8. Setangkai Bunga

"Cita-cita Mama waktu kecil apa?" tanya Astra yang kala itu berumur empat tahun.

Ella tersenyum mendengar pertanyaan simpel anaknya, tapi ia tidak tahu harus jawab apa.

"Memangnya kenapa, Nak?"

"Aku penasaran aja Ma, kalau aku pengen jadi Mama."

Hati siapa yang tidak terenyuh mendengar jawaban itu. Ella selesai menyisir rambut anak perempuan satu-satunya.

"Waktu Mama kecil dulu, mama pengen jadi ... mamanya Astra," jawab Ella sambing mencubit pipi Astra.

Mata anak kecil itu membesar, sangat lucu. Ella sampai terkekeh geli melihat raut wajah Astra yang girang mendengar jawabannya.

"Kalau begitu, cita-cita Mama tercapai dong!"

"Iya dong, ayo kita ke sekolah."

Astra dengan semangat menyandang tas sekolahnya, dan menggandeng tangan ibunya.

Usia Astra memang lebih muda dibanding teman-temannya, tapi gadis itu kukuh sekali ingin sekolah jadinya Ella tak ada pilihan lain selain menyekolahkannya di TK dekat rumah mereka.

Jarak sekolah Astra yang tidak terlalu jauh dari rumah, jadi Ella dan Astra setiap hari memilih pergi dengan jalan kaki.

"Mama, ini bunga untuk Mama." Astra menyerahkan setangkai bunga kecil berwarna kuning kepada Ella.

Ella sedikit bingung dari mana Astra mendapatkan bunga ini, kemudian matanya memandang ke kebun rumah orang yang tak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang. Kebun itu penuh dengan bunga, namun beberapa bunga terlihat rusak, Ella berasumsi kalau itu karena Astra.

Ella tersenyum lembut, mengambil lembut bunga kecil berwarna kuning itu dari tangan kecil Astra. Sejujurnya Ella sungguh terharu menerima bunga itu. Tapi mengambil dan merusak kebun bunga orang lain itu tidak baik, 'kan?

"Terima kasih sayang, Astra mau kasih Mama bunga lagi?"

"Mau Ma!"

"Sehabis pulang sekolah nanti ayo kita menanam bunga, bunga yang Astra petik tadi punya orang lain, Nak," kata Ella sambil tersenyum, mereka hampir sampai di sekolah Astra.

"Jadi kita ga boleh ya Ma, ambil bunga orang lain?"

"Astra mau bunga milik Astra diambil orang tanpa izin Astra?"

Astra menggeleng lucu, membuat Ella terkekeh melihat putri kecilnya.

"Nah begitu juga perasaan orang lain, sekarang Astra masuk kelas yuk, Nak." Ella mengelus pipi putih milik Astra. Astra mengangguk dan mencium tangan ibunya.

"Dadaah Mama! Janji kan nanti abis sekolah kita menanam?"

Ella mengangguk dengan senyum lembut di bibirnya, Astra tersenyum girang dan masuk ke kelasnya, disambut oleh wali kelas Astra dengan ramah.

Ella masih berdiri, di depan pintu kelas Astra, bunga pemberian Astra masih berada dalam genggamannya.

Menjadi seorang orang tua tunggal tidak mudah, tak jarang Ella malah menangis sendirian karena beban ibu dan ayah yang dipikulnya sendirian. semoga Tuhan memudahkan Ella menjadi ibu tunggalnya Astra.

Hanya dengan Astra, Ella merasa lengkap. Tidak masalah dengan segala bencana di hidupnya, asal ada Astra, ia baik-baik saja. Untuk putrinya, untuk dirinya, Ella mau berjuang lebih keras.

~~~

[A/N]

Bagian ini didedikasikan untuk Mama.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top