1
Halo. Selamat malam. Tes ombak, ya. Kira-kira siapa aja yg mau mampir. Jika suka bisa dimasukkan ke perpustakaan teman-teman biar kalau ada update, notifnya bakal muncul.
Happy reading n doain moga lancar updatenya. 🤣🤣🤣
###
Risang melangkah mantap memasuki lobi gedung lima lantai di mana sang kakak bekerja. Sudah genap tiga bulan kakaknya itu resmi menjadi direktur di rumah sakit keluarga mereka menggantikan sang ayah yang saat ini memasuki masa pensiun. Ini adalah kunjungan kedua pasca sang kakak menjadi direktur di rumah sakit ini. Kunjungan pertama yaitu saat serah terima jabatan sang kakak tiga bulan lalu.
Sapaan demi sapaan Risang dapatkan. Ya, tentu saja semua orang di rumah sakit ini mengenal Risang. Saat sang ayah masih bertugas, ia sering kali datang ke tempat ini meskipun hal itu karena terpaksa. Ia memang tidak menyukai rumah sakit. Tidak suka dengan orang sakit. Tidak tega lebih tepatnya. Makanya, saat sang ayah memintanya untuk mengikuti jejak sang kakak yang memilih pendidikan yang sama dengan ayah mereka, Risang menolak. Ia menyukai kebebasan. Kuliah kedokteran itu rumit. Ia bukan orang yang mampu menyelesaikan pendidikan serumit itu. Maka akhirnya ia memutuskan untuk mengambil teknik sipil lalu di tahun berikutnya ia juga mengambil ekonomi manajemen. Dua fakultas di kampus yang berbeda dan ia mampu melakukannya. Lalu setelahnya ia juga tak lupa untuk melanjutkan program pasca sarjana.
Beberapa saat kemudian, Risang tiba di ruangan sang kakak. Pria dengan dua anak itu menyambutnya dengan suka cita yang terlihat berlebihan. Maklum saja, sudah berkali-kali sang kakak mengajaknya makan siang bersama. Namun, tak sekalipun Risang mengatakan iya. Kali ini saja karena ia tak lagi mampu menolak, akhirnya Risang pasrah menuruti keinginan sang kakak.
"Akhirnya paduka pangeran sudi datang ke kediaman hamba." Sambutan sang kakak diiringi senyuman lebar hanya Risang hadiahi dengan decakan sebal.
"Kenapa terus-menerus merongrongku? Apa istrimu sudah tak mampu membuatmu betah meskipun hanya untuk sekadar menemani makan siang?" Risang menghempaskan diri di sofa tak jauh dari meja kerja sang kakak.
"Urusan pria. Jangan libatkan para wanita. Kasihan mereka akan kehilangan waktu untuk bergosip dengan para kaumnya." Candaan sang adik Risyad jawab dengan santainya. Membuat Risang lagi-lagi berdecak sebal.
"Aku bahkan penasaran. Kenapa kamu terus menerus memintaku datang ke sini, Mas. Ada hal penting apa yang sudah kamu sembunyikan?" tanya Risang dengan pandangan menyelidik. Sontak saja tawa sang kakak terdengar. Meskipun mereka adalah kakak beradik, tapi sifat mereka sering kali bertolak belakang. Risyad yang ceria dan lebih terbuka berbanding terbalik dengan Risang yang lebih terlihat dingin dan menjauh dari keramaian.
"Insting kamu memang tajam. Sebenarnya aku ingin mengajakmu melihat area samping rumah sakit. Beberapa waktu lalu aku sudah berdiskusi dengan ayah. Aku ingin memindahkan poli ke gedung baru yang direncanakan akan dibangun di tanah sebelah agar lebih strategis. Dua bulan lalu tanah itu telah resmi menjadi milik kita. Aku ingin kamu melihatnya lalu apa yang bisa kamu lakukan dengan tanah itu." Risyad melontarkan keinginannya yang dijawab sang adik dengan mengerutkan kening.
"Hanya poli saja?" tanya Risang setelah berpikir sejenak.
"Tentu tidak. Ada apotek, mini market, kafetaria, dan aku butuh pendapatmu, kira-kira kita perlu menambahkan apa. Aku yakin kamu pasti tahu." Risyad melontarkan keinginannya pada sang adik yang bergelut di bidang konstruksi yang ia rintis bersama salah seorang teman semasa kuliahnya.
"Aku dengar pemilik tanah itu meminta harga yang cukup tinggi. Berarti Mas Risyad menggelontorkan cukup banyak dana untuk pembelian tanah itu."
Risyad menyeringai sebelum merespons kalimat adiknya. "Kamu pasti tidak lupa jika aku adalah negosiator yang handal, kan." Senyum lebar Risyad lemparkan. "Tidak sebanyak yang aku perkirakan sebelumnya. Makanya setelah proses jual beli selesai aku langsung menghubungimu untuk mengkonsultasikan pembangunan tanah itu."
Risang mengangguk paham. Tak lama setelahnya sang kakak mengulurkan sebuah map ke hadapan Risang. "Semua dokumen yang dibutuhkan ada di situ. Kamu bisa pelajari terlebih dahulu. Nanti akan ada tim yang akan menghubungimu untuk mengurus masalah ini. Yang pasti aku menyerahkan semuanya kepadamu."
Risang menerima map tebal dari kakaknya. Sejenak, dibukanya isi map dihadapannya. Keningnya mengerut lalu mengendur seiring dengan matanya memindai informasi yang ia dapat dari lembar demi lembar kertas yang ia baca.
"Aku koordinasikan dulu dengan timku, aku kabari lagi dua atau tiga hari kemudian." Risang menutup berkas di hadapannya. "Kita jadi kan makan siang?" Pria itu kembali menanyakan undangan sang kakak.
"Tentu saja jadi. Kamu tidak keberatan kita makan di depan rumah sakit? Ada cabang rumah makan langganan kita yang baru saja dibuka."
"Tidak masalah."
"Kalau begitu taruh saja berkas itu di sini. Nanti bisa kamu ambil lagi setelah kita makan siang. Sekalian kamu bisa lihat tanah itu. Oh, ya. Pakai mobilku saja, mobilku ada di depan." Risang berdecak mendengar perintah sang kakak. Mereka sebenarnya hanya perlu menyeberang rumah sakit saja, tapi sang kakak lebih memilih menggunakan kendaraannya dari pada memacu langkah. Bukannya apa, meskipun disebut hanya di depan rumah sakit. Namun, area itu cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki, apalagi di cuaca yang terik seperti saat ini.
Lima belas menit kemudian, Risang telah memarkir mobil sang kakak di area restoran. Sekilas tadi mereka sempat berbelok menuju lahan kosong di sebelah rumah sakit demi melihat kondisi tanah tersebut. Lalu, setelahnya perbincangan mengenai rencana-rencana untuk pembangunan lahan kosong itu pun bergulir selama kegiatan makan siang yang dilakukan oleh kakak beradik itu.
Sekitar empat puluh lima menit waktu yang mereka habisnya untuk menikmati makan siang. Hingga akhirnya mereka memutuskan kembali ke rumah sakit. Setelah memarkir kendaraan di area parkir direksi, kedua pria itu memasuki area IGD. Risyad yang meminta hal itu. Pria itu berniat menunjukkan kondisi IGD kepada Risang lalu kemudian menuju poli. Kedua area itu tentu saja akan terdampak pembangunan gedung baru yang akan segera Risang realisasikan.
Mereka baru saja menapakkan kaki memasuki IGD saat tiba-tiba saja Risang dikejutkan oleh suara sirene ambulans yang berhenti tepat di depan area itu. Tak lama kemudian beberapa petugas terlihat berlari menyongsong ambulans yang datang lalu setelahnya sebuah brankar didorong memasuki IGD.
Untuk sesaat ia terdiam mengamati pergerakan orang-orang di sekitarnya. Pun saat sang kakak yang sebelumnya ada di sampingnya terlihat mendekati sekumpulan petugas yang bergerak cepat. Risang menduga mungkin pasien yang datang adalah korban kecelakaan. Hal seperti inilah yang membuatnya tidak mau mengikuti jejak sang ayah dan kakak yang menjadi seorang dokter. Ia tidak bisa saat menyaksikan orang-orang kesakitan. Tidak tega dan bahkan bisa seketika panik saat melihat orang merintih apalagi pingsan.
Maka, saat brankar itu didorong mendekat ke arahnya, ia segera mundur. Memberi jalan agar siapapun itu yang terbaring di atas sana segera mendapat pertolongan. Dua langkah ia ambil dan entah bagaimana tanpa sengaja pandangannya jatuh pada sosok yang terbaring di atas brankar itu. Hanya beberapa detik saja sosok itu tertangkap matanya. Namun, seketika membuat tubuhnya membeku. Tak mampu bergerak barang sejengkal selama beberapa saat hingga tepukan sang kakak mengagetkannya. Membuatnya seketika kembali bernapas.
"Tunggu sebentar, ya. Ada salah satu dokter yang ingin bertemu denganku sekarang juga. Kamu bisa menunggu sebentar di sana," ucap Risyad sambil mengarahkan pandang pada kursi ruang tunggu IGD tak jauh dari mereka berdiri. Tanpa menunggu respons Risang, pria itu pun bergegas meninggalkan sang adik untuk mengikuti seorang pria baya berjas putih di depannya. Meninggalkan Risang yang masih tercengang dengan apa yang baru saja dilihatnya.
Dipejamkan matanya sejenak. Mencoba menenangkan deru napasnya. Ia tarik napas berulang demi menenangkan debaran jantungnya yang mulai memburu.
Wanita itu, ia sangat yakin, wanita di atas brankar itu adalah wanita yang sama. Gadis yang bertahun-tahun lalu dikenalnya. Gadis yang bertahun-tahun lalu pernah menjadi dunianya.
Tanpa berpikir dua kali, Risang segera berlari menyusul. Berusaha mengetahui apa yang terjadi pada wanita itu. Namun, langkahnya terhenti saat seorang perawat menahannya untuk masuk lebih dalam lagi. Meskipun ia adalah adik dari direktur rumah sakit ini, tanpa alasan yang jelas, ia tak mungkin dengan mudah diizinkan masuk untuk melihat kondisi pasien yang datang. Apalagi di saat keadaan darurat seperti saat ini.
Ia pun akhirnya hanya bisa pasrah saat sosok wanita di atas brankar itu lenyap dalam pandangannya. Menyisakan dirinya yang merasakan cemas luar biasa. Apa yang telah terjadi pada wanita itu? Kenapa dia dilarikan ke rumah sakit?
Risang mengedarkan pandangan berusaha mendapatkan informasi yang ia butuhkan. Saat pandangannya jatuh pada dua orang, pria dan wanita yang terlihat berlari memasuki IGD, ia tahu merekalah jawaban atas tanya yang saat ini bercokol di dadanya.
Sama halnya seperti dirinya yang tidak diizinkan mendekat, kedua orang itu pun sama. Namun, dari percakapan yang ia dengar. Merekalah yang menghubungi ambulans untuk membawa wanita itu ke rumah sakit. Risang terus memasang telinga dan pandangan saat salah satu perawat menghampiri kedua orang itu. Menanyakan apakah mereka keluarga wanita itu, termasuk kronologi kejadian yang dialami si wanita.
Darah Risang seolah mendidih kala kalimat, "Bu Raina sepertinya mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya. Kami mendengar keributan sebelumnya, lalu, setelah suami beliau pergi dari rumah, kami berniat mengecek kondisinya. Ternyata kekhawatiran kami terbukti, Bu Raina tergeletak di dapur dalam keadaan tidak baik-baik saja. Karena tak kunjung sadar akhirnya kami menelepon rumah sakit untuk mengirimkan ambulans." terdengar oleh telinganya.
###
Ditulis 2023
Publish 2024
Masih bab 1 ya, apakah ada yg mulai tebak-tebakan? Tenang aja, cerita ini mungkin tidak akan semengerikan kisah Pak Mahesa dan Mayang atau juga Pak Surya dan Ibu Mentari eheee.... *Semoga😅
Cerita ini sebelumnya dipublish dalam versi cerpen dan sudah terbit. Untuk versi novelnya semoga saja akan rajin publish dan bisa sampai tamat tanpa drama mager-mageran. Yang masih mengikuti cerita ini, makacih, ya. Kalau mau baca cerita2 tamat bisa mampir aja ke lapak lain. Ada 14 cerita tamat kok.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top