Memilih Cinta*3
Sudah cukup jauh Ali berjalan, Ia baru menyadari kalau surat lamarannya yang terakhir tertinggal. Ali tak menyadari kapan surat lamaran itu terlepas, mungkin saat tiba-tiba dipukul oleh pria sangar itu.
'Ck. Pria dan wanita yang sama, sangar!' Pikir Ali. Bagaimana kalau yang berdua itu berjodoh? Pasti rumah tangganya akan mengerikan.
'Ck. Ngapain mikirin mereka berdua, mikirin hidup gue sendiri aja gue pusing!' pikir Ali lagi.
Sudahlah, kalau soal surat lamaran dia bisa membuat lagi sambil menunggu siapa tahu ada panggilan dari kantor-kantor yang sebelumnya ia masuki hari ini.
"Semoga yang menemukan surat lamaran itu kebetulan seorang pengusaha yang mencari karyawan dan tiba-tiba saja menelpon gue!"
Ali terkekeh sendiri mendengar gumamannya yang terkesan hanya harapan kosong. Sedari tadi dia cuma berdoa dan berharap, tetapi tak satupun hari ini doa dan harapannya terjawab. Dia harus ikhlaskan jika ternyata surat lamarannya ditemukan tukang gorengan, lumayan bermanfaat buat membungkus gorengan jualannya.
'Butuh proses Ali, Allah sedang memproses doa lo, Allah sedang merencanakan sesuatu buat lo...' hati kecil Ali berkata menenangkan.
'Allah nggak menjawab kebaikan lo dengan kebaikan, lihat saja, bukan pekerjaan atau kebaikan yang lo terima tapi lo dipukul orang!' hati disisi kiri mulai memasang tanduknya.
Ali meraba sudut bibirnya. Perihnya makin terasa. Sampai dirumah ini mungkin sudah kelihatan tak bisa ditutupi. Ibu pasti khawatir melihatnya.
"Lo juga, kenapa sok jadi hero deketin orang ngamuk?? Nggak bisa lo cuek aja gitu??"
Pertanyaan berupa omelan yang diterima saat berbuat baik terngiang ditelinganya. Terkadang memang begitu. Niatnya membantu ujungnya malah jadi buntu. Jangankan ucapan terima kasih. Berucap dengan kalimat yang baik saja jauh sekali. Ada ya ternyata seorang gadis yang bertolak belakang dengan ibunya. Ibu seorang wanita yang lembut hati dan prilakunya. Ali sampai berdoa semoga dia menemukan gadis sebaik ibu. Yang sabar ketika ditinggalkan ayah. Yang tekun membesarkan Ali penuh kasih sayang.
"Stop depan ya, pak!" Hampir saja jalan menuju rumahnya terlewat. Ali turun dari angkutan dan membayar biayanya.
Berjalan menuju rumahnya sekitar 300meter lagi. Ali menggulung kemeja putihnya yang belum terlihat lusuh karna ibu yang membantu merawatnya. Mencucikan dan sekaligus menyetrikakan. Ibu bilang, baju orang lain saja ibu rawat dengan mencuci dan menyetrikanya apalagi baju Ali.
"Tapi oranglainkan bayar, bu, wajar saja," tukas Ali waktu itu.
"Bayar ibu dengan kasih sayang dan prilakumu yang baik saja, Li!" Ibu tersenyum. Senyum yang membuat Ali merasa harus mempertahankannya dengan kebahagiaan.
Tapi hari ini, masih juga belum ada secercah harapan yang bisa ia ceritakan pada ibunya.
"Assalamualaikum!" Ali memasuki beranda rumahnya dan melihat ibu duduk dikursi.
"Wa'alaikumsalam, alhamdulilah sudah balik, ibu cemas menunggu Ali!"
"Iya, nunggu angkutan agak lama bu!"
"Kenapa wajahmu?"
Ali memegang wajahnya. Ck. Kenapa harus lupa sih? Harusnya ia tadi cepat-cepat masuk dan mandi setelah mencium tangan ibu.
"Itu bu..."
"Kenapa? Ali berantem?"
"Bukan bu, tapi nggak sengaja..." ragu Ali menjawab.
"Nggak sengaja gimana?" tanya ibu penasaran.
"Tapi ibu janji kalau Ali cerita jangan khawatir ya..."
"Ibu lebih khawatir kalau ibu tak tau apa-apa tentang anak ibu."
Akhirnya Ali menceritakan kejadian yang dialaminya tadi. Bicara pada ibu tentang hal apapun itu bisa membuat perasaannya lebih baik.
"Jadi ketemu dia lagi? jodoh banget sih, Li!" Celetuk ibu.
"Ibu jangan ngomong begitu, Ali ogah berjodoh sama dia, dia nggak seperti ibu yang lembut dan sabar, dia kasar bu......" sela Ali cepat mendengar ibunya bicara jodoh.
"Jangan membandingkan, setiap wanita itu memiliki sisi kelembutan, pasti ada alasannya kenapa dia memiliki sifat seperti itu.."
"Nggak penting mencoba mencari alasan kenapa dia seperti itu, bu, yang jelas Ali nggak pernah mimpi mencintai gadis seperti dia, seram!"
"Hmmmm, takutnya nanti kemakan omongan......"
"Ibu ini, Ali tu nggak mungkin mimpi nggak masuk akal bu, kelas Ali dan kelas dia berbeda, lagian udah jelas ibu tau, dua kali berinteraksi sama dia, dua kali juga insiden, bu, jauh banget deh dari cerita bertemu dan jatuh cinta......" tukas Ali lagi.
"Kan tadi ibu nggak ada bilang saling jatuh cinta, cuman ketemu terus, jodoh banget gitu, kenapa Ali langsung terbawa perasaan?" Ibu tersenyum melirik Ali yang bersandar disandaran kursi.
"Cumam komplin aja ibu ngomong gitu pas magrib, takut terkabul doanya, yang jadi harapan Ali sekarangkan semoga bisa bahagiain ibu dan berharap bisa nemuin cewek sebaik, selembut, sesabar, setegar dan sayang sama ibu, pasti Ali juga akan bahagiain dia...." lirih suara Ali sambil melirik ibunya.
"Aamiin Ya Allah, tapi Ali juga harus ingat terkadang Tuhan memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita harapkan....."
Ali menerawang. Kalau bicara kebutuhan, tentu Ali sekarang cuma butuh pekerjaan dan penghasilan bukan butuh seorang gadis mendampinginya. Lagipula gadis mana yang mau menjadi pendampingnya sekarang? Pria yang tak punya apa-apa. Memang uang bukan segalanya, tak cuma uang dan harta yang bisa membahagiakan tapi harus diakui segalanya butuh uang dan Ali harus berjuang keras untuk itu.
"Mandi, Li, sholat magrib dulu, imamin ibu, setelah itu ibu siapin makan ya!"
Ali mengangguk dan beranjak berdiri. Rasanya sudah gerah juga seharian keringat kering dibadan dan perutnya juga sudah terasa perih karna belum menyentuh makanan sedikitpun.
°°°°°°°
Prilly memandang surat lamaran yang ada dalam genggamannya.
Aliandra, 24tahun, sudah pernah bekerja selama 2tahun menjadi pramuniaga mini market, 3tahun sebagai pelayan restoran, pernah kuliah tapi tak selesai.
Prilly membolak-balik nilai ijazahnya. Nilainya bagus-bagus. Rupanya dia pintar juga tapi sepertinya karna tak punya biaya dia nggak bisa melanjutkan kuliahnya lagi. Hmmm. Prilly mengetuk-ngetuk stir mobilnya. Jadi tadi dia melamar kerja? Mungkin ditolak karna fotocopy ijazah yang ia lampirkan hanya ijazah SMA sedangkan ia sudah menetapkan aturan diperusahaannya agar memperkerjakan orang minimal D1 untuk posisi paling rendah. Maksudnya supaya lebih berpendidikan dan elegan meskipun hanya seorang petugas bersih-bersih.
Sepanjang perjalanan, entah kenapa pikiran Prilly pada Ali. Terlebih ketika menyentuh dadanya. Ada bros dari benang wol berwarna pink. Bros yang tadinya dia katakan barang busuk.
"barang busuk itu cuma lima ribu harganya tapi bisa menutupi bra seharga limaratus ribu dan menutupi barang tak ternilai harganya yang disangga bra mahal itu!"
Kalimatnya masih terngiang ditelinga Prilly. Dia benar. Biarpun murah Bros harga limaribuan ini membuat sesuatu yang harusnya tak terlihat oranglain tertutup. Sedangkan Bra yang mahal harganya akan jadi merendahkan harga diri jika terlihat mata oranglain.
"Gadis kecil papiiii, kau terlambat satu jam!!!!"
Suara keras menggelegar menyambut Prilly ketika baru saja selangkah memasuki pintu. Blazer yang tadi dilepaskan dan digantung dengan hanger dijendela mobil terjatuh dari dekapannya.
"Papiiiiiiiiiiiii........" Prilly tak kalah nyaring berteriak. Agak mendrama karna kangen pada Papinya yang betah diluar negri. Tak peduli bentakan orangtua itu karna dia dianggap terlambat.
Prilly memeluk papinya erat-erat. Benar-benar kangen.
"Papi nggak bisa napas, anak nakallll!!!"
Bik Sar terlihat menutup kuping. Mumpung dua orang itu tak melihatnya makanya Bik Sar berani menutup telinga. Bapak sama anak sama-sama punya suara beroktav-oktav tingginya. Salah satunya saja yang berada dirumah suaranya sudah memenuhi ruangan apalagi sekarang kedua-duanya lengkap. Bik Sar memgelus dada.
"Idihhhh papi ini nggak romantis banget, sesekali lah pi papi itu romantisin aku jangan galakin aku melulu, akhirnya kan aku juga jadi galak kayak papiiii!!"
"Kalau mau romantisan sama pacar, mana si Joe??"
"Ngapain cari dia, dia yang bikin aku terlambat pulang kerumah, papi tau?"
"Papi yang suruh dia jemput kamu dan bawa kamu segera kesini!!"
"Aku ogah dijemput dia, aku bawa mobil sendiri!"
"Mobilkan bisa minta anterin sama supir kantor kamu siapa tu namanya si Dirman!"
"Tapi aku ogah kalau dijemput Joe! Aku udah ilfil sama dia, papi jangan maksa-maksa terus biar aku sama dia, aku sudah nggak mau!!"
"Heiiii, disini papi yang nentuin!"
"ENGGAK MAU!!!"
"Pokoknyaaa....."
"Nggak ada pokok-pokokan, aku enggak mau!!"
"Haiiiiiii, perusahaan kita itu udah punya banyak cabang dimana-mana, lama-lama papi ini udah tua dan nggak bisa lagi diajak tukar pikiran, kamu udah harus bersuami, yang selevel dan pintar!!!"
"Tapi Joe juga bukan pilihan yang tepat pi, dia itu memang selevel tapi bodoh!!"
"Kenapa kau bisa katakan dia bodoh? Dia saja sudah memimpin tiga perusahaan ayahnya dan mampu meningkatkan nilai jual perusahaannya!"
"Itu karna dia bermain licin, papi, dia itu licik, curang dan dia itu kurang ajar, apa bagusnya anak seorang anggota DPR dibandingkan dengan putrimu ini??"
"Licik itu pintar, kalau tidak pintar dia tidak bisa berpikir bagaimana dia harus melakukan kelicikan demi menggenggam dunianya..."
"Dia belum kena batunya saja pi, aku yakin kepintaran itu lebih penting daripada kelicikan...percaya sama aku!!" Prilly mendebat ayahnya dan itu membuat orangtua didepannya nampak gusar.
"Licik itu bagian dari bisnis, kau tau!!!"
"Tapi licik akan dikalahkan dengan smart, pi!!" bantah Prilly dengan suara sama keras dengan ayahnya.
"TUNJUKKAN PADAKU SIAPA YANG BISA MELUMPUHKAN KELICIKAN DENGAN KEPINTARANNYA!!"
Papinya berteriak didepan wajah Prilly membuat gadis itu bergidik.
"Papi jahatttt, sudah nggak pernah nyayangin aku sikapnya kasar pula! Aku benci sama papi!!!"
Suara Prilly yang bergetar menahan tangis dan segera ingin beranjak membuat papinya tersadar kalau gadis kecilnya tersakiti dengan ucapannya.
"Maafkan papi!"
"Papi nggak mau ngerti aku, papi egois, kalau kayak gini mending aku ikut sama-sama mami aja ke surga, biar papi sendirian didunia ini bergelimang harta papi, aku nggak butuh harta papi!!!"
Prilly menangis dan memukul papinya ketika orangtua itu memeluk tubuhnya. Untuk apa beliau datang menengoknya kalau hanya untuk menyakiti hati saja?
"Papi itu jahat, cuma mami yang menyayangi aku, mami yang selalu memeluk aku kalau aku sedang sedih, sekarang saat mami sudah nggak ada, papi justru selalu meninggalkan aku, papi nggak pernah merhatiin aku, nggak pernah mau tau aku butuh apa selain harta, aku butuh kasih sayang papi, papi tau hah??"
Prilly menyelesaikan kalimat disertai isakannya dengan dada yang turun naik. Apa yang selama ini ada dalam benaknya ingin ia kuras habis saat ini juga. Pria dihadapannya hanya menghela napas menyesal dan menggeleng.
"Papi pasti nggak tau karna papi hanya tau menuntut aku menjadi seperti yang papi mau, iyakan? Papi itu egois...!!"
Prilly menunjuk-nunjuk dada papinya dengan airmata yang mengalir tanpa berhenti.
"papi tau, terkadang aku ingin mamiku kembali, aku mau mami tetap sama-sama akuu, supaya aku tenang kalau punya masalah, supaya aku bisa memeluknya setiap aku butuh pelukan, atau kalau tidak aku saja yang menyusul mamiku, aku mau mamiku, piiiii!!"
Tak ada yang lebih pedih ketika kita sedang merasa sedih dan kecewa lalu ingin menangis dalam pelukan seseorang tetapi orang tersebut telah tiada.
"Sudah jangan menangis, jangan sebut mami lagi, papi minta maaf, jangan bicara begitu, jangan tinggalkan papi sendirian!!" Papi meraih tubuh Prilly dan kembali memeluk putrinya yang baru kali ini mengungkapkan perasaan yang selama ini disimpannya sendirian.
"Papi saja meninggalkan aku sendirian, sekarang saja papi ingin menyerahkan tanggung jawab pada oranglain, papi menyuruh aku menikah hanya karna papi tidak mau mengurus aku lagi kan? Iyakan?"
"Bukan begitu gadis kecil, papi menyayangi kamu, papi cuma ingin ada yang menjagamu saat papi tidak disini, karna kalau terus disini papi selalu terkenang mami, kamu mengerti?"
Prilly tak menjawab, hanya terisak sakit hati. Kenapa didunia ini tak ada yang bisa menyayanginya tanpa meminta sesuatu yang tak bisa dia berikan? Kenapa harus ada timbal balik didunia ini? Kenapa tak ada keikhlasan? Kenapa harus ada apanya bukan apa adanya?
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Banjarmasin, 30 Oktober 2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top