Mulai Toleransi
Bismillahirahmanirahim
🍇🍇🍇
Sudah dua hari Lija tidak bisa saksikan senyum Sofi. Sahabatnya itu lebih tertutup dari biasanya. Habiskan banyak waktu di musala kampus, juga rutin baca Al-Quran selepas salat wajib. Diam-diam, Lija intip kegiatan Sofi. Ia acungi jempol karena Sofi benar-benar serius dengan hijrahnya. Ternyata lewat sebuah cerita bisa membawa pengaruh besar untuk kehidupan pembaca. Poin pertama yang bisa Lija tangkap.
Malam yang semakin menua tetap setia menjaga mata Lija. Sudah lewat dari tengah malam, tetapi Lija belum bisa terbawa alam mimpi. Pesan masuk Arsya masih tergeletak manis tanpa balasan. Sudah beberapa huruf Lija ketik, dan berkali-kali juga ia hapus. Sedikit kebingungan memulai interaksi.
Sama-sama Mas. Lija udah baca beberapa part cerita Mas, baru kali ini merasa tersentuh. Jujur, ada salah satu sahabat yang berubah setelah baca cerita Mas.
Lija versi formal terhadap lawan jenis yang baru dikenalnya. Memakai panggilan lo gue jelas tidak sopan untuk orang sejenis Arsya. Bisa-bisa balasan Lija tak diacuhkan.
Tahu apa yang terjadi semenit kemudian. Balasan kembali masuk mewarnai ponsel Lija.
Masya Allah. Alhamdulillah. Sangat senang kalau cerita saya bermanfaat dan bisa membawa kebaikan. Salam untuk sahabatnya, saya doakan agar terus istiqomah.
Serius, Arsya memang jauh dari sifat angkuh. Terbukti dengan ribuan pengikut, jutaan pembaca, vote, dan juga ribuan komentar. Tidak memancing diri Arsya untuk tenggelam pada pesona dunia. Ia sangat ingat dengan surat Al-Isra ayat 37 perihal sombong. "Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung".
Itu saja sudah cukup menjadi acuan Arsya. Lagipula, tanpa pembaca Arsya bukanlah seseorang yang istimewa. Tidak ada yang dapat ia banggakan dengan karya yang masih banyak kurangnya. Kadang, Arsya kehabisan diksi lalu mengulang-ngulang kata dalam satu kalimat yang sama. Tentu, jika dibaca akan sedikit terasa tidak nyaman. Dari situ, Arsya terus memperbaiki tulisannya. Sampai sekarang pun Arsya masih memperkaya diksi. Karena dia tahu, penulis sukses adalah yang terus mau belajar.
Aamiinnn... Mas, boleh tahu nggak? Kenapa sih kita harus pakai jilbab? Nggak bisa ya kalau cuma pakaiannya yang sopan.
Wajar Lija bertanya. Di rumah, Liana kurang tanamkan nilai-nilai agama. Abdullah juga jarang salat lima waktu, sesempatnya ia tunaikan salat maghrib, sisanya dijadikan ladang dosa. Liana pun mewarisi sifat yang sama, salat hanya dua sampai tiga waktu saja, lebih sibuk dengan dunia. Itu kenapa, di usia dewasa Lija masih betah kenakan pakaian modis. Karena Liana sampai saat ini belum menutup kepalanya dengan jilbab. Tidak ada tempat Lija bertanya. Semua apa yang ia lakukan hasil dari tiruan penduduk rumah.
Lija tahukan bahwa hukum memakai jilbab untuk perempuan muslim itu wajib kalau sudah aqil bahligh. Pakaian sopan tanpa jilbab tidak mencirikan wanita muslimah. In sya Allah kalau Lija pakai jilbab dijauhkan dari pria-pria nakal. Sayangi tubuh Lija dari mata jahat mereka. Jangan biarkan mereka melihat lengkukan tubuh Lija. Karena yang berdosa bukan hanya mereka, tapi Lija pun juga. Dalam surah An-nuur ayat 31 juga sudah dijelaskan. “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Balasan Arsya semakin menambah rentetan tanya di dalam pikiran Lija. Mengingat waktu tidur mulai sempit, Lija putuskan tarik selimut berlabuh ke alam mimpi. Biarlah, esok-esok ia ngobrol lagi dengan Arsya. Untuk sekarang, Lija butuh tidur. Besok ada mata kuliah pagi, jangan sampai Lija terlambat.
🍇🍇🍇
"Siapa di sini yang tahu surah Al-Ikhlas termasuk golongan surah?"
Beberapa dari murid Arsya mengangkat tangan. Si pendiam Yusran menjadi pilihan Arsya. Menarik perhatian karena Yusran jarang aktif di kelas. Lalu dengan menakjubkan hari ini ia mau merespon dengan baik mata pelajaran Arsya.
"Surah Makkiyah, Pak."
"Masya Allah. Betul sekali Yusran. Hebat-hebat murid bapak."
Surah Al-Ikhlas masuk ke dalam golongan surah Makkiyah terdiri dari empat ayat, surah ke 112 dalam Al-Quran. Diturunkan untuk menegaskan keesaan Allah sembari menolak segala bentuk penyekutuan terhadapnya. Surah ini juga dibuktikan masuk ke dalam golongan surah Makkiyah berdasarkan cerita dari Bilal bin Rabbah yang pernah disiksa oleh majikannya Umayyah bin Khalaf setelah memeluk agama islam. Ketika disiksa ia berseru "Allahu Ahad, Allahu Ahad!!!" (Allah yang maha esa, Allah yang maha esa). Kejadiannya di Mekkah periode awal islam. Itu menunjukkan bahwa surah ini pernah diturunkan sebelumnya lalu Bilal bin Rabbah terinspirasi dari ayat tersebut.
"Coba sekarang, siapa yang hafal arti dari surah Al-Ikhlas akan langsung bapak kasih nilai seratus. Yang merasa hafal boleh maju ke depan."
Mereka berbagi lirikan. Pertanyaan semakin sulit. Belum ada satu pun yang maju ke depan, termasuk Yusran.
"Ayo, masa nggak ada yang tahu. Yusran?" Menggeleng.
"Ratna?" Lagi-lagi menggeleng.
"Amel ayo coba!"
"Belum hafal, Pak."
"Fathiya keponakan bapak di rumah aja hafal loh." Arsya memancing. Siapa tahu di antara mereka ada yang hafal, tetapi malu-malu maju ke depan.
Dan dengan ragu, Maryam unjuk tangan. "Saya, Pak." Arsya menyungging senyum.
"Silakan Maryam."
"Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah yang maha esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia."
"Kasih tepuk tangan buat Maryam." Suasana kelas berubah gemuruh. Maryam kembali duduk dengan senyum malu-malunya. Khas anak kelas tiga sekolah dasar.
Begitulah kesehariaan Arsya. Semua ilmu yang ia dapatkan baik dari pendidikan maupun ajaran orang tuanya dibagikan secara gratis dengan murah hati. Tidak peduli berapapun penghasilannya, Arsya ikhlas lillahi ta'ala lakukan semuanya demi mereka. Ia mau murid-muridnya tumbuh menjadi pria salih dan wanita salihah. Itu sudah cukup membuat Arsya lega dan bersyukur kalau kelak ilmu yang ia bagikan bisa diterapkan oleh murid-muridnya.
🍇🍇🍇
Sofi duduk di kantin kampus bertemankan segelas jeruk hangat. Di tangannya ada sebuah buku tentang perjalanan Rasulullah dan Khadijah. Fokusnya mulai berpindah saat dengar kursi ditarik. Dua orang duduk di depannya dengan wajah bersahabat. Echa dan Lija membuat wajah Sofi berubah, ada kerutan di dahi tandai kebingungan.
"Lija, afwan. Kalau mau debat, lebih baik gue pergi aja." Lija melempar senyum, tertawai suudzonnya Sofi.
"Katanya udah hijrah. Masa sama sahabat sendiri suudzon."
"Afwan. Gue hanya menghindari debat Ja."
Sambil memotong roti bakarnya, Lija lanjutkan bicara. "Santai Sof. Gue duduk di sini bukan mau ngajakin lo adu mulut. Lagian, lo hijrah bukan berarti kita musuhan kan?"
Sofi bernapas lega. Sangat bersyukur kalau Lija melepas egonya demi persahabatan mereka. Juga Sofi tidak pernah berpikir kalau dia hijrah lantas membuat jarak dengan mereka. Sofi beri jeda kemarin-kemarin karena menghindari debat dengan Lija, bukan soal dia sudah hijrah lalu mereka belum.
"Jadi kalian dukung gue hijrah?"
"Dari awal gue dukung kali Sof." Echa memotong. Sofi menyengir.
"Kalau lo Ja?"
"Ya ... gimana ya. Awalnya sih gue risih liat lo hijrah, tapi setelah dengar penjelasannya mas Arsya, gue coba dukung lo kalau memang itu baik."
Sofi dan Echa bertukar lirikan.
"Sebentar. Penjelasan mas Arsya? Penjelasan yang mana Ja?"
Astaghfirullah. Lija keceplosan. Netralkan suara dengan teguk minuman yang sudah ia pesan. Lija lupa kalau mereka belum tahu semalam ia dan Arsya ngobrol melalui pesan di wattpad. Lagipula membahas Arsya di depan Sofi sama saja mengklaim diri kalau ia orang yang menjilat ludahnya sendiri.
"Ah, itu ada kok. Gue liat di part berapa ya lupa." Sofi mulai berpikir.
Curiganya Sofi ia pendam dalam hati. Juga Echa yang punya pendapat yang sama sepakat mengunci mulut. Tidak ingin hakimi Lija, kalaupun dia membaca cerita Arsya. Toh, semua penghuni wattpad punya hak bebas memilih bacaan yang mereka suka. Echa juga tidak bisa melarang Lija harus sama bacaan dengan dirinya. Mulai sekarang persahabatan mereka lebih mengedapankan toleransi.
🍇🍇🍇
Syukron yang sudah mampir, membaca dan memberikan voment. Semoga bermanfaat😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top