Memilih Cinta*8
"Ibu, maaf sudah memutuskan sesuatu tanpa seijin ibu, ini semua Ali lakukan buat ibu, ini pilihan Ali yang pertama tanpa sepengetahuan ibu!" Ali mencium tangan ibunya yang masih belum juga sadar. Menurut dokter harusnya tidak terjadi seperti ini. Ini kasus khusus. Ibunya belum juga sadar pasca operasi.
"Tapi ini hanya pura-pura bu, ini pekerjaan, pekerjaan demi ibu!" Ali berkata lagi dengan hati yang tak menentu rasanya. Bayangan ia dan Prilly saat sepakat bekerja sama terbersit dalam ingatannya.
Ali akui hidupnya berubah sekarang. Ia tak lagi tinggal dirumah mereka yang dulu. Sekarang ia sudah menyewa sebuah apartemen yang bisa ditempatinya bersama ibu. Prilly membayarnya dengan memindahkan ia ditempat yang lebih layak buat dia sebagai calon suami seorang wanita berkelas. Mobil mewah sudah menjadi tongkrongannya sekarang. Rekeningnya terisi untuk kebutuhannya.
Semua itu membuat Ali ingin berbuat lebih agar benar-benar pantas memilikinya. Ia takkan bermalas-malasan hanya karna mendapatkannya dengan mudah. Itu didapat tidak cuma-cuma. Ia bekerja. Bekerja menjadi seorang pria yang dibayar untuk menjadi pendamping seseorang. Ia melakukan itu terpaksa karna tak mungkin sanggup membayar biaya perawatan di rumah sakit mahal itu. Ibunya membutuhkan perawatan paling baik. Ia berdoa agar ibunya segera sadar dan keluar dari rumah sakit dan tak tergantung pada Prilly lagi.
Ali merasakan ponsel yang berada disaku celananya bergetar. Sengaja ia kurangi volume suara ponsel karna ia sedang berada didalam ruang ICU tempat ibunya dirawat.
"Ya, pacar?"
"Aku udah nunggu jemputan kamu, pacar, acaranya jam 7.30!"
"Bentaran, aku baru sholat dan sedang nengokin ibu, sabar dulu ya!"
"Sepuluh menit!"
"Dua puluh menit ya!"
"Ya sudah, eh, ibu gimana?"
"Ya, begitulah!"
"Semoga segera dapat kabar baik ya!"
"Terima Kasih..."
Ali tersenyum menutup pembicaraan.
"Dia nanyain ibu, semoga ibu membaik katanya, Ali pergi kerja dulu bu, nemenin pacar ke pesta resepsi pernikahan orang kaya, doain Ali sukses kerjanya ya bu!"
Ali mencium tangan dan mencium kening ibunya. Menatap wajah ibunya yang terlihat tenang Ali berjalan mundur dan berbalik keluar dari ruang ICU sambil melepas ikatan baju berwarna hijau yang harus dia kenakan saat menengok ibunya.
°°°°°°°
"Gue akan jemput lo ke pestanya Edward!"
"Nggak perlu, gue udah ada yang jemput!"
"Kalau sama papimu saja mendingan sama gue!"
"Papi dari kuala lumpur langsung menuju ketempat acara, jadi nggak sama-sama gue!"
"Lalu lo sama siapa?"
"Urusan gue sama siapanya, lo jangan ngurusin gue deh Joe!"
"Tapi papi lo udah nitipin lo sama gue!"
"Gue udah bilang gue nggak perlu dititip-titip!!"
Prilly kesal. Memangnya dia anak kecil yang harus dititipkan di play grup. Papi terlalu khawatir dia sendirian. Padahal sudah dijelasin juga dia bisa jaga diri dan udah ada yang menjaga, papinya tak harus khawatir. Ya, khawatir sih. Papi belum sempat ketemu Ali harus sudah ada urusan di Kuala Lumpur.
Suara mobil yang berhenti didepan rumahnya membuat Prilly menyibak tirai dan melihat keluar.
"Gue udah dijemput, bye!" Prilly menutup telpon dan membenahi baju dan rambutnya yang sudah ditata satu jam lebih oleh si Lucky orang yang selama ini selalu diserahinya tanggung jawab mendandani dan mempercantik penampilannya. Prilly sudah pasrah aja digimanain sama si Lucky. Tinggal bilang mau kemana, acara apa dan mau tampil seperti apa Lucky pasti sudah tau apa yang dia mau.
Bi Isar nampak membukakan pintu ketika terdengar bel padahal Prilly berada di ujung tirai. Daripada diteriaki. Lebih baik Bi Isar berinisiatif sendiri.
"Non Prilly mana?"
"Ada, silahkan tuan!" Bi Sar bergeser dari pintu memberi jalan pada Ali dan memberitahu Prilly sudah menunggu.
"Haii pacar...." Ali menyapa Prilly yang berdiri dengan wajah cemberut dan menghampirinya.
"Maaf telat ya...." Ali menowel pipi Prilly yang terlihat cemberut sementara Prilly menahan diri supaya tidak marah-marah karna sedang bete. Gara-gara Ali terlambat lalu Joe menelpon membuat dia rasanya tak punya semangat untuk pergi.
"Kita nggak jadi pergi aja!!" tukas Prilly menekuk wajahnya. Moodnya benar-benar hancur.
"Lho, kok nggak jadi?" Ali mengerutkan keningnya heran. Gadis didepannya ini terlihat sangat cantik malam ini. Mengenakan gaun pesta dengan bahu terbuka dia seperti putri.
"Udah nggak ada rasa ingin pergi!" sahut Prilly lagi memutar badan kekanan akan segera melangkah meninggalkan Ali. Ali meraih tangannya sebelum gadis itu beranjak.
"Edward katanya sepupu kamu masa kamu nggak mau bela-belain pergi?" Ali merasa bersalah karna merasa dialah penyebab mood Prilly kurang baik sekarang. Apalagi ia melihat usaha Prilly untuk tidak mengomel dan menahan diri untuk tidak mencak-mencak pasti sangat sulit sekali baginya.
"Bodo'!" Prilly membuang mukanya. Sepertinya Prilly sudah terlanjur kesal. Datang terlambat kesana juga buat apa? Nggak ngehargai janji sama sekali. Nggak ngehargai waktu. Nggak ontime. Sampai dianggap Joe nggak ada yang jemput makanya belum datang hanya karna menunggu dia.
"Heiii, jangan begitu, aku minta maaf ya, tadi ada kecelakaan jadinya jalanan macet, jangan ngambek dong pacar," Ali dengan sabar membujuk. Dengan tangan gemetar Ali menyisihkan rambut yang jatuh didahi Prilly. Entahlah, saat ini takut melihat gadis itu tak suka dengan kerjaannya. Tak bisa menyenangkan hatinya. Tak terbiasa melihat wajahnya yang akhir-akhir ini tersipu dan tersenyum manis untuknya saat ini justru hanya kesal yang terpancar. Apa ia takut kehilangan pekerjaan? Mungkin juga. Tapi sepertinya bukan hanya karna itu sebabnya.
"Pacar....maafin aku ya!" Sesaat Prilly menatap Ali lalu menundukkan wajahnya. Aduh, kenapa kalau ditatapnya apalagi dipanggil dengan kata pacar gue nggak pernah tahan sih. Harus ya gue luluh melulu kalau ditatap dalam-dalam dan mendengar bibirnya itu nyebut 'pacar'?
Ali menyentuh dagu Prilly dan mengangkat wajahnya. Melihat mata Prilly yang berkaca karna dadanya yang sesak tak bisa marah-marah didepan Ali membuat Ali semakin merasa bersalah. Ali meraih tubuh mungil itu dan memeluknya. Sedikit kaget tapi pelukan Ali yang tiba-tiba membuat Prilly merasa sedikit tenang dan perasaan kesalnya sedikit menguap.
"Udahan ya badmoodnya, pacar!" Ali mengusap-usap bahunya yang terbuka.
"Habisnya kamu lamaaa, aku paling nggak suka disuruh nungguuuu..." akhirnya Prilly luluh, suaranya terdengar manja. Rasanya sudah lama tak bermanja-manja pada seseorang. Terlebih setelah mami tidak ada.
"Ya habis gimana, kan nggak sengaja pacar sayang!"
Dada Prilly rasanya hangat seperti berdiri didepan perapian dimusim dingin. Pacar Sayang. Aih, papi, ini dia yang bisa romantisin aku!
Bi Sar yang melihat adegan itupun merasa takjub. Nonanya terlihat jinak bersama pria ganteng yang baru dilihatnya itu.
"Adem banget ngeliat non kayak gini, siapapun dia, sipacar itu, semoga tetap selalu ada disamping non saya, biar non saya jadi jinak terus nggak kayak mikropon pecah teriakannya!"
°°°°°°°
"Nggak mungkinlah ada yang mau sama si cempreng itu selain gueee!!!" Suara gelak tawa terdengar nyaring mengalahkan suara musik yang terdengar disudut tempat pesta.
Gelak tawa mereka terhenti saat melihat dipintu masuk terlihat melangkah menggandeng lengan seseorang, gadis yang baru saja mereka tertawakan.
"Wowww, anggun coyy!"
"Lo kalah ganteng sama yang disebelahnya Joe!"
"Caem banget si mungil, senyum kalem begitu bikin dia tambah elegan!"
Sementara Prilly melangkah memasuki ruangan tempat resepsi dengan percaya diri. Disebelahnya berdiri pria yang menawan nampak serasi mendampinginya. Rasanya ingin berteriak pada gerombolan Joe yang terlihat tertawa keras ketika ia menangkap bayangannya dan terdiam saat melihat mereka melangkah. Sesekali Prilly menoleh pada Ali yang juga menolehnya. Mereka bertukar senyum manis dan Ali menepuk punggung tangan Prilly yang menggandeng lengannya.
"Kepada keluarga Subrata, silahkan untuk segera berfoto dengan mempelai...."
Mc diacara itu melepas kalimat memanggil keluarga Subrata sebelum Prilly dan Ali mengambil tempat duduk.
"Kita langsung ke pelaminan ya pacar!"
"Kok?"
"Kan aku keluarga Subrata, kamu juga termasuk, ayoo kita diundang berfoto sama mempelai..."
Ali mengangguk dan mengikuti arah langkah Prilly. Kirain langsung ke pelaminan tadi langsung diajak kawin. Ali ingin membenturkan kepalanya ketembok mengingat dia hampir salah paham dengan ucapan Prilly.
Dipanggung pelaminan mereka disambut orangtua Edward yang berada disamping kanan mempelai.
"Keponakan mungilnya oom, cantik sekali, kabar baikkan, sayang?" Papah Edward, oom Sidartha adik papi Prilly memeluk keponakannya girang.
"Alhamdulilah Oom, ini kenalin Ali, Li, ini Oom Sidharta adik papi sama tante Sonya istrinya!"
"Heii gandengannya keponakan, calon menantu, semoga tahan sama dia ya!" Goda Oom Sidartha membuat Prilly meringis.
"Oom iniiii ihhh!" Prilly mencubit lengan Oomnya, tante Sonya tertawa ketika memeluk Prilly bergantian dengan suaminya dan ikut menepuk pundak suaminya agar berhenti menggoda keponakannya.
"Sayang sekali papi nggak ada ya tante, maafin papi ...." ujar Prilly tak enak ketika digiring mendekati Edward diiringi Ali yang berada dibelakangnya bersama Oom Sidartha.
"Papimu kan justru mewakili Oom ke Kuala Lumpur," sahut Oom Sidartha dibelakang mereka. Prilly tersenyum mengiyakan, karna papinya memang sedang mewakili Oom Sidartha kamis kemarin karna tak mungkin Oom Sidartha sendiri yang pergi. Takutnya pulang sabtu nggak sempat mendampingi putranya ijab kabul dan resepsi. Ini saja papi belum muncul, entahlah apakah bisa sempat hadir atau tidak.
"Sepupu mungillll, gue mau gelar karpet merah rasanya nyambut lo...." Edward memeluk Prilly yang tertawa geli mendengar Edward ingin menggelar karpet merah karna ingin menyambutnya.
"Nyindir banget sih lo mentang-mentang gue telat, ini nih tadi yang telat jemput, ada halangan dijalan, maafin yes, sepupu sayang!" Sahut Prilly sambil memeluk lengan Ali yang disambut Edward dengan melebarkan mata.
"Udah jangan melotot, kenalin dulu ini Ali," ucap Prilly memperkenalkan Ali lalu menoleh padanya sambil berkata,"pacar, ini yang namanya Edward."
"Pacar?" Edward berteriak lebih keras lagi mengalahkan suara musik. Prilly cuma mengedip-ngedipkan matanya genit.
"Lo hutang cerita ya sama gue, sepupu mungil!" Tunjuk Edward membuat Prilly menurunkan telunjuk dan mendorong tangannya sambil tertawa.
"Udah jangan bahas gue dihari bahagia lo, selamat, sakinah, mawaddah,warahmah ya sepupu sayang!" Prilly menghentikan rasa penasaran Edward dengan menyalami Christine istrinya lalu mencium pengantin wanita yang terlihat cantik malam itu.
"Keren gandengan kamu, Prill, mauuuuu...." goda Christine ditelinga Prilly membuat Prilly terbahak. Tentu saja dia hanya bercanda dan Prilly bangga pada Ali.
Selesai berfoto bersama dua kali, pertama Prilly dan Ali meng-apit mempelai, Prilly disebelah Edward, Ali disebelah Christina, lalu mereka berfoto ditemani pasangan Oom Sidartha dan tante Sonya. Pasangan Oom dan Tante berada disebelah Edward, sementara Ali dan Prilly berada disebelah Christine.
Turun dari pelaminan jari tangan mereka saling menyelip erat dengan senyum yang terlihat sangat bahagia.
"Cepetan nyusul lo berdua!" Seru Edward sebelum mereka turun.
"Doain ya!" Sahut Ali diiringi anggukan Prilly. Edward mengangkat kedua jempolnya.
Ali yang semula berada dibelakang Prilly dan membetulkan gaunnya yang hampir terinjak lalu memegang bahunya yang mulus berpindah mendahului karna mereka harus menuruni tiga anak tangga. Prilly merasa diatas awan karnanya. Mendapatkan perlakuan istimewa dari seorang pria didepan umum terutama didepan mata Joe and the gank.
Wajah Joe merah padam dan terlihat sangat gondok melihat Prilly bersama dengan yang lain bahkan terkesan lebih bahagia daripada ketika bersamanya. Apalagi Prilly sama sekali tak tertarik untuk menoleh dan memberi sedikit senyuman atau sapaan padanya. Prilly sibuk memperkenalkan pria disampingnya pada keluarganya yang lain.
"Dibayar berapa lo sama dia buat jadi gandengan malam ini?"
Ali menoleh pada orang yang berkata setelah berdiri mensejajarkan diri dengannya. Prilly sedang berbincang dengan keluarganya sementara itu Ali ingin membiarkannya menikmati kebersamaannya dengan keluarga yang berkumpul saat itu setelah ia tadi diperkenalkan.
Ali mengenali pria penebak disebelahnya adalah pria yang pernah menghalangi mobil Prilly keluar dari kantornya saat ia berteduh setelah lamaran pekerjaannya ditolak dikantor Prilly.
"Cinta tak perlu bayaran, kawan!" sahut Ali sekenanya.
Joe sebenarnya tidak mengenali Ali, karna saat kejadian itu dia sedang mabuk. Tetapi ia tak begitu saja percaya Prilly begitu mudah mendapatkan gandengan dan merasa bahagia setelah disakitinya.
"Saat ini lo nggak perlu bayaran, tapi lo tau sekaya apa Prilly makanya lo bersabar dan mengistimewakannya sekarang!"
"Gue bukan lo, yang begitu mudah mempermainkan perasaan perempuan!"
"Pacar, aku bawain kamu makanan, kamu makan dulu ya!" Prilly menghampiri mereka dengan piring berisi makanan.
Tadi Prilly sempat melihat kearah Ali dan terkejut ada Joe disebelahnya. Makanya dia sengaja mendekati dengan membawa piring berisi makanan agar Joe tak bisa memperpanjang interviewnya pada Ali. Takut Ali akan terpancing meskipun ia yakin tidak akan, karna Prilly sudah menceritakan semuanya pada Ali mengenai Joe.
"Ini enak pacar, cobain!" Prilly menyuapkan makanan kemulut Ali dan mengusap bibirnya yang tersentuh makanan dengan jari.
"Terima Kasih, pacar!"
Tak terkira meradangnya Joe melihat mereka.
"Pril...."
"Eh Joe, maaf gue nggak ngeliat...."
"Nggak papa, mumpung lo lagi liat gue, gue pingin ngajak lo berdansa!"
"Maaf Joe, gue udah punya pasangan dansa, gue harus jaga pe ... "
"Nggak papa pacar, berdansa saja dulu sama dia, biar aku ngabisin makananku dulu," Ali mengambil piring dari tangan Prilly dan mengangguk dengan pandangan yang meyakinkan kalau dia tidak apa-apa.
Sebenarnya Prilly mau marah. Kenapa Ali menyerahkan dia begitu saja pada Joe? Seorang pacar yang sayang sama pacarnya kan harusnya justru posesif tak mengijinkan pacarnya disentuh pria lain apalagi itu mantan pacar.
"Berapa lo bayar dia?"
Prilly menggenggam tangan Joe enggan ketika mereka harus berada dilantai dansa bersama-sama.
"Gue nggak perlu bayar dia buat cinta sama gue!"
"Benarkah?" Joe memiringkan wajahnya menyebalkan."kenapa dia membiarkan lo berdansa sama gue, kalau dia cinta harusnya takkan ngebiarin lo disentuh pria lain!"
"Terserah lo mau ngomong apa..." Prilly ingin melepaskan tangannya yang berada dalam genggaman Joe. Tapi Joe mengeratkan genggaman tangannya. Bahkan tangan yang berada dipinggang Prilly menarik tubuh gadis itu hingga lebih merapat tak membiarkan ada jarak. Padahal sedari tadi Prilly sudah menahan tubuhnya agar tak menempel pada tubuh Joe saat mereka berdansa.
"Lepasin gue Joe!" Bisik Prilly masih menahan diri untuk tak berteriak didepan wajah Joe. Prilly menghentikan gerakan slow dance mereka tapi Joe tetap mengeratkan tangannya.
"Maaf, boleh saya meminta calon istri saya?" Ali yang sedari tadi memperhatikan mereka bukannya menghabiskan makanan seperti katanya semula.
Ali merasa sudah tak bisa membiarkan tangan pria itu menyentuh Prilly karna sudah terlihat tak sewajarnya. Sedari tadi sebenarnya bukan dia mengikhlaskan Prilly berdansa dan disentuh pria lain, Ali hanya memberi ruang bagi Prilly untuk mengatakan pada pria itu kalau tidak perlu mengganggunya lagi tanpa ada Ali yang harus mendengar karna Ali berharap Joe tak kehilangan muka didepannya. Tetapi pria seperti Joe ternyata tak bisa diberi kesempatan. Akhirnya Ali harus mendekati mereka untuk meminta Prilly baik-baik tetapi dengan ucapan menohok jantung. 'Calon Istri'. Joe terpaksa melepaskan Prilly kembali kepelukan Ali.
"Terima Kasih," ucap Ali lagi sambil menggenggam erat tangan Prilly. Joe beranjak menjauh.
Sepeninggal Joe, Prilly berusaha melepaskan tangan Ali tapi Ali tetap mempertahankan genggamannya. Ali tau Prilly sedang marah karna membiarkan Joe berdansa dengannya.
"Hei jangan marah, nanti Joe semakin curiga, dia tadi bertanya padaku, berapa kamu membayarku untuk dijadikan gandengan malam ini, bukankah kita harus berakting untuk membuat dia yakin kita saling mencintai...?" Ali berusaha menenangkan Prilly dan berhasil karna Prilly teringat pertanyaan Joe yang sama padanya.
Ali menaruh tangan Prilly dibahunya dan memeluk pinggang gadis itu hingga mereka tak berjarak sesentipun.
"Maaf, menurut aku untuk menghindarinya kamu tak perlu berbuat kasar, aku khawatir dengan keselamatan kamu kalau dia jadi pendendam karna dikasari!" bisik Ali pelan sambil menunduk menyatukan dahinya dengan dahi didepannya.
"Meskipun kamu pacar pura-pura, aku tetap merasa bertanggung jawab padamu," bisik Ali lagi sambil bergerak dan memejamkan matanya. Prilly menatap wajah Ali dalam jarak yang dekat sementara kaki mereka mengikuti irama slow dance yang romantis.
"jangan sampai dia berpikir gara-gara ada aku kamu semakin kasar padanya lalu dia tetap akan mencari cara untuk mendapatkanmu, pacar, kamukan tau dia ambisius, aku tadi hanya menunjukkan padanya kalau aku menjagamu dengan caraku sendiri bukan dengan melarangmu bergaul terlebih dengan dia!" Ali melanjutkan kalimatnya diiringi pejaman mata Prilly yang diam-diam menikmati dansa mereka ini dan tanpa sadar tangannya sudah mengalung dileher Ali. Tak ada yang mendengar apa yang mereka bicarakan. Karna hanya mereka yang mendengar dalam posisi tanpa jarak, hidung merekapun sudah saling menyentuh. Napas merekapun sudah sama berhembus hangat berbaur jadi satu.
"Kamu udah ngerti maksud aku?"
Prilly hanya mengangguk merasakan bibir Ali tersentuh bibirnya saat berbicara tanpa jarak.
Darahnya berdesir merasakan sinyal aneh menjalar ketubuhnya. Ali juga tak tau apa yang dirasakannya sekarang. Ali menyadari ini hanyalah pekerjaan, tapi semakin lama ia yang tak bisa menolak pesona gadis didepannya. Merasa bertanggung jawab untuk melindungi bukan lagi sebagai akting tetapi sudah berubah menjadi tanggung jawab dan perlindungan seorang pria terhadap seorang gadis yang disayanginya.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Banjarmasin, 5 November 2016
Harus bersabar ya melalui proses ini, jangan ditanya kapan tidak pura-puranya, karna proses ini menuju kesana tapi tidak bisa mendadak saling mencintaikan? Inget, ini cerita bersambung bukan short story, tidak ada niat menggantung, klau short story langsung tamat deh...hehe
Terima Kasih ya udah membaca cerita saya.
Saya ini cuma nge-halu jgn baper ya... ;)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top