Memilih Cinta*1
Satu kata untuk gadis itu, cantik. Tapi angkuh. Luar biasa angkuhnya. Semua tempat diboking semua saat dia masuk dan ingin makan disebuah restoran. Dia tak ingin saat dia makan ada orang lain masuk dan membuat berisik sekitarnya. Semua pelayan melayaninya. Dan dia cerewet sekali. Semua pelayan menggerutu tak terkecuali seorang pria yang sedikitpun tak mau mendekatinya.
"Ali, kenapa lo nggak nganterin makanan yang lo siapin buat si sangar itu?"
"Gue males cari perkara, ntar kayak Toni gara-gara memandangnya nggak kedip-kedip aja dia dipecat, gue butuh kerjaan gue..." jawab Pria bernama Ali itu menatap malas pada temannya.
"Hehh, kamu hati-hati ya sama saya, coba lihat, kenapa kuahnya nggak dipisahin? Bukannya kamu sudah tau saya kalau kesini makannya gimana??"
"Maaf mbak, saya tidak tahu..."
"Saya nggak peduli, harusnya karyawan disini semuanya sudah tau bagaimana saya dan apa maunya saya!!"
"Ma...maaf..."
"Mana MANAGER-nya?? Saya mau komplin!!"
Ali yang melihat kejadian itu seketika tergerak mendekat. Sudah keterlaluan Nyonya ini. Masa gara-gara kuahnya tidak dipisahkan komplinnya kayak dikasih racun saja.
"Permisi, ada yang bisa saya bantu?"
"Kamu siapa???"
"Saya..."
"Kalau bukan MANAGERnya saya tidak mau bicara!!!" ucapan wanita ini terdengar kasar, seakan tidak menghargai orang yang dianggapnya rendahan. Padahal kalau bukan karna ada orang rendahan tentu yang namanya orang berkelas juga tidak ada.
"Maaf nyonya saya cuma mau meluruskan saja, saya yang salah bukan dia, jadi nyonya boleh marah ke saya saja, saya tadi yang mencampur kuah itu karna memang disini aturan dalam penyajian makanan untuk soto banjar tidak dipisah....." Ali mencoba menjelaskan dengan sopan pada makhluk didepannya. Cantik tapi Kasar.
"Itu aturan kamu!! Saya mau pakai aturan saya, gimana sih kamu??" ucapannya semakin kasar dan menekan saja.
"Maaf Nyonya anda ini sebenarnya terhormat dan elegan kelihatannya, tapi ternyata cuma kelihatannya saja, kenyataannya ternyata anda ini bukan elegan tapi arogan.....!"
Wanita didepannya melebarkan mata dengan darah yang langsung naik ke kepala. Bukan hanya karna dikatakan AROGAN tapi panggilan pria didepannya ini padanya NYONYA. Apakah dia setua itu dimatanya? Ini NONA bukan NYONYA.
"Maaf tuaannn... siapa..." Wanita itu melirik name tag yang menempel didada kiri pria itu,"Aliandra, ya kau TUAN, jangan sembarangan menilai saya, saya AROGAN karna saya punya kuasa, saya ini customer yang bisa beli restoran ini kalau saya mau, lagipula anda harusnya banyak bergaul karna semua orang disini sudah tau saya ini NONA PRILLY, bukan NYONYA, anda paham??"
"Pantas saja, anda sepertinya killer sekali, belum tersentuh cinta? belum ada yang mau? Hmmm pantas, kurang kasih sayang rupanya!!"
Ali juga tak tahu, kenapa dia begitu berani menghina gadis didepannya ini? Padahal baru saja dia bilang pada Doris teman yang tadi menyuruhnya melayani gadis ini kalau dia tak mau cari perkara karna masih membutuhkan pekerjaan tapi tiba-tiba saja dia berani mencari perkara pada gadis yang kelihatannya sangar didepannya. Ali tak tahan karna tak seharusnya wanita cantik dan berkelas menganggap dirinya terlalu tinggi. Itu sudah tak bisa didiamkan. Masa setiap mampir ke restoran semua pelayan takut melayaninya? Terlebih ia sudah memaki Lidya pelayan cantik yang sudah menjadi rekan kerja Ali selama limabulan ini dan yang sejak pertama berkenalan sepertinya menunjukkan perhatian lebih, dan Ali tak mau gadis yang peduli padanya dihina didepan matanya.
"Heiiiiiiii......ANDA...!" Wanita itu bertambah marah. Lihat saja matanya melotot seperti mau keluar dari tempatnya. Telunjuknya mengarah kewajah Ali dan tak lama mengepalkan tangannya dengan wajah merah padam. Penghinaan!!
"Maaf Nona Prilly Saya manager disini, ada yang bisa saya bantu?" Pak Ridwan manager restoran menghampiri mereka dengan wajah pucat dan sempat memandang Ali dengan tatapan marahnya.
"Ya, saya memerlukan bantuan anda Pak Manager!!"
"Iya nona, maaf atas ketidak nyamanan ini, apa yang bisa saya bantu...?"
"PECAT dia!!"
Sebenarnya Ali sudah tau. Gadis arogan ini akan melanjutkan aksinya. Resiko pahit. Ali sudah tau resikonya menghina pelanggan akan dipecat. Apakah ia merasa bodoh? Tidak, justru ia puas mengeluarkan isi hatinya. Sudah terlalu sering gadis didepannya ini menyakiti hati pelayan yang lain tanpa perlawanan. Justru kali ini ia merasa menang.
"Ali, maaf ya karna bela gue, lo dipecat..."
"Nggak papa, gue ikhlas, gue nggak mau lihat lo dihina didepan mata gue!"
"Harusnya kita sudah ngerti kalau dia itu gimana, harusnya lo..."
"Kenapa lo seakan nyalahin gue?"
"Karna lo emang salah, kalimat lo songong banget."
"Biar saja, dia lebih songong lagi, mentang-mentang dia orang kaya, nggak peduli sama orang rendahan seperti kita!"
"Harusnya lo sadar kelas lo, Li!"
Ali menatap Lidya tersadar. Kalau sudah bicara kelas. Dia bukan siapa-siapa. Sekarang yang dibantunya saja masih mengungkit soal kelas.
"Iya kelas gue rendah, tapi buat gue bisa bantuin orang yang peduli sama gue biar nggak diinjak orang berkelas, gue ikhlas!" Ali memandang Lidya dengan tatapan lain.
"Maksud lo?"
"Lo peduli sama gue, gue juga akan peduli sama lo, guee..."
"Gue peduli sama lo, cuma itu, nggak ada keinginan apa-apa apalagi sampai bikin lo berkorban, gue ini susah nggak mungkin sama orang susah juga, tapi kebaikan harus ditebarkan untuk siapapun!" Lidya memotong ucapan Ali karna menyadari arah pembicaraan pria didepannya.
Hati Ali meluruh. Ternyata ia salah paham dengan sikap yang ditunjukkan Lidya selama ini. Dia kira Lidya perhatian dan peduli karna punya perasaan khusus. Ternyata tidak. Dia tak menginginkan lelaki tak berkelas seperti dirinya, apalagi dia sekarang dipecat dan tentu saja tak bisa dapat pekerjaan dalam waktu cepat.
°°°°°°°
"Bu, doain Ali ya...."
"Ibu selalu mendoakan Ali!"
"Terima Kasih bu, Ali cuma butuh doa ibu, dan Ali yakin karna doa ibu, Ali akan segera mendapat pekerjaan lagi!"
Ali berjongkok mencium tangan ibunya yang duduk dikursi rotan. Sentuhan tangan dikepala dan tatapan mata ibunyalah yang selalu membuat Ali merasa lebih tenang sekarang.
Sudah lima tempat yang ia datangi untuk melamar pekerjaan. Dia hanya lulusan SMA dengan kuliah yang terbengkalai karna tak ada biaya, Ali harus menyesuaikan dimana ia harus melamar pekerjaan terutama direstoran sebagai pengalaman kerjanya.
Ternyata semua restoran yang ada dikotanya langsung menolak lamarannya. Rupanya Ali diblacklist dan datanya sudah disebarkan kesetiap restoran yang ada hingga tak ada restoran yang mau memperkerjakannya.
Hari ini Ali akan mencoba melamar ke perusahaan-perusahaan swasta. Siapa tau ada lowongan meskipun Office Boy atau Supir atau apa saja yang penting bisa memenuhi kebutuhannya yang hidup hanya berdua dengan sang ibu. Ibunya buruh cuci yang sebenarnya ingin sekali Ali pensiunkan. Tak tega. Ali merasa dialah yang harus menanggung beban hidup mereka berdua.
Ali melap keringat yang meleleh didahinya. Dari rumah menuju kekantor yang pertama ia datangi Ali naik angkutan umum, lalu menuju kekantor berikutnya ia cuma jalan kaki. Uangnya harus dihemat. Nanti pulang kerumah baru naik angkutan lagi.
"Oom, dibeli oom..." seorang gadis kecil menunjukkan sebuah bungkusan.
"Apa itu?" tanya Ali mencoba melihat isi bungkusan itu.
"Bros rajut dari wol, Oom, bikinan ibu saya, dibeli Oom harganya 5000 saja!" Gadis kecil itu mengeluarkan bros satu persatu dari tempatnya.
Ali memandang anak kecil itu. Kasihan. Berjalan kaki hanya untuk menjajakan bros. Didalam plastik terlihat sepertinya lebih dari sepuluh bros.
"Tolong Oom, sudah setengah hari saya baru jual satu, Oom!" Gadis kecil itu merayu dengan wajah memelas.
Ali memegang saku celananya dari luar. Sepertinya masih ada 15.000 tadi, tapi dia belum makan siang. Untuk pulang kerumah dia naik angkutan dengan biaya 5.000. Kalau pulang kerumah tanpa memberikan kabar gembira pada ibu hari ini rasanya Ali juga tak sampai hati. Pokoknya ia harus berjuang sampai matahari terbenam hari ini. Kalau belum dapat pekerjaan juga berarti masih belum rezeki.
"Beli ya, Oom..." Gadis kecil itu memelas tanpa menyerah. Ali menatapnya. Dia yang masih kecil saja perjuangannya tak berhenti sampai mendapatkan pembeli. Sama seperti doa kita pada Tuhan. Memintalah sambil memelas seperti anak kecil pada Tuhan, maka Tuhan akan memberikan belas kasihnya berupa doa yang dikabulkan.
"Oom cuma bisa beli satu, nggak papa?"
"Nggak papa, Oom, terima kasih banyak ya Oom, akhirnya dapat uang 10.000, cukup beli nasi bungkus dua, buat adik sama ibu!"
"Loh, buat kamu enggak?"
"Nanti saya cukup icip-icip punya adik atau ibu, Oom, trus jualan lagi biar dapat duit lagi buat makan malam."
Seketika wajah Ali berubah warna. Mungkin gadis kecil itu melihat matanya yang berkaca mendengar ceritanya. Ternyata masih ada orang yang lebih susah darinya. Dan hebatnya ia masih kecil.
"Ini uangnya," Ali memberikan selembar sepuluh ribuan, "kembaliannya buat kamu aja..."
"Loh, berarti Oom beli dua nih?"
"Enggak, kembaliannya buat kamu."
"Jangan Oom, saya jualan bukan minta-minta, kalau Oom nggak mau kembalian, Oom harus mau terima dua bros."
Akhirnya Ali menerima dua bross. Pink dan biru dari benang wol dibentuk seperti bunga dan dibelakangnya menempel semacam peniti.
"Terima Kasih Oom, semoga Oom panjang umur, murah rezeki dan enteng jodoh ya, Oom...." sebelum pergi Ali cukup tergoda untuk tersenyum mendengar do'a gadis kecil itu.
Sebenarnya Ali tahu bros itu bukan barang yang ia butuhkan sekarang, tapi Ali lebih melihat kebutuhan gadis kecil penjual bros itu. Kasihan anak sekecil itu harus sudah bekerja keras dan ia nampak begitu bersemangat ketika ada yang membelinya. Melihat kebahagiaan itu Ali sepertinya lebih bahagia meskipun ia tau sekarang dikantongnya cuma ada uang lima ribu rupiah yang tersisa hanya cukup untuk naik angkutan umum.
"Nggak papa, gue mampu puasa hari ini, nanti dirumah bisa makan sepuasnya masakan ibu, pake telur direbus bagi dua sama ibu juga sudah cukup..."
Ali bergumam menghibur dirinya sambil melanjutkan langkah menyusuri jalan menuju kantor berikutnya.
"Bismillah, semoga Allah memberi jalan keluar hari ini..."
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Banjarmasin, 28 Oktober 2016
Ketemu lagi di cerita baru....
Permisi ya pake nama AliPrilly, bukan untuk mengajak berfantasy dan memberi harapan tetapi karna saya mau mengabadikan nama mereka saja, semoga AliPrilly ikhlas namanya disebut-sebut mulu diceritaku hihi ingat ya cerita ini hanya fiktif ....
Terima Kasih, semuanya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top