu segera menyanggupi dan mengepak barang-barang yang dibutuhkan. Ia tahu harus bersikap efisien dan tidak banyak membantah lelaki paruh baya itu.
"Nanti tunggu saja saya di sana, baru kamu bisa balik ke kantor. Sampai saya datang, kamu jangan ke mana-mana." Lelaki itu kemudian menyerahkan kartu kredit kepada Raline. "Pesan apapun pake ini. Terserah. Sambil menunggu, kamu juga bisa cek beberapa hal yang nanti saya kirim via email."
"Baik, Pak." Raline mengambil kartu hitam itu dengan sukacita. Kapan lagi ia bisa makan dan minum yang mahal-mahal dibayari perusahaan. Lalu, tanpa butuh waktu lama, ia segera memesan ojek online untuk segera mengantarnya ke kafe. Ia juga membawa koper hitam yang berisikan keperluan bosnya.
Di kafe, Raline memastikan reservasi bosnya sudah terkonfirmasi. Setelah itu, ia mencari tempat duduk yang nyaman dan tenang untuk bekerja. Bagaimanapun ia di sini juga atas nama pekerjaan. Raline tak mau makan gaji buta. Saat pelayan menghampirinya sembari menyodorkan menu, gadis itu sudah menyalakan laptop dan menunggu booting.
"Fusili cream sauce satu, parfait satu, sama pancake satu. Minumnya honeydew juice satu."
Senyumnya mengembang tatkala pesanannya terhidang di meja. Tak ada yang lebih menggembirakan dibanding dengan menikmati makanan lezat sebagai kompensasi atas stresnya dalam bekerja. Raline kemudian kembali berkutat dengan laptop sembari menunggu pesan dari sang bos.
***
Mata elang D terarah dari balik lensa kepada seseorang dengan kemeja biru yang tengah berdiri di podium. Lelaki itu tampak tenang ketika jarinya menyentuh kait pelatuk senapan laras panjang yang berada di tangannya. Sementara di belakangnya, lelaki berjaket biru navy berkeringat dingin, merasa gelisah sembari menengok jam tangannya berkali-kali.
"D ... jangan sampai meleset ...."
D menghela napas berat. Ia benci diganggu saat bekerja. "Kamu diam, atau peluru ini akan bersarang di kepalamu, J."
Si lelaki berjaket menutup mulutnya dengan tangan dan mundur beberapa langkah. Sudah lewat tiga menit dari waktu yang diperintahkan oleh bosnya. Ia tak mau menjadi bulan-bulanan kalau misi mereka gagal. Ini pertama kalinya ia mendampingi D, jadi ia sama sekali tidak tahu bagaimana harus bersikap. Yang pasti, sesuatu yang akan mereka lakukan ini sungguh mendebarkan.
Sementara itu, D terus mengamati perilaku target yang ada dalam lensanya. Lima hitungan, ia membatin. Satu, dua, tiga, empat, lima. Selesai. Target terkulai lemas dengan peluru tepat menghunjam jantungnya. Tak lama, lubang di dadanya berubah menjadi lingkaran berwarna merah yang semakin membesar. D menyeringai, lalu memotret TKP dengan kamera ponselnya. Setelah itu ia kirimkan gambar itu ke nomer kontak yang bernama Bos.
Lelaki itu kemudian bangkit dan membersihkan dirinya, lalu melepas jaket hitam yang dikenakannya. Dengan sigap ia memasukkan jaket serta sarung tangan yang membungkus tangannya ke dalam sebuah kantong yang sedari tadi berada di kakinya. Lalu berjalan melenggang begitu saja. J yang akan membereskan semuanya. D tidak peduli kalau rekan kerjanya itu sudah terkencing di celana.
Saat ia melangkah keluar dari gedung itu, perutnya berbunyi keras sekali. Sepertinya ini waktunya makan siang. Ia melangkah ke sebuah kafe yang ada di dekat sana, berniat memesan sesuatu yang bisa mengisi perutnya.
Namun, saat ia baru memasuki kafe itu, ia melihat seorang gadis yang sedang berdiri di salah satu meja sementara di depannya ada seorang lelaki berkumis yang tampak menuding gadis itu dengan wajah merah. Saat tangan lelaki berkumis itu melayang ke arah kepala sang gadis, D segera menangkisnya.
Lelaki berkumis itu geram. "Anda siapa? Kenapa ikut campur urusan saya?" semburnya keras.
"Memukul perempuan itu tidak baik."
Gadis yang sedang mengenakan kemeja biru itu mengerut ketakutan dan beringsut mendekati D, berusaha menghindari bahaya.
"Itu urusan saya, Mbak-Mbak ini sudah merusak reputasi saya!"
"Bisa diselesaikan tanpa memukul," ujar D dingin. Lalu ia menoleh ke arah gadis di belakangnya. "Anda kenal orang ini?"
Dengan ekspresi takut, gadis itu menggeleng. "S-sumpah. Saya nggak kenal orangnya."
"Dia nggak kenal Anda," tukas D ke arah lelaki berkumis.
"Alah, jangan bohong kamu! Kamu kan yang mengirim DM ke akun saya dan membuat istri saya mengira saya sedang berselingkuh!" Lelaki berkumis itu menuding gadis berbaju biru itu lagi. Tanpa banyak bicara, D segera menekuk tangan lelaki itu yang menyebabkan para pelayan merubungi mereka dan meminta mereka keluar dari sana.
"Maaf, tapi bos saya menyuruh saya tidak boleh pergi dari sini," cicit gadis itu lirih. "Tolong, saya nggak bisa keluar begitu saja."
D mengangguk dan menyeret lelaki berkumis itu keluar. Matanya melotot ke arah lelaki itu dan menyuruhnya jangan mengganggu gadis itu lagi. Setelahnya, ia menghampiri gadis itu dan meminta maaf kepada orang yang terganggu dengan insiden barusan.
"Saya akan ganti kerugiannya." D mengeluarkan dompet dari sakunya, dan mengeluarkan kartu kredit yang ada di sana. "Kamu nggak papa?" tanya D dengan suara lembut kepada gadis yang kini sedang berusaha untuk tidak menangis.
Gadis itu menggeleng, lalu saat ia menatap D, matanya membelalak. "Lho? Masnya kan ... yang kemarin ketemu?"
*episode01*
Halo, Keliners! Long time no see! Apa kabar?
Jadi kali ini aku bawa cerita terbaruku, yang diikutkan event Maraton bersama Mantan oleh Karos Publisher ya. Ceritanya pake genre suspence romance, jadi ya kalau ada tegang-tegangnya dikit, dar der dornya dikit, maklumin ya. Abisnya mau nulis full thriller kayak gagal mulu. Jadi kali ini, aku mau menambahkan unsur romansa biar nggak terlalu tegang kayak dirimu yang masih jomlo di tengah arisan keluarga dan dikelilingin sama om tante, pakde budhe yang keponya maksimal.
Oh ya, cerita ini bakal rutin diposting tiap hari pukul 17.00, kalau ada telat dikit ya maklumin lagi ya. Masih sibuk di dunia nyata.
Terakhir, tolong vote dan komen ya. Komen apa aja deh, biar rame. Kalau sempet pasti kubalas kok komennya. So, see you tomorrow ya, Keliners! Love you all so much!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top