Memilih Cinta*7
Meeting darurat yang dilakukan Prilly dihari itu membuat anak buahnya terlihat masing-masing berwajah gugup. Apalagi mereka mendengar penyebab mereka dipanggil semua dihari itu karna ada yang kepergok berbuat mesum diruang meeting.
"Selamat sore rekan-rekan semua,terpaksa saya kumpulkan anda semuanya disini karna ada hal yang sangat penting yang perlu saya tegaskan hari ini juga!!"
Suara Prilly terdengar keras menembus gendang telinga enam orang yang hadir ditempat itu. Duduk melingkari meja yang berbentuk panjang dia diujung depan sementara lima orang tersebut berada disisi kanan dan kirinya. Dimana Ali? Ali didepannya. Diujung sebelah sana. Tadinya para kepala Staff ini semuanya menatap Ali, mungkin mereka bingung siapakah pria ini? Apakah dia akan diperkenalkan sebagai staff baru pengganti Pak Boni, begitu cepatkah?
"Jangan lihat kesana, Lihat saya disini, calon suami saya cuman mau melihat saya memimpin Meeting ini, siapa tahu dia punya masukan buat kita semua hari ini!" Sebelum Prilly memulai ucapannya tadi Prilly harus membuat konsentrasi mereka terpusat padanya dulu karna mereka semua tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Ali.
'Calon suami??' Mereka justru menoleh kepada Ali lagi setelah menoleh Prilly.
"Ck. Kalian ini seperti nggak pernah lihat manusia saja, dia calon suami saya sekaligus team audit, paham?"
Orang-orang itu mengangguk-angguk. Barulah Prilly memulai ucapannya tadi. Menyapa selamat sore dan berkata kalau ada yang ingin dia sampaikan.
"Saya sangat kecewa karna ternyata ada diantara kalian kepala staff yang harusnya mencontohkan yang baik ternyata berbuat asusila dikantor saya!!"
"Berbuat asusila tak bermodal, lalu membuat nota-nota palsu untuk mencairkan uang di kas kantor.....sungguh memalukan sekali, kalau tak mampu mending nggak usah mainin perempuan!!"
"Apakah kalian semua tidak mengetahui atau selama ini tutup mata?"
Semua hening.
"Maaf bu, urusan saya bekerja, saya merasa tidak perlu mengurusi urusan pribadi oranglain makanya saya benar-benar tidak tau!" Bu Diah berkomentar ketika pandangan Prilly jatuh pada beliau.
"Saya tidak satu lantai dengan Pak Boni bu, jadi benar-benar tak tau!" ujar Pak Pandu saat tatapan Prilly melayang padanya.
"Saya asistennya, tapi saya tidak mungkin menegur dia bu!" kata Bu Lany tak nyaman saat Prilly menatapnya penuh arti karna beliau asisten Pak Boni.
"Saya mencium gelagat tapi belum bisa membuktikan!" Pak Rudi menjawab singkat.
"Saya tak menyangka sama sekali, bu!" tutur Pak Darius pasti.
Berbagai macam komentar keluar dari petinggi didepannya. Prilly menarik napas dan melanjutkan kalimatnya lagi.
"Disamping itu, saya juga menemukan bahwa ada yang memalsukan ijazah sarjananya supaya bisa bekerja dikantor saya, kenapa ini bisa terjadi? mulai sekarang bagian Hrd kalau menerima karyawan baru harus memperlihatkan ijazah asli!!"
"Ini hanya dari sisi tim Hrd ya, belum lagi kalau saya cek dari semua divisi, di divisi keuangan saja sudah ditemukan beberapa kejanggalan apalagi divisi yang lainnya!!"
Semua yang ada didalam ruangan itu diam seribu bahasa tanpa menyela ucapan Prilly yang terdengar emosi. Bahkan mereka menunduk saat Prilly memandangi wajah mereka satu persatu. Memandangi wajah mana sajakah yang merasa bersalah?
"Bu Diah, saya ingin memeriksa marketing Plan dan pengeluaran dari sana selama tahun 2016 ini!"
"Bu Lanny, dari divisi Finance sebagai wakil Pak Boni saya juga minta laporannya sejak tahun lalu!"
"Pak Darius, rekapkan data semua karyawan-karyawan yang ada dikantor ini!"
"Pak Pandu, dari tim IT, saya minta sistem pelaporan dibuat agar tak ada yang bisa jebol dari sana!"
"Pak Rudi, dari bagian Accounting dan Admin, tolong rapikan semua laporan data yang masuk sejak dari tahun 2015!"
"Sandra, catat permintaan saya!"
Perintah Prilly berakhir pada Sandra sekretaris yang duduk disampingnya.
Semua mengangguk sambil mencatat keperluan yang diminta Prilly pada mereka.
"Bisa diselesaikan besok?" Prilly memandang mereka penuh tanya. Semua tak berani menjawab tak bisa selesai. Mereka harus berusaha menyelesaikannya kalau tidak, rentetan kalimat menyakitkan akan keluar dari bibir manis didepan mereka.
"Kalau merasa tidak bisa selesai dibicarakan saja sekarang, saya tidak mau ada yang menggerutu dibelakang Bu Prilly setelah ini, bukankah lebih baik diutarakan berapa lama laporan itu bisa selesai?"
Prilly melotot mendengar Ali angkat bicara. Sebenarnya selama ini ia tak pernah memberikan ruang bagi mereka untuk membantah perintahnya.
"Data yang harus mereka susun penting semua, jangan sampai ada kesalahan karna terburu-buru, kamu sendiri yang akan rugi, menyuruh mengulang menyusun data dan marah-marah, pacar!"
Blushhh!
Semua mata menoleh pada Prilly begitu Ali menyelesaikan kalimatnya dan melihat wajah Prilly yang kemerahan untungnya terpantul sinar matahari yang menyelinap dari tirai jendela yang tak tertutup. Pacar.
Aih. Mereka seperti sedang nonton sinetron romantis dengan hanya melihat dua orang yang saling bertatapan dari ujung meja satu ke ujung meja yang lain. Sandra hampir saja sesak napas. Apalagi Ali tanpa diminta berdiri menarik tali tirai membuat tirai tertutup dan biasan sinar matahari tak mengenai wajah Prilly lagi.
"Baiklah, berapa lama?"tanya Prilly pada akhirnya setelah berhasil menetralkan detak jantungnya.
"Tiga hari bu..." sahut bu Lany.
"Dua hari saja," balas Ali."kerahkan semua staff ibu untuk membantu mengumpulkan data, pekerjaan yang harus dikerjakan setiap hari harus delegasikan pada yang kira-kira mampu supaya tidak terbengkalai!"
Para kepala bagian itu mengangguk paham. Masih mendinglah daripada sehari.
"Satu lagi, banyak gerak jangan banyak bicara supaya semuanya segera selesai, diawasi ataupun tidak diawasi kalian harus bertanggung jawab, jangan membuat dia mengomel dan marah-marah, saya nggak mau wajahnya yang mulus kerutan dini, saya akan tuntut kalian membayar perawatannya karna menyebabkan dia marah-marah dan wajahnya jadi cepat berkerut!" ucap Ali dengan senyum santainya.
Sekali lagi mata Prilly melebar saat Ali mengeluarkan serentet kalimat penuh makna bagi semua orang disana termasuk dirinya. Intinya kalau mau Prilly tidak marah-marah selesaikan tugas dengan baik. Ketika Ali bicara semua melihat padanya sambil mengangguk-angguk dengan wajah menahan senyum dan napas terlihat lega, hingga tak melihat ekspresi Prilly. Begitu mereka menoleh pada Prilly, Prilly berusaha tetap berwajah kaku padahal sumpah mati perasaannya seperti diaduk-aduk.
"Kita ketemu disini dua hari lagi dijam yang sama dengan data yang lengkap, selamat sore!!"
"Baiklah, bu!"
°°°°°°°°
Prilly menghempaskan dirinya di Sofa ruang kerjanya setelah meeting. Kepalanya pusing. Pusing karna tidak bisa marah-marah akibat ada mahluk yang sekarang ikut disampingnya ini. Pusing tapi berganti kebaperan karna si pacar benar-benar memberikan nuansa baru dalam caranya menangani perusahaan.
"Kalau galak itu terkadang mereka takutnya hanya didepan, dibelakang mereka takkan takut malah akan memberontak, menyalahi aturan, tapi kalau segan, dibelakang kita mereka pasti tetap akan segan!"ucap Ali lembut seakan tau isi kepala Prilly yang sekarang bersandar diSofa lalu menutup matanya menenangkan diri.
"Darimana kamu tau?" tanya prilly tanpa membuka matanya.
"Ya dari pengalaman, aku pernah jadi karyawan jadi tau sifat-sifat karyawan yang sering aku lihat disekitarku, kalau sama supervisor galak didepan dia saja anak-anak terlihat takut dan menghargai tapi dibelakangnya mereka semua sinis, kalimatnya lebih kasar dari makian yang dia keluarkan..." jelas Ali lagi.
"Kamu karyawan yang seperti itu juga?"Prilly membuka matanya dan melirik pada Ali yang duduk menaikkan pahanya ke Sofa menghadap padanya yang masih bersandar. Tangan Ali berada diatas sandaran Sofa.
"Aku lebih suka mengatakan didepan orangnya langsung."
"Apa atasanmu tak pernah tersinggung?"
"Kamu sekarang tersinggung nggak?"
"Tersinggung."
"Tapi nggak bisa ngomong apa-apa karna ucapanku benar, iya?"
Prilly terdiam. Benar juga. Tak pernah terlalu bergaul dengan bawahan atau yang biasa dia sebut orang rendahan, tak berkelas dan bukan golongannya membuat dia tak pernah belajar memahami orang-orang seperti itu. Kenyataannya sekarang dia merasa beruntung mendapat masukan dari Ali. Yang bisa membuka pikirannya tentang orang-orang kelas bawah dan bagaimana mengatasinya karna harus diakui kesuksesannya berawal dari tangan-tangan mereka terlebih dahuludisamping kepintaran otaknya berpikir untung mencari profit dari setiap usahanya.
"Tapi staff atau karyawan juga jangan terlalu dimanjakan, terutama yang kelasnya lebih tinggi seperti Kepala bagian-kepala bagian, karna mereka akan ngelunjak memanfaatkan kekuasaannya untuk menjerat bawahannya seperti Pak Boni itu!"
"Ceweknya sama juga kenapa mau?"
"Ya maulah, lebih mudah dapat duitnya!"
"Berarti sama aja dong..."
"Enggaklah, cowok akan segan kalau ceweknya bisa jaga jarak!!"
"Enggak, tetep aja cowoknya gatel nggak bisa lihat jidat licin dan tubuh langsing daripada yang dirumah!"
"Enggak, tetap aja har...."
"Ishhhh, pokoknya untuk yang satu itu aku nggak setuju sama kamu, kalau cuma ceweknya yang disalahin enak aja, trus nanti kamu begitu juga, kalau ada cewek yang nggak jaga jarak sama kamu terus kamu mau selingkuh gitu, hah? Iya?"
Kalimat Prilly yang memotong ucapan Ali berakhir keras menimbulkan keheningan setelahnya. Aih, kenapa tiba-tiba Marah. Prilly merasa keceplosan. Bukannya ini pacar pura-pura?
'Idih, kenapa gue jadi marah-marah trus ngomong begitu sih? keceplosan dah gue, bukannya dia pacar pura-pura ya?' Prilly membatin dengan wajah tersipu sambil menutup mulutnya.
'Gue bingung harus jawab apalagi nih, kenapa dia ngomongnya begitu, bukannya gue pacar pura-pura ya, tapii suka lihat dia begitu, gemesin mukanya, bibirnya minta dicubit!' Ali membatin tak bisa menahan senyumnya.
"Kenapa senyum-senyum??"
Prilly mengejutkan Ali dengan ucapannya yang bernada protes. Ali melebarkan senyumnya melihat wajah Prilly yang memerah seketika.
"Siapa yang senyum-senyum?" elak Ali sambil berdiri dari Sofa dan mengibaskan jasnya yang agak kusut karna duduk bersandar diSofa.
"Ya kamu lah!" sahut Prilly mendongak pada Ali yang berdiri sementara ia masih duduk diSofa.
"Enggak, cuman nyengir doang ada yang lucu!" sahut Ali lagi membuat Prilly menarik bibir bawahnya kedalam dan mengerutkan kening sambil berdiri meluruskan punggungnya didepan Ali.
"Ishh, apanya yang lucu?" Prilly memukul lengan Pria didepannya itu.
"Enggak kok pacar!" senyum Ali tambah tak bisa ditahan melihat raut wajah penasaran Prilly.
"Ihhh, apa nggak??"
Prilly menarik jas Ali gemas. Penasaran apa yang membuat Ali merasa lucu? Ucapannya kah atau wajahnya atau apanya sih? Apa yang dilakukan Prilly pada Ali yang tak siap ditarik membuat tubuh Ali tertarik kedepan dan manabrak tubuhnya. Ali berusaha menahan tubuh mereka agar tak jatuh. Hingga mereka terlihat seperti saling memeluk karna saling menahan tubuh agar seimbang dan tak goyang.
"Kamu harus bisa romantis sama aku didepan semua orang, pacar!"
"Kamu harus bisa meyakinkan didepan Joe kalau kita saling mencintai!"
"Kamu harus bisa bersikap dan kelihatan pintar supaya papi yakin kamu memang pantes mendampingi aku!"
Ucapan-ucapan Prilly saat mereka sama-sama menyepakati perjanjian kerjasama menjadi sepasang kekasih pura-pura melintas diotak mereka ketika tubuh mereka tanpa sengaja tak berjarak dengan mata saling beradu sedikit lebih dalam daripada biasanya. Darah mereka tiba-tiba terasa mengalir lebih cepat.
'Omegat papi, demi apa lutut gue lemes inii...' Prilly merasakan lututnya sedikit gemetar. Padahal berdekatan dengan Joe saja selama ini tak pernah merasa selemah ini.
'Bu, mata dia indah.....' bisik hati Ali. Ali merasa tak bisa mengalihkan tatapan matanya pada mata yang ternyata lebih indah jika tak dibarengi dengan kekerasan.
Bunyi telpon diatas meja Prilly menyelamatkan kecangungan diantara mereka. Prilly meraih gagang telpon dan berbicara.
"Ada apa San?"
"Maaf bu, cuma mengingatkan, sekarang sudah jam 6!" ujar Sandra dan Prilly melirik jam dinding. Jam pulang sudah lewat. Sandra masih ada. Prilly memang mengharuskan Sandra menunggu dia pulang dulu baru bisa pulang.
"Iya tunggu, sebentar lagi saya keluar!"
"kalau pekerjaan Sandra sudah selesai suruh dia pulang duluan saja!" sahut Ali yang masih berada didekat Prilly membuat Prilly mendelik
"Tapi aku nggak mau karyawan aku nanti diam-diam pulang tanpa sepengetahuanku!"
"Yang penting sebelum pulang wajibkan dia pamit padamu, jadi kamu tau dia pulang jam berapa apakah sudah sesuai dengan jam kerja ataukah dia bisa loyalitas terhadap perusahaanmu, pacar!"
Aih. Pacar. Kenapa setiap mendengar kata pacar itu diucapkan Ali rasanya meruntuhkan hatinya yang keras? Seperti karang dilautan yang telah sekian tahun terendam dalam air. Pacar itu seperti air yang meruntuhkan kekerasan batu karang. Ah, Prilly merasa mulai berlebihan.
"Kalau pekerjaanmu sudah selesai, kamu pulang duluan saja Sandra!" ucap Prilly mengalah pada akhirnya.
"Baik bu, terima kasih!" Sandra bersorak dalam hati.
'Asikkk, gue nggak akan menunggu ibu lagi sekarang kalau pulang. Iya kalau ibu pulang cepet kayak beberapa waktu yang lalu, gue bisa pulang tepat waktu, tapi kalau si ibu pulang hampir magrib gue juga harus pulang jam segitu. Omegat, terima kasih babang pacarnya ibu, baik-baik disamping ibu saya ya babang pacar, lengket terus gue doain langgeng dah!' Sandra mengepalkan tangannya berbahagia.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Banjarmasin, 04 November 2016
Maaf, aku baru ingat kalau sekretaris Prilly itu bernama Sandra karna ayahnya di part 5 udah pernah menyebutnya melalui telpon. Jadi yang dipart 6, sekretaris Prilly sdh aku revisi menjadi Sandra juga ya...hehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top