9. Kisah Di balik Meja
"Lo ngerti ga sih yang nomor lima? Rumusnya mana sih gue ga ngerti."
"Kayaknya kita ga bisa lanjut, semoga kamu ketemu yang lebih baik dari aku."
"Lo harus tau gue pengen banget jadiin sepupu gue akuarium soalnya kemaren sepupu gue datang dan dia ngerusakin rakitan lego gue, kesel banget."
"Dih lo mah ga tau kan, sebenernya si Lisa tuh punya bisnis gelap. Dia diem-diem jualin tanaman mahal maknya, gede juga nyali tuh cewek, salut."
"Kamu udah makan? Eh teleponnya Mama matiin dulu ya, klien Mama udah datang."
"Gue suka iri deh sama adek sendiri, dia tuh periang, bikin orang-orang nyaman ngobrol sama dia."
Suasana kafe ramai seperti biasa, banyak dialog yang tercipta hingga memenuhi ruang kafe. Aku menyaksikan segalanya di sini, di balik meja kasirku.
Sangat menakjubkan bagaimana tiap-tiap meja menjadi saksi bisu dari setiap kisah yang terjadi, mungkin lebih dari seribu kisah dalam sehari telah didengar oleh meja-meja dalam kafe ini.
Setiap kali pelanggan silih berganti membawa cerita masing-masing, kemudian bertukar kisah dengan kawan.
Bukan kah itu menarik untuk didengar?
Hari ini aku kembali berdiri di meja kasir, melaksanakan tugas dan diam-diam juga menyimak segala cerita yang bisa ditangkap oleh telingaku.
"Mulai sekarang kamu bisa tidak bertemu lagi dengan anak saya, dia sudah tenang di atas. Dia tidak kesakitan lagi, kamu jangan khawatir ya, yang sabar."
"Gue dipecat."
"Keadaan Bapak gimana Buk? Aku lagi usaha nyari kerjaan, susah Buk."
"Gue boleh sementara di rumah lo? Gue kabur dari rumah, bokap baru pulang dan mabuk lagi."
"Waktu gue sebentar, karena lo sahabat gue satu-satunya, gue mau lo jaga barang kesayangan gue ini, please?"
"Ma, aku ditipu, usahaku gulung tikar."
"Hari ini gue dibully lagi hehe."
Hari ini langit menggelap, seakan sekarang waktu yang tepat karena hari ini semua orang seperti serempak mempunyai hari buruk.
Bel di pintu masuk pertanda ada pelanggan yang datang, aku yang sempat termenung kemudian tersadar begitu mendengar bel.
"Mau pesan apa Kak?" tanyaku seramah mungkin.
"Hmm, makanan favorit di sini apa kak?"
"Kita punya banyak-"
"Maaf Kak, sebentar," kata pelangganku dengan raut wajah merasa bersalah. Ia merogoh saku celananya, wajahnya berubah sumringah begitu membaca sesuatu di layar ponselnya.
"Ya Adek? Ini Kakak lagi di kafe kok, sabar-"
Aku mendengar samar-samar, "Pulang, Adek udah ga ada."
Buru-buru perempuan itu mematikan teleponnya, matanya berkaca-kaca menahan tangis.
"Kak, maaf banget gajadi pesan, terima kasih ya."
Bersamaan dengan perempuan itu keluar, langit mulai menumpahkan air matanya, petir terdengar beberapa kali seperti isak tangis sang langit.
Aku terdiam. Perlahan suara keramaian kafe mulai tidak masuk ke telingaku. Sepertinya hari ini semesta dalam suasana hati tidak bagus, banyak orang serempak mengalami hari buruk.
Aku masih diam membisu, berdiri kaku dibalik meja kasirku. Kali ini meja kasir berkesempatan menjadi saksi bisu cerita pilu pelanggan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top