Memilih Cinta*13

Keluar dari ruangannya sepeninggal Joe, Prilly menemukan Sandra duduk manis ditempatnya. Mungkin Sandra juga sedang menunggu untuk pergi istirahat makan atau menunggu catering yang biasa diantar untuknya.

"San, saya pergi dulu....." pamit Prilly ketika melewati Sandra.

"Ya bu, bapak udah nunggu...." sahut Sandra sambil mengangguk hormat pada Prilly.

"Iya saya tau, eh, darimana kamu tau bapak udah nunggu? Memangnya dia telpon kamu!" Prilly keheranan menghentikan langkahnya memandang Sandra.

"Lho, tadi bapak datangkan bu, tapi melihat ibu ada tamu bapaknya nggak jadi masuk lalu turun lagi!"

Prilly mengeryitkan alisnya. Ali datang?

'Yah, kayaknya babang pacar cemburu nih sama babang mantan ibu, lagian babang mantan juga ngapain gangguin orang bakal kawin, aduhhh, emang nggak seneng gue sama babang mantan dari dulu sok banget...' Sandra menggerutu dalam hati melihat wajah Prilly yang terkejut karna diberitahu ada Ali tadi.

Prilly melangkah menuju lift dengan dada deg-degkan. Apa ya nanti kata pacar kalau ketemu? Apa dia lihat Joe meluk gue?

Ketika keluar dari Lift yang membawanya turun, Prilly langsung menemukan mobil Ali dengan mesin menyala dan siap meluncur.

Prilly membuka pintu mobil dan mencoba tersenyum.

"Maaf ya lama..."

"Gak papa..."

Padahal bayangan Prilly bertemu Ali hari ini akan asik. Kangen karna beberapa hari ini waktu mereka tak bisa selalu bersama. Mereka membagi tugas untuk menyelesaikan persiapan pernikahan. Tidak mengerjakan tapi memantau semua persiapan pernikahan yang diserahkan pada Wedding Organizer.

Ternyata ini diluar ekspetasi. Malah ada Joe datang ke kantor memberikan informasi nggak sepantasnya dikatakan oleh seorang pria gentle yang katanya pintar dalam berbisnis.
Ditambah lagi Ali ternyata naik keatas karna mungkin menunggu lama. Prilly jadi bingung sendiri saat mereka berdua menjadi canggung.

"Kamu sudah makan?"

"Belum."

Ali dan Prilly mengucapkan kalimat pertanyaan dan jawaban yang berbarengan menambah rasa canggung diantara mereka.

"Mau makan dulu?" tanya Ali akhirnya.

'Baru juga gue mau ngomong begitu,' bisik Prilly dalam hati. Kepalanya mengangguk menatap Ali. Janji sama Lucky jam setengah dua, tadi dijemput Ali memang ada rencana makan siang bareng-bareng dulu baru fitting.

"Tapi jangan diboking tempatnya!"

"Iya."
Prilly tersenyum malu teringat pertama bertemu satu restoran dia boking tempatnya supaya tak ada yang bisa masuk dan membuat dia merasa berisik.

"Makannya ditempat yang kita lewati aja ya jangan pilih-pilih!"

"Iya."
Prilly menggangguk lagi.

Ali membelokkan mobilnya memasuki sebuah restoran dan memarkir mobilnya.

"Indonesian Food, nggak papa?"

"Iya."

"Daritadi iya-iya melulu?"

"Ya kan aku terserah pacar, kan aku bilang aku akan patuh sama kamu!"

"Ohh..."

"Ihh, kenapa wajahnya nggak percaya banget gitu sih?"

Ali menggeleng dan tersenyum sambil bersiap turun dari mobil. Setelah turun Ali menunggu Prilly didepan pintu mobil dan mengulurkan tangan yang disambut Prilly lalu berbarengan masuk kedalam restoran dengan tangan yang saling menyelip.
Prilly melihat kearah selipan jari mereka yang erat terayun lalu beralih kewajah Ali. Ali terlihat tersenyum tenang, rasanya perasaan Prilly pun lebih tenang.

"Yahhh kenapa sausnya langsung dimasukin?"

Prilly memandangi 'Mie Bancir' menu pesanannya. Disebut seperti itu karna kata Ali Mie ini antara mie goreng atau mie kuah karna kuahnya sedikit saja.

"Nggak suka?"

"Saosnya langsung dicampur, ada bawangnya juga, bukannya tadi udah dikasih tau jangan dikasih bawang!" Prilly mendorong piring berisi mie itu dan mulai badmood karna makanan yang tak sesuai dengan pesanannya.

Ali meraih sendok yang berada disamping kanan piring lalu menyisih bawang goreng dan saos yang sudah terlanjur dimasukkan diatas taburan irisan telur rebus dan suir ayam yang melengkapi menu tersebut.

"Tinggal sisih yang tak suka dan nikmati yang disuka!" Ali memotong tumpukan Mie dan mengambil dengan sendok ditangannya itu lalu mengangkat sendok mengarahkan kemulut Prilly.

"Aaaa, buka mulutnya!" Ali menunggu dengan tangan yang mengambang karna Prilly tak juga mau membuka mulutnya dan malah mendengus kesal.

"Ya udah, rezekimu buat aku!" Ali menyuap kemulutnya. Prilly melengos tak juga luluh. Susah membuat moodnya kembali dan itu sudah menjadi sifat buruknya. Kalau saja tidak bersama Ali dia pasti akan berteriak pada orang yang dianggapnya salah telah menyuguhkan menu yang tidak sesuai dengan pesanannya. Atau mungkin juga ketidak luluhan ini karna Ali tak mengeluarkan jurus andalannya mengakhiri setiap kalimat dengan kata 'pacar' yang selalu bisa meluluhkan hatinya. Dan sepertinya Ali tak punya niat memperdengarkan kata itu ditelinga Prilly.

"Kalau mempertahankan sikap seperti itu dihadapan rezeki, rezekimu bisa lari, nona arogan!" Ali justru membuat Prilly bertambah tak nyaman dengan sebutan nona arogannya.

"Kauuu!!" Prilly melebarkan mata mendengar sebutan paling sinis ditelinganya itu.

"Aku juga memiliki keterbatasan dalam kesabaran!" balas Ali.

"Jadi kamu sudah tidak mau mengajari aku sabar?" tanya Prilly dengan suara bergetar.

"Apa aku nampak seperti itu? bukannya nona yang berkeras tidak mau sabar, aku tidak bisa memaksakan diri berharap nona bisa sabar kalau nona sendiri tidak berusaha!" Ali kelihatan marah sekarang.

Prilly menatap Ali dengan mata berkaca. Ali marah. Kesabarannya sepertinya sudah hilang. Ali tidak terlihat seperti Ali yang biasanya selalu membuat dirinya luluh dengan kalimat manisnya.

Entahlah. Ali merasa terbawa perasaan karna seketika bayangan Prilly tak menolak dipeluk Joe membuat pikirannya kalut. Apa Prilly sebenarnya masih mencintai Joe? Apa Prilly cuma dendam pada Joe hingga ia ingin membuktikan pada pria itu dia bisa mendapatkan orang lain dengan mudah? Orang kaya kan biasanya hanya peduli pada gengsinya bukan pada perasaannya? Tentu Prilly gengsi mengakui kalau sebenarnya ia masih mencintai Joe dan akan puas setelah bisa membalas sakit hatinya.

'Seharusnya gue yang tau diri, gue cuma diperalat dari awal, seharusnya gue tak membiarkan diri gue jatuh dalam perasaan memiliki sesungguhnya!' bisik hati Ali nelangsa. Dia tak mau mengakui atau tak mentadari kalau dia sekarang sedang cemburu.

"Mbak!" Ali mengangkat tangan memanggil pelayan yang tadi menerima dan mengantar pesan mereka.

"Iya, Pak?" tanya pelayan itu setelah mendekat.

"Tolong bungkus saja makanannya!" Pinta Ali. Sepertinya selera makannya pun jadi hilang.

"Baik, Pak!"

"Lain kali perhatikan pesanan dengan baik jangan sampai salah, orang datang kesini untuk makan enak sesuai selera, kalau tidak sesuai selera orang bisa badmood dan tak jadi makan seperti dia, kalau dia tidak jadi makan artinya mbak membuat dia berpotensi terserang penyakit karna perutnya kosong!!" Ali meluapkan emosi jiwanya yang tertumpuk.

"Maaf, pak!" Si pelayan tertunduk dan segera ingin mengambil dan mengangkat makanan yang ada didepan mereka. Prilly saja ikut bergidik takut.

"Sudah mbak, jangan dibungkus!"

"Gimana, bu?" tanya pelayan itu tak mengerti dan takut salah lagi.

"Nggak usah dibungkus, saya mau makan disini aja!"

Ali hanya diam saja tak berkomentar ketika Prilly menahan pelayan itu membawa makanannya lalu memakan makanan yang tadi sempat membuat ia badmood.
Baru kali ini Prilly melihat Ali marah. Ternyata lebih menyeramkan daripada papinya.
Akhirnya mereka menghabiskan makanan dihadapan mereka masing-masing dalam keadaan hening.
Ada perasaan sedih dalam batin Prilly dengan perubahan sikap Ali yang tak sesabar sebelumnya. Apakah Ali sudah mulai bosan bersandiwara? Bosan bersikap manis padanya karna merasa semua ini memang sandiwara? Prilly kalut memikirkan jika semua itu benar. Ia takut kehilangan perhatian dan sikap romantis Ali yang ditunjukkan didepan umum bahkan saat mereka sedang berduaan.

'Gue bisa menyesal seumur hidup gue kalau tak bisa berubah menjadi lebih sabar!'

°°°°°°°°

"You nampak cantik dengan gaun ini, nanti semua mata pasti tertuju sama you, barbie mungil!" Seru Lucky mengagumi Prilly yang sedang berdiri didepan cermin dengan gaunnya. Pas. Tidak perlu diapa-apakan lagi.

"Benarkah?" Prilly mematut dirinya dicermin lagi. Memang cantik. Impiannya menikah dengan memakai gaun pengantin terbaik, indah dan mewah pilihannya akan terwujud.
Tapi sayang hanya gaun yang sepertinya akan sesuai sementara kehidupan rumah tangganya tak bisa seperti impiannya.

"Tentu benar barbie, coba saja tanya sama si cute you, iyakan cute?" Lucky berkata sambil menoleh pada Ali. Ali juga sedang memakai jas yang serasi dengan gaun istimewa Prilly. Anak buah Lucky sedang memeriksa kekurangan jas itu.
Prilly menatap pada Ali. Wajahnya masih tak menunjukkan perhatian. Tak ada komentar yang membuat ia bertambah bangga memakai gaunnya.

Prilly merasa benar-benar sedih. Ali benar-benar sudah berubah. Tak ada lagi senyum ketulusan yang terlihat dari bibirnya. Wajahnya terlihat dingin. Tak terasa airmata Prilly meleleh dari bolanya yang berkaca.

"Barbie, ada apa? Kenapa menangis?" Lucky mengeryitkan alis menatap Prilly melalui cermin. Prilly cepat menahan air yang begitu saja mengalir memenuhi wajahnya.

"Enggak Luck, aku cuma sedang merasa terharu karna akhirnya bisa memakai gaun terindah saat pernikahanku..." sahut Prilly berbohong.
Sebenarnya Ali juga terkejut mendengar ucapan Lucky dan diam-diam mencuri pandang kearah Prilly. Kenapa Prilly menangis? Apakah ia sudah menyakiti hati gadis itu dengan kemarahannya yang berlebihan tadi? Ah tidak, Ali segera menepis dan beranggapan bahwa tangisan Prilly karna ia merasa akhirnya benar-benar lepas dari Joe yang masih dicintainya.

"Kalian akan menjadi pengantin yang serasi, you harus bangga karna you dan gaunnya sama cantik berkelas," ucap Lucky lagi."betulkan, cute? Tanya Lucky pada Ali membuat Ali yang sedang melamun terkejut.

"Iii...yaa...Lucky benar nona arogan!"
Sahut Ali keceplosan nona arogan lagi.

"Nona arogan?" tanya Lucky heran.

"Ya, panggilan kesayangan dia buat aku Luck, nona arogan, maniskannn?" seloroh Prilly dengan nada biasa pada Lucky untuk mengelabuinya.
Ali sangat tau Prilly paling tak suka disebut nona arogan dan Prilly merasa sepertinya Ali sengaja tak ingin lagi bersikap manis padanya. Kenapa harus ada kebaperan seperti ini menjelang pernikahannya? Prilly menggeleng sedih.

°°°°°°°°

"Kau cantik banget dengan kebaya ini, sepupu mungil, tapi wajahmu kenapa sedih begitu?" Senyum Edward yang tadinya mengembang ingin menggoda Prilly seketika hilang melihat raut wajah Prilly yang terlihat muram.

Ijab kabul akan segera dilaksanakan. Dari kamarnya Prilly mendengar suara mikropon yang berdenging sebelum terdengar suara penghulu berbicara.

"Kenapa?" Edward mengulang pertanyaannya yang belum terjawab. Prilly menggeleng lagi.

"Cuma sedih...."

"Iya aku tahu, tapi kenapa?"

"Ingat mami, mami nggak lihat aku hari ini terlihat sangat cantik, padahal aku dulu berkhayal saat menikah mami akan ada disampingku, Ed!"

Prilly tidak sepenuhnya berbohong. Ia sekarang sedang sedih termasuk karna ketidakhadiran maminya.

"Aku tau karna itu juga tapi kelihatannya ada yang lain selain itu..."

"Aku tak percaya pernikahan ini hanya terpaksa!"

"Sebetulnya menurutku tidak terpaksa, kalian tak menyadarinya saja!"

"Aku kehilangan senyumnya, Ed!"

"Aku lihat masih ada..."

"Didepan kalian iya tapi tidak jika hanya bersamaku!"

"Sepupu mungil, Allah sudah tentukan jodohmu, ada hikmah dibalik ini semua, percaya sama sepupumu ini!"

Prilly menundukkan wajahnya. Ia berharap begitu.

"Kalian hanya tak mau mengakui saja, kau gengsi, dia tau diri, itu saja yang menjadi dinding pemisahnya!"

"Tapi aku ini wanita Ed, wajar saja gengsi seharusnya dia bisa memahami perasaanku!"

"Kau juga harus memahami perasaannya, dia pasti menyadari dirinya siapa, dia merasa tak pantas buatmu, tapi karna ini perjanjian dia menjalani semua ini demi kau dan ibunya, dua orang yang paling disayangi saat ini, itu pendapatku!"

Prilly membuang pandangannya keluar jendela.

'Sepertinyaaa kau benar, Ed, tapi belum tentu dia berpikiran yang sama!' bisik hati Prilly.

"Semangat sepupu mungil, jangan biarkan Joe melihat kau sedih dihari pernikahanmu, dia harus melihatmu sangat bahagia hari ini!" Edward menepuk dan mengusap bahu Prilly memberi semangat.
Sepertinya Prilly baru menyadari, Edward terlihat berbeda saat ini. Setelah menikah dia semakin dewasa saja bahkan sekarang sudah melepas lo-gue diantara mereka.

"Terima Kasih, Ed!" Prilly membalas pelukan Edward. Rasanya cukup tenang dipeluk sepupu yang tentu saja seperti kakak baginya.

Terdengar suara Ali mengucapkan ijab kabul digenggaman ayah Prilly yang dipandu penghulu. Sejenak mereka terdiam mendengarkan suara Ali yang lantang dan membuat nadi Prilly berdenyut cepat.

"Barakallah....."

"Selamat, Prilly sepupu mungilku sekarang menjadi seorang istri, apapun tujuannya kau sekarang menjadi tanggung jawab Ali dan kau harus tetap menjaga kehormatan dia ya!"

Prilly mengangguk dengan mata berkaca. Ucapan terima kasih tak terhingga pada semangat dan nasehat Edward tak bisa dikeluarkan melalui vita suaranya.

"Prilly, suamimu menunggu dibawah!" Christine muncul didepan pintu dan segera masuk lalu membantu Prilly berdiri.
Prilly begitu gugup melangkah keluar kamar dan menuruni anak tangga demi anak tangga diapit Edward dan Christine.

Sementara Ali dibawah sana menengadah menanti gadis yang baru saja dinikahinya itu dengan perasaan yang sama.

"Betulkah itu wanita yang kau pilih untuk dinikahi tadi, saudara Ali?" Suara pembaca acara terdengar membuat Ali yang menatap Prilly tak berkedip mengangguk sambil tersenyum.

"Siapa namanya?"

"Prilly Agatha Subrata."

Ali menyambut Prilly ketika sudah berada dianak tangga terakhir dengan menyebut namanya. Tangan mereka yang dingin saling menggenggam kini.

"Prilly Agatha, benarkah dia yang kau pilih untuk menjadi suamimu?" tanya pembawa acara pada Prilly.

"Iya," sahut Prilly.

"Siapa namanya?"

"Aliandra Yusuf."

"Dipandang dulu supaya tidak salah!"

Ucapan pembawa acara membuat yang hadir tersenyum. Ya tidak salahlah. Ada-ada saja.

"Prilly, dicium dulu tangan suami jangan pegangan saja!"

Prilly mengangkat tangan Ali yang sudah menggenggamnya sejak tadi dengan kedua tangan lalu menunduk menciumnya sambil memejamkan mata.

'Aku telah memilih dia, selama dia  menjadi suamiku, aku akan berusaha menjaga kehormatannya!'

"Ali boleh cium kening istrinya tapi jangan lama-lama, kalau mau lama nanti malam saja dikamar, mertua dilarang bolak balik ya didepan kamar pengantin!"

Semua yang hadir tak bisa menahan tawa sementara kedua mempelai hanya bisa tersenyum tertahan.
Ali menunduk mencium kening Prilly sambil menutup matanya.

'Acara ini tetap sakral, dia istriku sekarang, dan aku akan menjaganya selama dia tetap memilih berada disisiku!'

Pernikahan itu tetap menjadi hari yang sangat bersejarah bagi mereka berdua. Suasana haru dan bahagia yang terpancar dari tamu yang hadir membuat mereka melupakan sejenak kegundahan hati.

Doa dan harapan tamu yang hadir tetap mereka amini. Karna tak ada yang lebih baik dari doa yang terbaik ketika kita mengamininya.

"Selamat menempuh hidup baru Ali dan Prilly, semoga sakinah, mawaddah, warahmah dan menjadi pasangan abadi didunia maupun diakherat kelak ... "

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Banjarmasin, 10 November 2016

Republish, 20 April 2020
Tanpa edit dan tanpa revisi.
5hari sampai hari Jumat, 24 April 2020. Untuk menemani selama #dirumahaja akibat pandemi covid19

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top