Memilih Cinta*9

Memegang dadanya yang terasa ngilu mengingat Ali membuat Prilly menyentuh bibirnya sendiri dengan tubuh yang terlentang diranjangnya.

Bukan dicium. Tapi tersentuh saat mereka bicara tanpa jarak. Tetapi rasanya tetap saja membuat darahnya berdesir. Bahkan ucapan-ucapan Ali saja tak sanggup ia tanggapi karna jantungnya terlanjur tak bisa diajak kompromi.

"Meskipun aku pacar pura-pura, aku tetap bertanggung jawab padamu!"

Kalimat itu yang sampai saat ini bermain dikepalanya. Kenapa harus pura-pura? Kalaupun benar-benar tulus tetap saja mereka hanya pura-pura. Prilly menggigiti bibirnya.

"Pulang sekarang?" Prilly bahkan sempat bertanya dengan hati berat ketika Ali mengantar pulang setelah resepsi tersebut berakhir dan langsung pamit pulang.

"Udah malem, kamu juga pasti capek!" Ali tersenyum memberi alasan meski sebenarnya ia juga berat beranjak.

"Besok hari minggu, kitakan libur!" tukas Prilly merasa kecewa karna seperti bekerja, Ali juga butuh istirahat.

"Senin kita ketemu lagi, pacar!" Alipun tak nyaman kalau harus mengganggu Prilly dihari libur. Prilly kan juga harus istirahat.

Ingin sekali Prilly mengatakan, memangnya Ali nggak mau ketemu dia dihari libur. Tapi apa hubungannya? Inikan pacar pura-pura, nggak harus nurutin segala kemauannya. Ali punya dunianya sendiri.

Alipun berpikiran sama, dia akan datang kalau dipanggil. Seperti hari saat ke resepsi pernikahan Edward, sabtu dihari libur tapi Prilly mengajaknya menemani ke resepsi pernikahan. Ya sebagai pacar, meskipun pura-pura kalau dibutuhkan harus siap. Itukan pekerjaanya. Itu tugasnya. Ia berada disamping Prilly untuk itu. Menjadi pacar atau calon suami pura-pura itu adalah pekerjaan. Bahkan mereka memiliki perjanjian perpacaran. Lucu. Bukan cuma perjanjian pernikahan saja yang ada, ternyata perjanjian perpacaran juga ada.

"Kenapa kangen sih rasanya?" Prilly membolak balik badannya gelisah.

Habisnya dia so sweet banget sih, slow but sure. Kalau bertindak itu tepat pada sasaran. Tak terlalu mau ribet. Yang pasti tatapan matanya itu bisa bikin gue luluh aja. Yang pasti dia Hero bagi gue, penyelamat gue disegala kesempatan. Prilly membatin.

Ditempat berbeda Ali pun berpikiran sama. Merasakan kegelisahan yang sama. Memiliki pacar pura-pura tak pernah terpikirkan olehnya. Selama ini ia betah jomblo karna memang merasa belum bisa memberikan apapun pada seorang gadis, sedangkan untuk ibunya sendiri saja Ali merasa belum bisa berbuat banyak. Lagipula menurutnya, tak ada gadis yang akan melirik pria seperti dirinya. Masa depan masih kurang jelas, tidak berkelas.

"Nilai seseorang itu bukan terletak pada kelas sosialnya, Li, buat dirimu bernilai meskipun tak berlimpah materi, kembangkan sikap positif yang akan menuntunmu pada kebaikan, Nak!"

Kalimat yang pernah bahkan sering ibu ucapkan untuk memotivasi dirinya selalu ia pegang. Ali yakin Allah pasti akan mendengar setiap doa yang ia panjatkan. Harta memang bukan satu-satunya yang bisa disebut rezeki. Yang namanya rezeki itu bisa dalam bentuk wajah yang tampan, otak yang cerdas, kebaikan dalam pikirannya dan tentu saja napas yang diberikan Allah untuk hidup yang ia lalui juga termasuk rezeki yang harus ia syukuri.

Apakah menjadi pacar pura-pura juga rezeki? Tentu. Menjadi pacar pura-pura merupakan rezeki yang tidak pernah Ali sangka-sangka. Menjadi pacar seorang gadis berkelas dan dekat dengannya merupakan sebuah kehormatan. Dipilih seorang gadis yang cantik menjadi pacar walaupun hanya pura-pura merupakan suatu anugrah. Sebenarnya gadisvyang memilihnya itu sangat berhati mulia. Kalau bukan mulia buat apa membantu oranglain padahal bukan salahnya?

"Suka melihat pengaruhnya pada bawahan, sekali pandang petinggi dikantornya terlihat mengkeret, sebenarnya berwibawa tapi terlalu galak!" Ali tersenyum sendiri membayangkan wajah Prilly saat meeting.

Si arogan itu nampak keren menghadapi orang-orang yang bahkan usianya jauh diatas dirinya.

"Ck. Kenapa tiba-tiba kangen ya sama nona arogan itu?" Ali membalikkan badannya meraih guling dan memeluknya.
Tiba-tiba ia berharap besok meskipun hari libur, nona arogan akan menghubungi dan memintanya menemani pergi entah kemana. Kangen sama wajahnya yang lucu itu kalau lagi malu, bahkan wajah marahnya saja bikin gue ingin mencubitnya gemas. Batin Ali. Ali menyentuh bibirnya. Bibirnya tanpa sengaja tersentuh bibir tipis itu saat berbicara tanpa jarak.

"Sepertinya gue berakting terlalu terbawa perasaan, terlalu banyak improvisasi!"

Ali menghela napasnya. Tak seharusnya ia merasakan sesuatu yang berbeda. Ini hanya pura-pura, Prilly takkan punya perasaan yang sama. Prilly tak mungkin memilih cintanya kalau bukan karna terpaksa. Itupun hanya pura-pura. Hanya sementara.

°°°°°°°°

Berkas didepan Prilly hampir membuatnya tertutup tak terlihat dari pintu masuk ruangannya.
Ia sudah meminta bantuan Ali untuk memeriksa semua itu dan mereka akan bekerjasama. Tapi hari ini Ali terlambat datang karna katanya ada panggilan dari rumah sakit yang memberitahu kondisi terakhir ibunya.

"Pacar, jangan pecat aku ya karna hari ini akan terlambat datang!"

Prilly tersenyum mendengarnya. Padahal meskipun tiap hari bertemu tetap saja kangen pada si hero bila melewati malam tanpanya. Tapi pagi ini ternyata rasa kangennya harus diendapkan dulu untuk sementara. Kangen bulu mata lentik sekaligus tatapannya yang meruntuhkan iman. Bisik hati Prilly.

"I Miss You, Pacar!" ucapan terakhir Ali membuat Prilly merasa berbunga-bunga.

Weits Prilly, dia cuma sedang bekerja menjadi pacar pura-pura makanya dia juga pasti sedang berakting. Sementara Ali sendiri merasakan ucapannya bukan lagi karna sedang bekerja tetapi dari hati. Bekerja sambil mengungkapkan perasaan. Maybe.

'Kelas lo dan kelasnya berbeda Prilly. Apa kata Joe kalau sampai dia tahu Ali bukan siapa-siapa di jajaran kelas kalian??' Sisi hati Prilly yang lain berkata membuat Prilly memijit keningnya.

"Selamat pagi, nona arogan!" Hampir saja Prilly terlonjak. Sempat dia mengira itu Ali tetapi ternyata bukan. Edward.

"Apa maksud lo ngomong kayak gitu?" Prilly mendelik. Edward mengetahui panggilan Ali padanya nona arogan setelah sempat berkirim pesan waktu itu untuk menggoda Edward menanyakan malam pertamanya.

"Makanya buruan kawin lo sama pacar!"

"Tunggu tanggal mainnya..."

"Betewe lucu banget sih nyebutnya pacar kayak abg alay lo!"

"Mending pacar daripada gue dipanggil nona arogan!"

Sekelumit cerita saat beberapa hari setelah menikah, Prilly menghubungi Edward makanya Edward tahu sebutan Ali padanya sebelum berubah menjadi kata pacar.

"Cieee, langsung teringat pacar nih pasti...pasti harapan lo tadi pacarkan yang muncul!"

"Idihhh sok tau banget!!'

"Lo utang cerita sama gue makanya gue bela-belain kemari, sepupu mungil!"

"Nggak ada cerita apa-apa biasa aja, Ed!"

"Pelitttt...tapi dia sayang banget ya kelihatannya sama lo, lo juga, terus terang aja gue bahagia ngeliatnya, akhirnya lo memilih cinta, cieee cieee akhirnya dicintai dan mencintai asikkkk!!"

Prilly meringis menahan agar jangan tersipu. Edward semakin menjadi-jadi menggodanya.

"Kayaknya lo udah lengket banget dah sama dia, nggak bisa lepas lagi, ya ampun dansanya bikin semua orang ngiri, lo kayaknya nggak punya tenaga lagi deh jatuh dalam pelukan dia!!"

Edward masih juga mencecar Prilly dengan kesimpulan seputar pandangan matanya dengan nada semakin menggoda.

"Lo kenapa sih Ed, nyimpulin sendiri, lo kan nggak tau gimana sebenarnya, jangan hanya menilai sesuatu dari yang terlihat...."

"Memangnya kenapa? Apa ada yang nggak gue tau?"

"Banyak!"

"Salah satunya?!"

Prilly memandang Edward. Rasanya pikirannya sedang penuh sekali. Pekerjaan yang menumpuk. Hubungan pura-puranya dengan Ali yang dicurigai Joe hingga ia tetap saja berbuat sesuatu untuk mengejarnya.

"Gue sama Ali tuh cuman pasangan pura-pura Ed, Joe curiga sekarang!"

"Pura-pura?"

"Iya PURA-PURA! Mana mungkin dalam waktu cepat sudah saling mencintai, gue ketemu sama dia aja dalam keadaan yang saling tak menyukai, ini karna terpaksa, Ed!"

Edward terdiam. Rasanya tak percaya dengan yang didengarnya dari mulut Prilly. Karna yang terlihat, pandangan mata mereka tak bisa berbohong. Mereka terlihat saling mencintai. Hebat sekali kalau itu ternyata cuma pura-pura. Tapi kenyataannya Prilly mengatakan semua itu padanya sekarang.

"Bahkan Joe aja udah curiga gue bayar dia buat dampingin gue!"

"Ck. Bisa-bisa dia cari data soal Ali, sepupu mungil!"

"Justru itu, bagaimana kalau Joe tau Ali bukan kelas kita? Bagaimana kalau dia melecehkan gue karna gue jatuh ketangan pria kelas rendah, mana mungkin gue memilih cinta orang rendahan?!"

Prilly mulai terdengar emosi karna tertekan. Suaranya memenuhi ruangan dan berakhir tepat ketika seseorang membuka pintu ruangannya. Dan melihat kehadiran orang tersebut seketika Prilly merasa jantungnya mau copot. Apalagi wajah yang dilihatnya sekarang tak seindah biasa rautnya.

"Pacar?" Nada suara Prilly bergetar saat mengucapkan panggilannya pada Ali. Sumpah, aku nggak ada niat nyinggung kamu, pacar, semoga kamu tak mendengarnya. Bisik batin Prilly.

"Selamat siang, maaf saya mengganggu diskusinya, maaf juga saya lancang masuk tanpa permisi, saya akan menunggu diluar!" suara Ali datar. Wajahnya tak lagi memancarkan keceriaan. Tatapannya yang kelihatan sedih membuat Prilly semakin merasa bersalah. Saya? Mana panggilan pacarnya? Prilly mendadak merasa kehilangan.

"Aa..Ali....."

Edward hanya mematung menyaksikan kejadian dihadapannya. Prilly terlalu keras bersuara seperti biasa tak bisa mengontrol emosinya. Akhirnya sekarang Edward harus mendengar nada suara Prilly yang bergetar karna menyesal mengucapkan kalimat yang tak seharusnya didengar Ali.
Sebagai seorang pria, Edward memahami ucapan Prilly tentu sangat menyinggung Ali tapi sebagai sepupunya, Edward tahu Prilly tak bermaksud melecehkan Ali. Prilly hanya prustrasi dengan banyaknya persoalan yang sedang dihadapinya.

Prilly memandang Edward seperti tak bisa berpikir lagi. Apa yang harus dilakukannya sekarang?

"Menurut gue lo butuh dia, sepupu mungil!!"

Seakan tersadar, Prilly bergegas berdiri dan melangkah cepat keluar dari ruangannya.

"Kemana Ali, dia menunggu dimana?" Ucap Prilly ketika tak dilihatnya Ali diruang tunggu dan dimana-mana.

"Sandra!"

"Iii....iiya bu?"

"Melihat Pak Ali?"

"Tadi Pak Ali tergesa turun bu!" Sandra menunjuk Lift. Prilly setengah berlari menuju Lift. Ia akan menggunakan Lift direksi agar cepat sampai dan mengejar Ali diparkiran.

Ting.
Pintu Lift terbuka dan jantung Prilly mau copot untuk yang kesekian kalinya karna dari dalam lift keluar papinya dengan wajah kaku seperti biasa.

"Gadis kecil! Mau kemana?"

"Papi? Kapan papi pulang? Kenapa nggak bilang sama aku? Kenapa langsung kesini?"

Prilly mengeluarkan serentet kalimat pertanyaan memberondong papinya dengan fokus yang terbagi. Pikirannya sekarang benar-benar pada Ali.

"Papi mau memeriksa semua data dikantormu, papi dengar disini ada kekacauan, apa yang terjadi dikantormu hingga semuanya jadi berantakan!" Papi berjalan cepat memasuki ruangan dan melewati Sandra yang juga terlihat pucat. Prilly terpaksa mengikuti dan mengurungkan niat mengejar Ali.

'Ya Allah, gue serba salah iniii....' Prilly membatin panik.

"Gawat makkk, ada bigbossss!!" Sandra komat-kamit sendiri saat Prilly bergegas mensejajarkan langkahnya dengan langkah Pak Subrata.

"Haii Oom!" Sapa Edward yang masih berada diruangan Prilly.

"Edward, selamat ya untuk pernikahannya, maafkan Oom tak sempat pulang, kantormu disana kelihatan kacau banyak yang harus Oom benahi!!" Pak Subrata menjelaskan kenapa ia tak bisa pulang dari Kuala Lumpur untuk menghadiri resepsi pernikahan Edward.

"Nggak papa, aku yang harus terima kasih sama Oom karna mau meluangkan waktu nyelesain persoalan disana!"

"Sekarang justru Oom dengar banyak kekacauan disini," Pak Subrata duduk dikursi Prilly."apa ini ??? semua berkas dan data menumpuk kenapa tidak segera diselesaikan, jadi head office jangan cuma galak dan pintar tapi juga cekatan, gadis kecil!!"

Oh Tuhan. Badai topan datang sudah. Prilly terlihat stress dan Edward hanya bisa memandangnya kasihan.
Prilly segera menjelaskan temuannya bersama Ali yang mengharuskan mereka mencek data sejak tahun 2015 makanya mejanya penuh dengan berkas.

"Siapa Ali? Papi belum pernah tau ada karyawanmu bernama Ali disini!!"

"Dia...diaa...diaa..."

"Dia calonnya Prilly, Oom!" Sahut Edward membantu Prilly yang terlihat gugup.

"Dari ceritamu ini anak muda itu begitu hebat, semua pekerjaan karyawan disini jadi tepat waktu karna dia yang mengawasi dan mengevaluasi, lulusan mana dia? London? New York?"

Prilly semakin gemetaran mendengar pertanyaan papinya yang keras dengan mata melotot.

"Lulusan London atau New York pun kalau dia nggak cerdas susah prakteknya, Oom!" Sahut Edward membuat Prilly menahan napas.

"Apalagi kalau dia bukan lulusan dari mana-mana, Edward!" tegas Pak Subrata membuat Edward sedikit ciut mendengar nada suaranya.

"Tapi dia lebih pintar daripada lulusan dari mana-mana, papi!" bela Prilly dengan suara tegas karna tak rela Ali dilecehkan.

"Papi ingin kamu pertemukan papi dengan dia, sepintar apa dia sampai bisa menaklukkanmu!"

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Banjarmasin, 06 November 2016

Selamat hari minggu...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top