Not Evenly [TojiGo]

Malam ini tidak begitu dingin sebenarnya, tapi Fushiguro Toji tetap ingin sebuah tambatan yang hangat.

Setelah menitipkan Megumi kecil di penginapan yang kebetulan milik kerabat, ia memilih melangkah-langkahkan kaki di atas pasir bibir pantai yang telah mendingin. Niat awal memanglah hanya menatap bayangan bintang di permukaan laut malam, namun berubah ketika di ujung pandangan ada samudra sewarna pagi memancing perhatian.

"Kau sendirian?"

Di pundaknya tersampir mantel hijau berbulu meskipun celananya menggantung di atas lutut. Ia membiarkan sepasang mata birunya menatap emerald Toji, mengenyampingkan kacamata hitam yang tergantung di salah satu kantung mantelnya. Dengan suara senada ombak pasang ia mengulang lagi pertanyaannya menjadi fakta, "Kau sendirian."

Toji tidak perlu banyak waktu untuk terpana pada rupa pemuda itu. Ia memilih mengambil satu langkah mendekat dan melihat lebih jelas gerakan awan di langit cerah miliknya. "Kau juga?"

"Aku bersamamu sekarang," bibir melengkung, "Mau duduk sebentar?"

Tawaran itu disanggupi Toji dengan sukarela. Selain karena memang ia bosan, juga karena matanya ingin menghapal rupa itu sedikit lebih lama.

"Kau tidak bersama teman-temanmu?" Adalah pertanyaan Toji yang berupa basa-basi sembari mengira-ngira usia pemuda yang sepertinya masih di tingkat universitas.

"Penasaran?" Tidak juga, tapi senyum menggoda itu layak untuk dipandang. "Mereka pergi ke pesta pantai."

"Ooh... Semangat anak muda." Toji mendengus. "Kau tidak bertanya tentangku?"

"Hm... Aku hanya akan maklum kalau ternyata kau punya satu atau dua anak."

"Kau peramal atau agen mata-mata?" Pemilik helai awan itu tertegun akan respon Toji. "Dia masih kelas dua sekolah dasar."

"Hoo, dia bersama Ibunya sementara ayahnya berada di sini dengan mahasiswa tingkat akhir?"

Toji tertawa keras, "Jangan berucap seperti aku akan menerkammu atau semacamnya," ia benar-benar terhibur. "Tapi Dia tidak punya Ibu."

"Huh?"

"Tidak ada."

Butuh waktu agak lama sampai akhirnya keduanya mengerti bahwa obrolan itu terbilang cukup privasi untuk mereka yang baru bertatap muka dan bertukar kalimat tiga menit lalu. Tapi Toji tidak menunjukkan nuansa tersinggung, begitupun lawan bicaranya yang tidak keberatan melanjutkan.

"Jadi, kenapa kau tidak bersama teman-temanmu?"

"Membosankan...." ia menjawab langsung, "Aku tidak punya waktu berbicara dengan orang asing sambil mendengar lagu pop amerika."

"Tapi kau sedang berbicara dengan orang asing, kan?"

Mata biru mendelik, menyadari bahwa perkataan Toji adalah benar dan betapa konyol ia masih menikmati percakapan ini. "Asalkan tidak dengan lagu pop Amerika."

Toji terkekeh geli.

"Siapa namamu?"

"Kau mau mendekatiku atau semacamnya, Paman?" Godanya.

"Katakanlah begitu.." Bibir tipis Toji mengukir senyum tipis, dan sebuah garis luka melintang di sana berhasil menarik perhatian si pemuda untuk mendekat.

"Itu luka yang keren."

Jari Toji bergerak, mengelus bekas luka sendiri dan kembali menarik senyum. "Menambah ketampanan?"

"Hah dasar Om-om..." ia tertawa, "Namaku Gojo Satoru ngomong-ngomong."

"Oh." Ada raut terkejut karena sepertinya Toji tidak mengira akan mendapat sebuah nama yang nyatanya cocok dengan figur menawan itu.

"Kalau begitu," Ia mengulurkan tangan, meminta sebuah jabat ramah. "Fushiguro Toji."

Ada sebuah jeda sebelum akhirnya kulit mereka bersentuhan. Menyalurkan rasa hangat yang sebenarnya tengah Toji cari malam ini, terasa jelas hanya dengan melalui sebuah jabat tangan. Ia tanpa sadar menggenggam erat, lalu menariknya untuk bangkit bersama.

Satoru bertanya-tanya, dan Toji hanya menampilkan deretan gigi putih nan rapih di balik senyum. "Waktunya jalan-jalan.."

"Huh?"

Satoru tidak terlalu mahir memproses apa yang sedang terjadi karena tiba-tiba saja ia berpapasan dengan pria yang ternyata adalah seorang Ayah tanpa istri. Lalu pria itu kini menggamit tangannya dengan erat dan menariknya menyusuri bibir pantai seakan mereka telah bersama begitu lama.

Aneh.

Tapi Satoru tidak merasa aneh.

"Kemana kau membawaku?" Ia bertanya untuk mengusir sedikit rasa hening.

"Kemana saja kau mau sampai Anakku terbangun." Dari balik bahu yang tegap manik hijau itu mengintip lembut. Surai hitamnya menimpa cerah langit malam, mendampingi warna putih milik Satoru. Serasi.

"Kau sangat kesepian tanpa Anakmu, ya?" canda terlontar dari bibir Satoru.

"Kau juga kesepian, kan?"

Ya.

Karena itu Satoru tidak keberatan.

END

4 Maret 2021
SeaglassNst

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top